Putusan PT Surabaya Kabulkan Eksepsi Bagian Dalam Pokok Perkara

oleh -333 Dilihat

KILASJATIM.COM, SURABAYA – Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya dalam perkara dengan register perkara Nomor. 278/ PDT/ 2023/PT. SBY, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Elang Prakoso Wibowo, SH.,MH., dengan mengabulkan eksepsi tergugat menyangkut domain surat perjanjian kesepakatan, dinilai sangatlah kontroversial oleh Wang Suwandi, S.H., M.Kn. yang dalam hal ini disebut sebagai terbanding semula penggugat, dikarenakan di luar batas hukum acara perdata.

Sehingga Majelis Hakim banding pada Pengadilan Tinggi Surabaya yang di Ketuai oleh Elang Prakoso Wibowo, S.H.,M.H. dalam keputusannya perkara tersebut, Menurut Wang Suwandi SH., M.Kn., dengan di dampingi kuasa hukumnya, Fhustahul Amri S.H. dinilai tidak memhami hukum acara keperdataan.

Soalnya dalam Eksepsi hanya ada Majelis Hakim banding dengan pertimbangan hukum adanya kewenangan absolut dan atau relatif, maka dari itu permohonan banding yang diajukan oleh Harijana dkk yang semula disebut sebagai tergugat seharusnya ditolak. Sebab kewenangan absolut itu adalah, pengadilan yang berwenang mengadili terkait kewenanganya mengadili. Apakah itu Pengadilan Tata Usaha Negara, Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Pengadilan Militer tersebut yang menyangkut kewenangan absolut.

Sedangkan untuk kewenangan relatif adalah terkait, dengan domisili tergugat dimana kewenangan pengadilan mengadili
berdasarkan domisili tergugat, apabila tergugat di Surabaya secara otomatis kewenangan mengadili adalah di PN Surabaya, namun demikian manakala tergugat berada di Jakarta dan digugat di PN Surabaya.

Maka secara kewenangan relatif PN Surabaya tidak berwenang mengadili mengingat domisili tergugat berada di Jakarta, oleh karena itu untuk kewenangan relatif yang mempunyai hak mengadili adalah PN Jakarta, mengigat domisili tergugat berada di Jakarta.

Adapaun yang terjadi dalam putusan PT Surabaya terkait perkara tersebut terjadi sangat over laping dan atau diluar nalar
hukum, mengingat PT Surabaya dalam pertimbangan hukumnya memutus dalam eksepsi adalah diluar eksepsi yang termasuk dalam pokok perkara.

Baca Juga :  Di Kejar Polisi, DPO Curanmor Ceburkan Diri ke Sungai di Kedung Cowek

Menjatuhkan putusan dengan mengabulkan eksepsi menyangkut domain surat perjanjian kesepakatan. Padahal perjanjian kesepakatan tersebut termasuk dalam domain pokok perkara bukanlah domain dalam eksepsi, ini sudah melampaui batas kewenangan dan seharusnya eksepsi yang demikian itu ditolaknya, sebab tidak menyangkut kewenangan eksepsi absolut maupun relatif.

Jadi kewenangan PT Surabaya sangat di luar akal sehat dan/ atau di luar nalar hukum terkait dikabulkanya eksepsi yang merupakan domain dalam pokok perkara. Hal itu jelas menyalahi hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam pokok perkara terkait dengan kewenangan absolut maupun kewenangan relatif,” Jelas Agus Mulyo S.H., M.Hum. advokat senior yang tak asing dikalangan intelektual hukum yang mempunyai pemikiran kritis dan akademik, dengan nada tinggi sembari tersenyum simpul kepada Indonesia News satu

Rupanya hal itu sebagaimana dimaksudkan dalam pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Tinggi Surabaya dalam eksepsi perkara No. 287 tanggal 15 Juni 2023 menyatakan.

Bahwa oleh karena terbanding semula penggugat pada tanggal 4 Maret 2021 sudah sepakat untuk membatalkan perjanjian kesepakatan tanggal 12 Oktober 2020, maka menurut majelis hakim PT Surabaya tidak janjian kesepakatan yang dibuat.

Oleh karena itu terbanding yang semula penggugat sudah tidak berhak lagi menuntut kepada pembanding yang semula tergugat satu untuk melaksanakan isi perjanjian kesepakatan tanggal 12 Oktober 2020 tersebut.

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas. Maka gugatan terbanding yang semula penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Dengan demikian menurut hemat PT Surabaya eksepsi pembanding semula tergugat satu yang menyatakan gugatan terbanding tidak berdasar hukum dan tidak mempunyai kepentingan hukum untuk memnggugat pembanding, haruslah diterima, maka gugatan terbanding harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Maka dari itu, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, permohonan banding pembanding semula tergugat satu tersebut haruslah diterima. Hal ini bertolak belakang dengan hukum acara perdata, padahal 418-419 (Yahya Harahap), ruang lingkup eksepsi, yang menjelaskan bahwa tangkisan atau bantahan diajukan dalam eksepsi menyangkut dua hal yang prinsip menurut hukum acara perdata Yaitu eksepsi kewenangan absolut pengajuan diatur dalam Pasal 134 HIR, dan Pasal 132 Rv, secara Ex-Officio hakim harus menyatakan diri tidak berwenang tentang hal ini, lebih jelas menyatakan.

Baca Juga :  Masih Kondisi Pandemi Covid-19, Bupati Bondowoso Larang Takbir Keliling

“Dalam hak Hakim tidak berwenang karena jenis pokok perkaranya, maka ia meskipun tidak diajukan tangkisan tentang ketidakwenanganya, karena jabatanya wajib menyatakan dirinya tidak berwenang.

Sedangkan eksepsi kewenangan relatif, yakni pengajuan eksepsi relatif diatur dalam Pasal 125 ayat (2) jo Pasal 121 HIR tergugat pada hari sidang yang ditentukan diberi hak mengajukan jawaban tertulis dan Pasal 133 HIR, sedang dalam 125 ayat (2) menyatakan: “Dalam surat jawaban, tergugat dapat mengajukan eksepsi kompetensi relatif yang menyatakan, bahwasanya perkara yang telah disengketakan tidak termasuk kewenangan relatif terhadap Pengadilan Negeri yang
bersangkutan,”.

Menurut Wang Suwandi SH MKn dengan adanya putusan yang kontroversial dan di luar batas hukum acara tersebut sangat menyedihkan tolak ukurnya kok masih ada penggunaan celah hukum yang tidak rasional hukum dibuat oleh oknum penegak hukum di era keterbukaan ini justru diduga adanya kekuatan lain yang intervensi dan tidak lepas adanya dugaan praktek mafia hukum.

Untuk diketahui dengan adanya tangkap tangan oleh KPK terhadap Hakim Agung dan Sekrestaris Mahkah Agung RI, menangapi hal tersebut Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai meminta media massa turut membantu prilaku hakim, pengawasan yang dimaksud yakni dengan memberitakan kinerja Hakim diperadilan secara objektif. Sebab bangsa kita merasakan betul kekuatan media sebagai pilar ke 4 demokrasi. (rif)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News