Wawancara soal Transportasi Publik Kota Pahlawan, Eri Irawan: Opsi yang Tak Bisa Ditawar bagi Masa Depan Surabaya

oleh -687 Dilihat
Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan

KILASJATIM.COM, Surabaya – Sebagai kota besar sekaligus episentrum sosial-ekonomi bagi wilayah di sekitarnya, kebutuhan terhadap transportasi publik di Surabaya menjadi keharusan. Apa yang harus dilakukan? Berikut wawancara dengan Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan. Komisi C selama ini membidangi masalah transportasi publik.

Apakah transportasi publik tetap perlu menjadi agenda pembangunan utama bagi Surabaya?

Harus dan pasti. Transportasi publik menjadi opsi yang tak bisa ditawar untuk menyelamatkan kota ini pada masa depan. Menyelamatkan dari apa? Setidaknya tiga hal.

Pertama, menyelamatkan kota dari kemacetan yang mengakibatkan inefisiensi ekonomi luar biasa besar, mencapai triliunan rupiah. Kedua, menyelamatkan dari polusi dan penurunan kualitas udara yang membahayakan kesehatan. Sekaligus ini menjadi bagian dari upaya kita memitigasi perubahan iklim. Harus kita sadari, kawasan kota-kota di seluruh dunia telah menyita penggunaan 78 persen energi global. Artinya, kawasan kota sangat rakus energi: 78 persen dari energi dunia tersedot di kota-kota. Dan itu 75 persen emisi dunia berasal dari sektor transportasi dan bangunan.

Ketiga, dengan transportasi publik, kita akan turut menyelamatkan kota dari tata ruang tak terkendali ke berbagai arah (urban sprawl), meski transportasi publik bukan satu-satunya resep untuk terhindar dari urban sprawl. Transportasi publik yang terintegrasi akan mendukung tata ruang kota yang lebih terpadu, compact city, yang kita impikan di Surabaya.

Apakah Suroboyo Bus dan Wira-Wiri yang ada selama ini telah efektif, dan apakah perlu dilakukan pengembangan ke depan?

Secara konsep, sudah mendekati ideal. Namun, harus terus dikembangkan, setidaknya pada tiga aspek utama. Pertama, penambahan rute dan armada. Ini tidak bisa ditawar. Rute harus lebih luas menjangkau banyak wilayah. Armada harus ditambah agar headway (jarak waktu antar kendaraan) tidak lama karena frekuensi perjalanan makin tinggi sehingga membuat penumpang semakin nyaman.

Kedua, perlu penguatan integrasi dengan moda transportasi lain untuk meningkatkan efisiensi bagi pengguna. Ketiga, terus menambah fasilitas, kenyamanan, dan kualitas pelayanan agar pengguna semakin puas dan akhirnya terus konsisten menjadi pengguna transportasi publik, bahkan bisa menjadi bahan promosi untuk memperluas pasar pengguna.

Dan yang tidak kalah penting, budaya publik untuk menggunakan transportasi umum harus terus ditumbuhkan. Kita teringat kata mantan Wali Kota Bogota Enrique Peñalosa, negara maju bukanlah tempat di mana warga miskin kemudian naik kelas memiliki mobil, tetapi tempat di mana orang kaya naik transportasi umum. Ini soal mindset, karena sebagian dari kita berpersepsi bahwa orang naik transportasi umum karena dia tidak cukup mampu membeli kendaraan pribadi.

Baca Juga :  Wisuda Periode II Tahun 2021 Universitas Hayam Wuruk Perbanas Luluskan 339 Wisudawan

Tapi perlu saya tekankan, antara penyediaan sistem yang bagus oleh pemerintah dan paradigma publik soal transportasi umum ini satu kesatuan. Tidak bisa kita menyalahkan masyarakat soal budaya bermobilitas dengan transportasi publik yang masih minim. Tidak bisa pula kita menyalahkan pemerintah terkait sistem yang belum sepenuhnya ideal. Karena semuanya saling berkaitan.

Perlukah Surabaya menambah lagi moda transportasi baru?

Yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas layanan transportasi public saat ini adalah salah satunya mengoptimalkan trunk dan feeder dengan syarat terus menambah rute dan armadanya. Salah satunya itu ya, karena banyak sekali variabel penyempurnaannya.

Lalu ke depan diperkuat dengan Bus Rapid Transit (BRT). BRT juga lebih rasional dalam konteks anggaran, karena relatif lebih ekonomis dibanding transportasi berbasis rel yang sangat mahal.

Secara bertahap, pengembangan LRT bisa dilakukan, tapi sekali lagi harus dengan pola pikir kawasan aglomerasi Surabaya Raya, di mana LRT ini akan menghubungkan suburban dengan pusat kota dan sebaliknya.

Ke depan, juga bisa dikembangkan sarana mikromobilitas yang ramah lingkungan seperti skuter, skuter listrik, sepeda, sistem berbagi sepeda, dan berbagai sarana lain berkapasitas 1-2 orang. Ini untuk perjalanan jarak pendek. Dalam khazanah transportasi publik, kita mengenal istilah ”first mile” dan ”last mile”, fase awal dan akhir perjalanan. Ini juga perlu dipikirkan. Misalnya, dari rumah ke sistem transportasi utama. Ini first mile. Sedangkan last mile, misalnya titik akhir rute bus ke tujuan utama kita seperti sekolah atau tempat kerja yang mungkin jaraknya masih sekitar 2 km. Fase first mile dan last mile ini adalah salah satu tantangan pengembangan transportasi publik.

Sebagian kota-kota dunia sudah mempraktikkan sarana mikromobilitas sebagai jawaban dari first mile dan last mile ini. Bahkan dengan teknologi, sarana mikromobilitas yang kita gunakan seperti skuter bisa menyesuaikan batas kecepatan; ketika di jalan ini berkecepatan sekian, geser ke jalan lain bisa menyesuaikan sesuai tingkat kepadatan. Tentu dalam konteks Surabaya juga perlu dikaji penerapannya, yang pasti mungkin tidak bisa 100% mengadopsi kota-kota dunia.

Baca Juga :  Soal IMB Hotel Dafam, Komisi C DPRD Surabaya Minta Satpol PP Segera Bertindak

Yang juga tidak kalah penting adalah kita perlu mendukung upaya Pemkot Surabaya terus membangun dan memperbaiki pedestrian secara bertahap. Jalur pejalan kaki ini penting sekali sebagai satu kesatuan sistem transportasi publik yang baik.

Bagaimana soal pendanaan, mengingat pengembangan transportasi membutuhkan biaya yang sangat besar?

Memang, pendanaan menjadi salah satu tantangan terbesar pengembangan sistem transportasi publik. DPRD bersama Pemkot pasti akan duduk bersama untuk mengatur skala prioritas. Misalnya kita bisa alokasikan dana dari pendapatan PKB dan Opsen PKB untuk pengembangan transportasi publik. Katakanlah kuota 10%-nya, dengan asumsi PKB Surabaya 2025 katakanlah Rp1,2 triliun, maka kita bisa alokasikan sekitar Rp120 miliar khusus untuk transportasi publik, bahkan spesifik untuk tambah rute dan armada, misalnya.

Tetapi yang paling mendasar, cara berpikir kita harus aglomerasi. Artinya, daerah sekitar juga harus melakukan yang sama agar transportasi public kita segera terintegrasi minimal antara Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Mojokerto. Pemprov pun harus mengambil kebijakan anggaran serupa. Katakanlah ini konsisten dilakukan dalam 3 tahun, misalnya, oleh kota/kabupaten tersebut, maka kita akan mendapatkan dana yang cukup besar, secara akumulatif bisa triliunan, untuk transportasi publik. Ditambah dengan APBN, kemudian skema kerja sama dengan badan usaha, akan ada pembiayaan yang signifikan untuk pengembangan transportasi public.

Ada opsi untuk membangun BRT. Apakah ini ideal untuk Surabaya?

Perencanaan BRT sudah dilakukan. Sekarang semuanya sedang dalam proses. Saya kira ini bisa menjadi game changer bagi transportasi public kota kita. Ini akan membuat pengguna punya kepastian waktu tempuh, dan tentunya akan mampu mengurangi kemacetan.

Bagaimana DPRD Surabaya mendorong agar target kerja soal transportasi publik terkawal, termasuk soal anggarannya?

DPRD dan Wali Kota Eri Cahyadi punya satu pemahaman tentang pentingnya transportasi publik. Dengan ruang fiskal yang ke depan kita harapkan semakin tersedia, transportasi publik akan menjadi komitmen kita bersama. Political will ini penting untuk memastikan transportasi publik menjadi prioritas pembangunan kota. (ADV/DEN)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.