KILASJATIM.COM, Malang – Melanjutkan cerita laki-laki ber senyum misterius dan mengenakan topi dengan hiasan bintang kejora merah yang merapal mantra “Biimm… Ssalabiimm”.
Keluarlah setangkai bunga, dibagikan pada yang terdepan, seekor kera, ia lepaskan sebab tak ada yang mau menerima. Karena kera itu jahil, mencomot makanan, mencakar dan menjambak rambut anak-anak. Maka tak seorang pun ingin memilikinya. Berikutnya seekor kelinci putih yang manis. Diberikan pada Donik kawanku yang gendut dan penyayang. Seekor merpati, diserahkan pada Wati yang ingin bebas tapi ragu untuk pergi. Sebuah bola, dilempar pada Fajar yang suka lari-lari ke sana ke mari. Pada Upi yang ingin melihat masa lalu, dan penasaran dengan masa depan berikan cermin. Kembang gula merah jambu, diserahkan padaku. Ku ulurkan tanganku dengan takut-takut tapi mau.
“Ambilah. Untukmu jangan lupa gosok gigi,” katanya sambil menyerahkan kembang gula dan senyum misteriusnya masih sama.
Lantas ia berpaling. Menepi ditepi meja, duduk di atas kursi. Bersandar di bawah pohon rindang sambil memperhatikan kami yang menikmati hadiah darinya.
Seperti hari biasanya setiap akhir pekan di akhir bulan. Laki-laki dengan senyum misterius tidak datang. Melakukan pertunjukan akrobat kata-kata berujung hadiah.
Kami telah berkumpul, menunggunya berjam-jam. Namun, yang tiba hanya pesan singkat. “Aku sibuk, berlatilah sendiri”.
Maka kami bermain tebakan dan menulis hasilnya ditulis diatas kertas bertinta merah. Tanpa tahu dikirim kemana.
Kera yang lepas dari topi tak memiliki tuan. Maka ia bebas berkelana. Tapi tidak, kera itu hanya diam diantara kami. Mengawasi gerak-gerik laki-laki ber senyum misterius.
Ia mulai menirukan cara senyum dan berbicara. Meniru tingkah laki-laki bertopi yang ada hiasan bintang kejora merah. Cara berdiri, duduk, memainkan topi dan memegang tongkat ajaib.
“Bim salabim… Bim salabim…,” begitu berulang-ulang kera itu mengucap mantra. Hasilnya nihil.
Semua kawan kami tertawa. Kera itu marah. Mengumpat serupa manusia. Kawan-kawanku mulai ketakutan, lari keluar menerabas pagar. Mungkin aku sedikit dari yang tersisa, meski akhirnya tak tahan juga melihatnya. (tqi)