Foto: Tqi
KILASJATIM.COM, Malang – “Satu tiga lima itu bukan angka. Satu tiga lima itu korban jiwa. Arek-arek Malang kalian tak sendirian. Arek-arek Malang kalian tak sendirian…” Begitu lagu itu dinyanyikan dalam Malam Kamisan, mengenang tragedi Kanjuruhan, di perempatan Kayutangan, Kamis (13/6/2024).
Mengenakan kaos hitam keluarga korban Kanjuruhan bersama mahasiswa dan simpatisan membentangkan poster, baliho dan menyalakan lilin. Tanda berduka atas kematian anak, suami dan saudara pada, 1 Oktober 2022 di stadion Kanjuruhan, akibat tembakan gas air mata oleh aparat. Ketika pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya.
Sampai hari ini, kejadian itu belum bisa hilang dalam ingatan pencinta sepak bola Indonesia, terutama warga Malang. Para perempuan yang turun jalan ini adalah ibu korban, menuntut keadilan bagi anaknya. Mereka meminta pertanggung jawaban aparat atas penembakan gas air mata yang membuat anaknya mati terinjak-injak.
“Saya itu tidak bisa lupa, kalau ingat rasanya ingin menangis. Begitu pula kalau ada yang tanya kejadian itu. Tapi saya senang berati ada yang peduli dan masih ingat dengan kejadian itu,” kata Bu Ita salah satu peserta yang anaknya menjadi korban meninggal.
Setiap Kamis malam, ibu dua anak ini rela naik ojek on-line dari rumahnya ke Kayutangan untuk menghadiri acara Kamisan. Membaca doa bersama, orasi jika kejadian tersebut belum terselesaikan.
“Kami mengingatkan pada masyarakat, akan tragedi kemanusiaan yang merenggut ratusan jiwa. Sedang pelakunya belum dihukum setimpal. Bagaimana perasaan Anda sebagai ibu,” ungkapnya.
Kejadian yang membuat putra pertamanya meninggal, membuat anak bungsunya terpukul. Merasa sedih tanpa sebab, akibat kepergian kakaknya. Baik di sekolah maupun di rumah.
Alasan itu pula yang membuatnya bertahan bersama para ibu-ibu lain untuk menuntut keadilan sampai kapan pun. Sekalipun tidak mendapat respon dari pemerintah, yang pernah berjanji akan menyelesaikan, masalah ini.
Sementara ditengah aksi berlangsung. Para ibu dan sejumlah aktivis nampak meneriaki seorang laki-laki di seberang jalan yang merekam kegiatan tersebut.
Ketika saya bertanya pada Irwan mahasiswa UMM asal Bima, menyampaikan jika perekam di seberang jalan itu adalah intel. Ibu-ibu itu sudah hafal dengan gaya petugas berpakaian preman itu. (tqi)