KILASJATIM.COM, Sidoarjo, Ironi! Mungkin itu kata yang tepat diucapkan atas kondisi Pemerintahan Desa Gempolsari, karena Abdul Haris Kepala Desa setempat ditahan atas kasus pemalsuan data surat tanah dan mengunci ruang kerjanya yang membuat aktivitas PemDes terganggu.
Alhasil, kondisi ini membuat Pelaksana Harian (Plh) Kepala Desa serta perangkat desa lainnya tidak dapat menggunakan ruangan tersebut untuk keperluan pelayanan publik maupun administrasi pemerintahan desa.
“Kami sudah berupaya agar ruangan itu segera bisa difungsikan kembali agar tidak menghambat pelayanan masyarakat. Kami juga telah berkoordinasi dan berencana mengambil kunci ke Lapas dalam waktu dekat, kemungkinan Senin nanti,” ujar Plh Kepala Desa Gempolsari, Mochammad Yasin, saat dikonfirmasi, Jumat (13/6/2025).
Yasin menjelaskan, seluruh kunci ruangan memang dibawa Abdul Haris sejak sebelum ditahan, dan hingga kini belum dikembalikan.
Perlu diketahui, Abdul Haris menjalani hukuman atas kasusnya saat menjabat sebagai Kepala Desa Gempolsari periode 2010-2016 dan dihukum 1 tahun 6 bulan serta ditahan di Lapas Klas 2A Sidoarjo. Kemudian kembali terpilih sebagai Kades Gempolsari untuk periode 2020-2026.
Di sisi lain, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Sidoarjo, Probo Agus Sunarno, membenarkan bahwa Abdul Haris telah diberhentikan secara tetap sejak 19 Mei 2025. “Penghasilan tetap terakhirnya dibayarkan pada bulan Mei 2025,” jelas Probo.
Namun saat ditanya soal kepatutan Abdul Haris masih menguasai fasilitas desa, Probo hanya menjawab singkat, “Tentu panjenengan paham jawabannya.”
Sementara praktisi hukum, Radian Pranata Dwi Permana, menegaskan bahwa setiap pejabat yang diberhentikan secara tetap dan divonis inkrah wajib mengembalikan seluruh fasilitas negara yang digunakan selama menjabat.
“Kalau sudah inkrah, semua fasilitas wajib dikembalikan karena itu milik negara dan harus digunakan untuk pelayanan masyarakat. Jika tidak dikembalikan, pimpinan berwenang wajib mengambil langkah, seperti mengganti kunci,” tegas Radian.
Ia juga menilai penguncian ruangan oleh mantan kepala desa sebagai pelanggaran yang berdampak pada terganggunya pelayanan publik.
“Jika ruangan terkunci dan tidak difungsikan, itu jelas tidak dibenarkan. Ini melanggar semangat pelayanan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, PP 43 Tahun 2014, dan Permendagri 111 Tahun 2014,” tuturnya.
Dari pantauan warga sekitar, ruang kerja kepala desa memang tidak pernah dibuka sejak Abdul Haris resmi ditahan. (TAM)