Ketika Slank Tetap Teguh di Jalur Perjuangan

oleh -782 Dilihat

Oleh: M. Eri Irawan
Ketua Bidang Kaderisasi dan Ideologi, Banteng Muda Indonesia (BMI) Surabaya

Saat kelompok musik rock Slank memutuskan untuk mendukung pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dalam pemilihan presiden, kita tahu angin segar sedang berembus. Ini kabar bagus: Slank senantiasa setia di jalur perjuangan. Dan memang demikianlah identitas band ini sejak pertama kali berdiri pada 26 Desember 1983: kritis mengawal kekuasaan, teguh di jalur perjuangan.

Dalam hal kritik sosial, Slank seringkali disepadankan dengan Iwan Fals. Lagu-lagu yang mereka tulis pada masa Orde Baru memprotes realitas sosial masyarakat, seperti ‘Memang’, ‘Kampungan’, ‘Bang Bang Tut’, ‘Pak Tani’, dan ‘H.A.M Burger’. Sebagai Slankers, saya hafal di luar kepala begitu banyak lagu band yang bermarkas di kawasan Potlot, Jakarta, tersebut.

Sepanjang Juli-November 1996, Slank merekam album “Lagi Sedih” yang dirilis pada 5 Februari 1997, setahun sebelum Soeharto lengser. Album ini cenderung dikenal karena lagu seperti “Tonk Kosong” dan “Foto Dalam Dompetmu”. Padahal sesungguhnya, album ini layak dikenang karena ada lagu-lagu bertema politik yang cukup keras yang ditulis pada saat tak seorang pun membayangkan rezim Orde Baru akan runtuh. Slank berada di garda depan musisi yang menjalankan tugasnya sebagai avantgarde dalam politik kesenian.

Sebut saja lirik lagu ‘Anarki di RI’:
“Ada suara jerit-jeritan.
Sia-sia banyak yang jadi korban.
Coba lihat apa sih itu.
Petugas bentrok sama demonstran.“

Atau lirik lagu ‘Kampus Depok’ yang relevan dengan suasana saat ini:

“Banyak orang melihat manipulasi terang-terangan.
Banyak orang melihat cara-cara kekerasan.
Dan banyak orang melihat kesewenangan kekuasaan.
Banyak orang melihat ke segala kebobrokan.”

Baca Juga :  Presiden Jokowi Tinjau Pasar Rogojampi Banyuwangi, Gubernur Khofifah: Stok Bahan Pokok di Jatim Aman dan Harga Stabil Selama Nataru

Dalam Pemilu 2014 dan 2019, Slank tak hanya cukup menunjukkan sikap politik dengan musik dan karya. Mereka terjun sebagai aktivis dan menjadi bagian dari tim pemenangan Joko Widodo. Bahkan Abdee mengorganisasi konser “Salam Dua Jari” pada 2014 di Gelora Bung Karno yang dihadiri ratusan ribu orang.

Belakangan Abdee diangkat menjadi Komisaris PT Telkom pada Mei 2021. Banyak yang menilai Slank mulai tidak kritis terhadap pemerintah dan menjadi bagian yang mengafirmasi kebijakan Jokowi. Namun tiga tahun kemudian, Abdee mengundurkan diri dan menyatakan diri menjadi bagian dari upaya pemenangan Ganjar-Mahfud. Integritas Slank, juga pribadi Abdee, memang tak diragukan lagi.

Abdee menyebut, dukungan ke Ganjar-Mahfud merupakan sebuah perjuangan bagi Slank. Slank berkomitmen memperjuangkan demokrasi dan memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dan kini agaknya mereka risau dengan kualitas demokrasi dan masa depan Republik.

Bersama Ganjar dan Mahfud, Slank tidak ingin menjadi bagian dari apa yang mereka tulis dalam lagu ‘Kampus Depok’:
“Semuanya cuma tutup mata saja.
Semuanya nggak berbuat apa-apa.”

Slank tahu ini saatnya untuk tidak menutup mata, dan ini saatnya untuk berbuat demi hidup yang lebih baik. Mereka setia pada elan musik rock yang selalu membawa pesan politik perjuangan, sebagaimana dikatakan Bruce Springsteen, musisi rock yang lirik lagunya kerap mengangkat masalah kelas pekerja di Amerika Serikat. “I heard a political message in rock music. A liberation message. A message of freedom. I heard it in Elvis’ voice.”

Musik rock, menurut Springsteen, selalu membawa pesan pembebasan dan kemerdekaan. Notasi dan progresi chord dalam musik rock juga menunjukkan bagaimana musik ini beradaptasi dengan semangat perlawanan. “Rock music was never written for or performed for conservative tastes,” kata Frank Zappa, sang musisi legendaris.

Baca Juga :  Puti: Pancasila Harus Dimaknai Sebagai “Way of Life” Bagi Masyarakat Indonesia

Jadi sangat bisa dipahami jika Slank kemudian merasa terpanggil turun ke jalan perjuangan, tetap setia di garis perjuangan, sebuah jalan yang terjal berliku, bersama Ganjar-Mahfud. Suka atau tidak, itu adalah nature mereka. Alam mereka. Semangat mereka, kendati usia tak lagi muda. Mereka yang merasa punya kuasa tahta dan harta harus ketir-ketir dengan bergabungnya Slank di barisan Ganjar dan Mahfud. Mereka bukan politisi. Namun mereka memahami bagaimana musik harus digunakan untuk sebuah perjuangan politik.

Saya teringat Bunda Iffet, ibunda Bimbim, yang menjamu kehadiran Ganjar-Mahfud dengan makanan spesial. Di kalangan anak muda, Bunda Iffet datang bukan sebagai orator yg menggebu bicara tragika dan kemanusiaan. Ia bukan panglima militer, peraih nobel, fisikawan pilih tanding, atau penyair tersohor. Tapi ia datang menyentuh hati banyak kaum muda yang mengidolakan Slank. Saya kira Bunda Iffet adalah sosok yg berjasa bagi banyak anak muda di Indonesia, meski tak ada bintang jasa di pundaknya. Bunda Iffet-lah yang dengan penuh kesabaran membimbing Bimbim dan Kaka untuk terlepas dari jerat narkoba, yang kemudian mengilhami banyak anak muda utk menjauh dari narkoba.

Itulah nature ekosistem Slank dan seluruh keluarga besarnya. Selalu berikhtiar untuk kebaikan. Setia mengiringi langkah perjuangan.

Indonesia bangga. Atas nama integritas, atas nama demokrasi, atas nama cita-cita masa depan Republik; Slank senantiasa teguh di jalur perjuangan. (sag)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.