OJK Evaluasi Kinerja BPR dan BPRS Se-Jawa Timur  Tahun 2023 Optimalkan Perannya Dalam Perekonomian Daerah 

oleh -460 Dilihat

Kepala OJK Jatim Giri Tribroto mengatakan OJK optimistis jika BPR/BPRS di Jatim bisa mencapai target pemenuhan ketentuan modal inti hingga akhir 2024 sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/20215. (kilasjatim.com/Nova)

KILASJATIM.COM, Surabaya,– Sebagai upaya mendorong perbankan agar memiliki kinerja yang baik, berdaya tahan dan berkontribusi terhadap perekonomian daerah, Otoritas Jasa Keuangan Provinsi Jawa Timur (OJK Jatim) menggelar Evaluasi Kinerja BPR dan BPRS 2023 se-Jawa Timur pada tanggal 5 Desember 2023 dengan tema “Peningkatan Daya Saing BPR & BPRS Jawa Timur Melalui Digitalisasi dan Penguatan Human Capital”.

Kegiatan tersebut  untuk  mendorong Bank Perekonomian Rakyat (BPR) atau BPR Syariah (BPRS) di Jatim melakukan konsolidasian jika belum mampu memenuhi ketentuan modal inti minimal Rp6 miliar. Kepala OJK Jatim,

Kepala OJK Jatim Giri Tribroto mengatakan OJK optimistis jika BPR/BPRS di Jatim bisa mencapai target pemenuhan ketentuan modal inti hingga akhir 2024 sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/20215.

“Memang targetnya 2024, dan kita masih optimistis itu bisa dilakukan dan bisa dicapai mereka, makanya OJK mendukung adanya konsolidasian jika tidak kuat menambah modal inti, dan ini jadi program OJK mulai tahun ini dan seterusnya,” ujar Giri Tribroto  seusai menggelar Evaluasi Kinerja BPR/BPRS, Selasa (5/12/2023).

Dia menambahkan, secara umum kinerja BPR/BPRS di Jatim masih tumbuh cukup bagus baik dari sisi Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun penyaluran kreditnya. Namun memang masih terus perlu didorong dan dioptimalkan perannya dalam perekonomian daerah.

OJK mencatat, kinerja BPR dan BPRS di Jatim hingga September 2023 untuk penghimpunan DPK mencapai Rp17,2 triliun atau tumbuh 22,62% (yoy) dengan rasio Loan to Deposit (LDR) sebesar 78,16%. Sedangkan realisasi penyaluran kredit BPR dan BPRS di Jatim hingga September tercatat Rp16,7 triliun atau tumbuh 16,58% (Yoy).

Tingkat rasio kualitas kredit atau Non Performing Loan (NPL) gross BPR dan BPRS mencapai 10,77%. Untuk itu permodalan perlu ditingkatkan sebagai bumper mengantisipasi peningkatan NPL. Marketshare BPR dan BPRS di Jatim untuk penyaluran kredit sendiri masih rendah 3% dari total industri perbankan tetapi meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Baca Juga :  Terima Dubes Uni Eropa untuk Indonesia, Wagub Emil Bahas Potensi Kerjasama Ekonomi, Pendidikan dan Budaya

Sementara itu Direktur Pengawasan LJK 1 OJK Jatim, Nasirwan menjelaskan , jumlah BPR dan BPRS di Jatim saat ini tercatat sebanyak 279 bank. Pada 2019, ada sebanyak 114 BPR yang modal intinya di bawah Rp 6 miliar.

Hingga saat ini tersisa sebanyak 79 BPR yang belum memenuhi modal inti minimal Rp6 miliar. BACA JUGA OJK Ingin Pangkas 600 BPR, Setop Izin Baru Bank Bangkrut Tambah Lagi! OJK Cabut Izin Usaha BPR Persada Guna Perbanas Ungkap Persaingan Bank Digital, Hengkangnya Asing, dan Nasib BPR.

 “Sebagian lainnya sebanyak 22 BPR memiliki modal inti masih di bawah Rp3 miliar, jadi mereka agak lebih berat mengatasi persoalan ini. Makanya upaya pertama yang bisa dilakukan adalah mencari investor strategis untuk menjadi mitra BPR, kemungkinan berikutnya adalah konsolidasi atau penggabungan BPR yang memiliki kesamaan startegi bisnis, itu yang akan kita dorong,” paparnya.

 Kegiatan yang diikuti oleh 279 BPR dan BPRS secara hybrid tersebut dirangkai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman antara Asosiasi Industri Perbankan BPR dan BPRS dengan Perguruan Tinggi di Jawa Timur (UNAIR, UINSA, UPN).

Giri Tribroto dalam sambutannya mengatakan, sinergi antara OJK dengan industri perbankan turut berdampak pada kinerja perbankan di Jawa Timur yang masih terjaga, tercermin dari beberapa indikator antara lain kecukupan modal masih di atas threshold, likuiditas masih mencukupi, dan risiko kredit termitigasi dengan baik.

Hal tersebut turut berkontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian Jawa Timur yang tercatat sebesar 4,86% dan merupakan kontributor terbesar ke-2 dalam perekonomian nasional di Triwulan III tahun 2023.

Berbagai tantangan akan dihadapi oleh industri BPR dan BPRS baik dari sisi struktural seperti penguatan permodalan yang belum memadai, optimalisasi penerapan tata kelola, keterbatasan pada infrastruktur teknologi informasi (TI) maupun kuantitas dan kualitas SDM serta keterbatasan daya saing karena pesatnya perkembangan TI yang mendorong perubahan perilaku dan ekspektasi masyarakat akan layanan perbankan, serta persaingan antar lembaga jasa keuangan yang semakin ketat.

Baca Juga :  SATGAS PASTI  Berhasil Hentikan 7.345 Entitas Ilegal dengan Total Rp 139,03 Triliun 

Untuk menjawab atas tantangan tersebut, industri BPR/S harus melakukan konsolidasi dan bertansformasi menjadi lebih kuat sesuai dengan ekspektasi kebutuhan masyarakat saat ini seperti layanan dan produk yang mudah, cepat, murah dan dapat dilakukan dimana saja.

 OJK telah merumuskan Roadmap pengembangan industri BPR dan BPRS tahun 2021-2025 (RPBPR-S 2021-2025) sebagai upaya untuk mengembangkan industri ini menuju ke arah yang lebih baik, sehingga tercipta industri yang agile dan adaptif dalam menghadapi perubahan ekosistem ke depan.

Sejalan dengan terbitnya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UUP2SK), Bank Perkreditan Rakyat bertranformasi menjadi Bank Perekonomian Rakyat (BPR). BPR dan BPR Syariah (BPRS) diharapkan berperan aktif menumbuhkan perekonomian khususnya segmen mikro, kecil dan menengah yang merupakan backbone dari perekonomian Indonesia, sedangkan Perguruan Tinggi selaku center of excellence di bidang pendidikan dapat berperan nyata dan aktif dalam meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) BPR dan BPRS melalui program pengabdian masyarakat (salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi) yang melibatkan dosen menjadi Mentor BPR dan BPRS serta melalui program magang.

Sehubungan dengan hal tersebut, OJK Jatim berinisiatif untuk meningkatkan kerja sama antara Asosiasi Industri Perbankan BPR dan BPRS (Perbarindo dan Asbisindo) dengan Perguruan Tinggi di Jawa Timur (UNAIR, UINSA, UPN) melalui program Wani Sinau! (Wadah antara Industri Jasa Keuangan Sinergi dengan Universitas).

Sinergi ini diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi para pelaku di industri BPR dan BPRS serta Perguruan Tinggi.

Wani Sinau merupakan inisiasi tahap awal yang kedepannya akan diperluas kepada berbagai perguruan tinggi dan asosiasi-asosiasi lain setelah dilakukan evaluasi untuk penyempurnaan. (nov)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.