Foto: Tqi
KILASJATIM.COM, Malang – Laut Bercerita, menyeret ingatan 26 tahun silam. Ketika demo mahasiswa terjadi di seluruh negeri, kalah itu saya hanya bagian butiran gelombang manusia di dalamnya.
Buku bersampul biru ini tergeletak dua tahun lebih di atas lemari. Setelah Kirana Rafa, bocah madrasah tsanawiyah menyodorkan buku setebal 379 lembar.
“Ma, cerita ini beneran, apa fiksi?” tanyanya.
Sebab belum membaca lengkap, hanya sekilas, mendengar dan membaca sinopsisnya. Saya minta ia menceritakan isinya. Sekalipun saya tahu itu berkisah tentang hilangnya aktivis 1998.
Kirana berkisah tentang Biru Laut, seorang mahasiswa sastra Inggris UGM, yang juga aktivis mahasiswa tergabung dalam organisasi Winatra-Wirasena. Aktif memperjuangkan reformasi dan melengserkan Soeharto, presiden masa Orde Baru yang berkuasa 32 tahun.
“Kata mamaku, sampean ikut demo. Ceritakan padaku apa yang terjadi. Sampai ada yang diculik dan mati. Siapa yang mematikan?” bocah ini menuntut jawaban.
Baiklah, saya kilas balik kejadian waktu itu. Kawan saya Agung, mengajak kami demo menuntut presiden turun dari tahtanya. Bersama mahasiswa dari kampus lain di Malang. Perempatan Jl. Raya Sumbersari, Jl. Sigura-gura dan Jl. Veteran menjadi lokasi aksi.
“Demo semakin gencar dilakukan, setelah kabar empat mahasiswa Trisakti meninggal ditembak petugas,” cerita saya.
“Petugas itu siapa polisi apa tentara?”
“Bagaimana harus menjawab, sampai hari ini tidak ada yang bertanggungjawab. Tapi yang punya senjata dan peluru cuma mereka.”
Kami diam. Lantas kami bicara soal mahasiswa yang hilang atau sengaja di hilangkan. Berikut siapa pelakunya. Membaca Laut Bercerita dan kesaksian korban penculikan 1998 di youtube, dapat kita saksikan siapa pelaku penculiknya, dimana mereka diinterogasi, tak jauh dari “itulah”.
Empat hari terakhir saya selesai membaca buku Laila Salikha Chudori, menyeret ingatan Mei 1998. Sebuah proses peralihan politik luar biasa, mengerikan. Bahkan sampai detik ini, keluarga korban hilang dan meninggal masih menunggu keadilan. (tqi)