KILASJATIM.COM, Surabaya – Momen Idulfitri 1446 H dimanfaatkan secara istimewa oleh 39 wartawan eks-Harian Sore Surabaya Post (SP) untuk bersilaturahmi melalui karya sastra. Mereka meluncurkan sebuah buku antologi puisi berjudul “Setelah Tanpa Deadline” pada Selasa, 1 April 2025, di Surabaya.
Tanggal peluncuran ini dipilih bukan tanpa alasan. “Tanggal 1 April sangat bersejarah bagi SP. Bapak A. Azis dan Ibu Toety Azis mendirikan SP pada 1 April 1953, dan SP dilikuidasi pada tanggal yang sama di tahun 2002,” ujar Imung Mulyanto, Project Officer penerbitan buku tersebut.
Buku setebal 300 halaman ini merupakan hasil swadaya para mantan jurnalis SP, yang masing-masing menyumbangkan 3–5 karya. Totalnya, lebih dari 150 puisi dengan beragam tema dan bentuk, mulai dari puisi konvensional, naratif, esai, hingga geguritan, parikan, haiku, dan senryu. Sampul buku digarap oleh Yusuf Susilo Hartono, salah satu mantan wartawan SP yang juga dikenal sebagai seniman.
Judul “Setelah Tanpa Deadline” dipilih karena para mantan jurnalis ini kini hidup tanpa tekanan tenggat waktu seperti masa aktif mereka di dunia pemberitaan. “Kami ingin mengekspresikan kebebasan setelah masa ‘dikejar deadline’ berakhir,” kata Imung.
Dalam catatan pengantarnya, Tjuk Suwarsono, jurnalis senior SP, mengulas bahwa SP bukan hanya mengedepankan kecepatan, tetapi juga gaya dan etika dalam jurnalisme. “Jurnalisme adalah proses pembudayaan, bukan sekadar penyampaian informasi. SP memilih gaya jurnalistik yang empatik, rendah hati, dan mendidik,” ujarnya.
Sementara itu, M. Anis, wartawan SP yang juga dikenal sebagai penyair, menambahkan bahwa buku ini adalah bentuk silaturahmi intelektual. “Puisi adalah ekspresi personal yang utuh, seperti batu yang kokoh. Sedangkan berita lebih fleksibel, seperti tanah liat yang bisa dibentuk sesuai kebutuhan,” katanya.
Tribute to SP
Imung mengungkapkan, setelah SP ditutup pada 2002, para mantan awak medianya berkiprah di berbagai bidang: mendirikan media, menjadi dosen, pengusaha, konsultan, hingga pengelola LSM. “Namun, silaturahmi di antara kami tetap terjaga,” ujarnya.
Rencananya, buku antologi puisi ini akan diikuti oleh penerbitan kumpulan esai bertajuk “Menunggu Deadline”, yang bermakna menanti panggilan Ilahi. Grand launching kedua buku akan digelar dalam sebuah acara bertajuk “Tribute to SP” yang juga akan menerbitkan Harian Sore Surabaya Post Edisi Khusus sebagai bentuk penghormatan terhadap eksistensi SP di masa lalu.
Menariknya, “Setelah Tanpa Deadline” juga memuat tiga puisi karya pendiri SP, A. Azis, yang merupakan wartawan pejuang di era 1945. Karya-karya tersebut dimuat dalam ejaan dan diksi asli tahun 1945, bahkan dengan penulisan tahun Jepang 2605. “Semangat patriotisme dalam karya beliau sangat terasa,” kata Imung.
Meski tidak ditemukan karya dari Ibu Toety Azis, kabarnya ia sempat dibuatkan puisi oleh Chairil Anwar semasa aktif sebagai wartawati Antara.
Jejak Para Penyair dan Jurnalis
Beberapa mantan wartawan SP yang dikenal sebagai penyair turut menyumbangkan karyanya, antara lain Yusuf Susilo Hartono, RM Yunani Prawiranegara, M. Anis, Syirikit Syah, dan lainnya. Buku ini juga memuat karya para jurnalis yang telah wafat seperti RM Yunani dan Syirikit Syah, sebagai bentuk penghormatan.
Kontribusi datang dari berbagai tokoh, seperti Zainal Arifin Emka yang menulis puisi religius, Suprijana dengan senryu, Adriono dengan haiku, hingga Sapto Anggoro—tokoh penting media digital Indonesia—yang menyumbang puisi esai berjudul “Mantra Justru.”
Tak ketinggalan, Yusron Aminulloh dari DeDurian Park Wonosalam Jombang yang masih dalam masa pemulihan kesehatan pun menyumbang tiga puisi. Sementara beberapa nama lain seperti Herman Basuki dan Djoko Pitono juga sedang dalam proses pemulihan.
Sayangnya, sejumlah tokoh jurnalis tidak sempat ikut menulis, seperti Soeharto (Maspion), Ali Salim (Bhirawa), Dwi Eko Lokononto (beritajatim.com), dan beberapa lainnya.
Namun, masih banyak kontributor dari berbagai bidang yang turut serta, di antaranya Sunu Dyantoro (Tempo), Henry Nurcahyo (budayawan Panji), Dr. Achmad Supardi (President University), hingga Hasan Bisri BFC (MNCTV).
Bagi pecinta sastra yang ingin mengoleksi buku “Setelah Tanpa Deadline”, dapat menghubungi Imung Mulyanto melalui WhatsApp di nomor 0812-3521-100 dengan biaya cetak dan ongkos kirim sebesar Rp100.000.(*)