Foto: Ist/Pemkot Malang
KILASJATIM.COM, Malang – Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang mencatat bahwa pada bulan Januari 2024 ekonomi Kota Malang mengalami deflasi month to month (m-to-m) dan tingkat deflasi year to date (y-to-d) masing-masing sebesar 0,23 persen.
“Penyumbang utama deflasi pada Januari 2024 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil deflasi sebesar 0,144%. Komoditas yang memberikan andil deflasi paling besar adalah cabai rawit, angkutan udara, cabai merah, bensin, dan telur ayam ras,” beber Kepala BPS Kota Malang, Umar Sjaifudin, M.Si, Kamis (1/2/2024).
Dalam Berita Resmi Statistik (BRS) Perkembangan Indeks Harga Konsumen Kota Malang Januari 2024, Kepala BPS mengungkapkan angka deflasi Kota Malang secara m-to-m dan y-to-d ini lebih dalam daripada capaian Jawa Timur dan nasional. Demikian juga untuk inflasi year on year (yoy), capaian Kota Malang sebesar 2,29 persen lebih rendah dibandingkan inflasi Jawa Timur 2,47 persen dan nasional sebesar 2,57.
“Tentu ini merupakan hasil dari berbagai upaya yang dilakukan Pemkot Malang bersama TPID yang melakukan inovasi guna menekan angka inflasi. Salah satunya dengan menggelar Warung Tekan Inflasi Mbois Ilakes di beberapa pasar Kota Malang. Ternyata upaya ini sangat terlihat hasilnya untuk mengerem kenaikan harga komoditas di pasaran,” ujar Umar.
BPS mencatat adanya beberapa peristiwa yang memengaruhi tingkat inflasi Kota Malang pada Januari 2024. Diantaranya adalah produksi cabai rawit dan cabai merah yang melimpah sehingga harga turun drastis, padahal sebelumnya cabai memiliki andil besar sebagai pemicu inflasi. Selain itu, juga ada penurunan harga tiket pesawat dan penyesuaiam harga BBM non subsidi per tanggal 1 Januari lalu. Sementara itu, ada kenaikan harga tomat akibat keterbatasan persediaan.
Untuk diketahui dalam penghitungan inflasi mulai tahun ini mengacu pada hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2022. Umar menuturkan bahwa SBH dilakukan untuk memperoleh bobot nilai konsumsi yang merupakan pondasi utama akurasi penghitungan inflasi.
“Untuk menjaga akurasi data inflasi, pembaharuan bobot nilai konsumsi dilakukan berkala melalui SBH minimal setiap lima tahun. Selain itu perluasan cakupan wilayah yang dipantau sebagai upaya untuk penguatan dan peningkatan kualitas data inflasi,” terangnya. (bkj)