Foto: Ist/SC Medsos
KILASJATIM.COM, Malang – Hujan pertama di bulan September. Aroma tanah memenuhi ruangan, sedang Bulan diam memandang langit kejauhan, abu-abu pekat. Azan ashar bersahutan, ia masih diam memandang jauh ke depan.
“Andai hujan ini bisa dipindahkan,” katanya, Rabu (13/9/2023).
“Dipindah kemana,” tanya saya.
“Ke Bromo,”
“Ya, berdoa saja. Semoga dikabulkan,”
Saya sampaikan, pagi pas di pasar bertemu dengan Mbak Erni, yang ibunya punya bedak/toko grosir sembako di Pasar Wonokitri, daerah Bromo. Menyampaikan luasan lahan yang terbakar mencapai 260 hektar. Penduduk sekitar sudah berangkat menuju savana, membantu memadamkan api.
Sejak terjadi kebakaran pasar menjadi sepi. Orang yang biasa belanja di toko ibunya menyusut. Semua mengaku sepi, karena tidak ada kunjungan wisatawan. Mobil jip pun terparkir di tepi jalan, tidak mengangkut penumpang.
“Duh, gak habis pikir. Kenapa foto prewed pakai flare. Padahal diambil dari sisi mana pun latar belakang Bromo tetap bagus. Mana sudah ada api tidak ada usaha memadamkan. Malah ditinggal, gila semua calon pengantin sama wo-nya,” anak sulung saya menyampaikan pendapat.
“Lebih gila lagi. Mereka dilepas dan hanya wajib lapor. Yang ditahan cuman fotografernya. Tidak adil. Harusnya mereka dihukum turut memadamkan api dan menganti biaya kerugian. Kalau bisa biaya kawinan diserahkan buat tambahan biaya pemadaman,” jawab saya.
“Masih kurang, biaya recovery itu mahal. Apalagi biaya kerugian ekonomi warga yang kehilangan pendapatan,” tambahnya.
Kami berdiskusi panjang soal kebakaran di Bromo. Soal kebodohan manusia yang ingin foto estetik, tapi B aja, bahkan J, jelek. Bulan juga menunjukkan Ig @opposite6890.bites yang mengulik tentang kebakaran, berikut biodata pelaku. Sungguh menarik pemilik akun yang diikuti lebih dari 300 ribu orang.
Kami juga membahas kemungkinan adanya beking an dibalik kedua pasangan tersebut yang membuat tidak ditahan. Entahlah, semoga kebakaran di Bromo segera padam. Tidak merembet sampai kadang petani, apalagi sampai menyentuh rumah-rumah penduduk. Seram sekali.
Tak terasa, sejam lebih kita ngbrol apa saja. Diluar hujan telah berhenti. Langit gelap mulai terkikis. Perlahan cahaya senja menyinari atap genting. Selamat sore kawan, semoga kita tetap baik-baik saja. (tqi)