Gelar FGD Perwakilan The World Bank Lakukan Validasi Data Ekonomi Indonesia

oleh -141 Dilihat

Lead Economist The World Bank, Habib Rab Perwakilan The World Bank saat melakukan paparan dalam Forum General Discussion  (FGD) bersama pelaku usaha Jawa Timur di Graha Kadin Jatim, Selasa (30/4/2024).

KILASJATIM. COM, Surabaya –  Perwakilan The World Bank melakukan Forum General Discussion  (FGD) bersama pelaku usaha Jawa Timur di Graha Kadin Jatim, Selasa (30/4/2024). Dalam kesempatan tersebut, mereka ingin menggali informasi secara riil tentang kondisi ekonomi domestik dalam negeri, khususnya Jawa Timur.

Hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Kadin Jatim Adik Dwi Putranto, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan dan Promosi Luar Negeri, Prof. Tommy Kaihatu, Wakil Ketua Umum Bidang Konstruksi M Rizal, Sekretaris Apindo Jatim Dwi Ken Hendrawanto serta sejumlah pengusaha Jawa Timur.

Lead Economist The World Bank Habib Rab mengungkapkan, bahwa Bank Dunia sedang melakukan studi komprehensif tentang pertumbuhan ekonomi jangka panjang di Indonesia, termasuk di sektor swasta, diantaranya sektor manufaktur dan jasa. Studi juga dilakukan terhadap perpajakan di Indonesia.

Untuk mendorong pertukaran ide yang produktif dan mendapatkan wawasan berharga dari sektor swasta, maka Bank Dunia meminta masukan dari Kadin apakah studi yang dilakukan sudah sesuai dengan kenyataan atau ada hal yang bisa dapatkan sebagai umpan balik untuk mempertajam analisa dan data.

“Dan seperti yang telah diungkapkan oleh Kadin Jatim, beberapa poin yang telah kami kemukakan ternyata memang terjadi di lapangan. Intinya, analisa kami sudah ada pada arah yang tepat,” kata Habib Rab.

Ia menegaskan, penting untuk tetap melakukan konsultasi terhadap sektor swasta agar analisa yang dilakukan lebih tajam sehingga data tidak hanya bercerita tetapi juga berbicara tentang realita yang ada di lapangan, bagaimana dan apa yang dialami dunia usaha. “Tidak sekedar angka saja tetapi kita bisa tahu apa yang ada dibaliknya itu,” tandasnya.

Pada kesempatan tersebut, Habib Rab mengatakan kondisi Indonesia saat ini terbilang masih cukup bagus. Pendapatan per kapita masyarakat juga telah bergeser dari middle income ke level upper middle income, berbeda dengan India, Nigeria, Philipina dan Mesir dimana income per kapitanya masih di level middle income.

Baca Juga :  PETRONAS Indonesia Gelar  Local Vendor Engagement di Surabaya, Jawa Timur

Tetapi saat ini pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan Indonesia terus mengalami perlambatan. Pertumbuhan sektor manufaktur yang menjadi penyumbang utama ekonomi Indonesia misalnya, ketika dibandingkan dengan berbagai negara, maka pertumbuhannya terbilang cukup lambat, kalah dengan China, Meksiko, Mesir, Nigeria, bahkan dengan India.

Hal ini menurut Senior Economist The World Bank Alexandre Hugo Laure salah satunya disebabkan karena minimnya penelitian dan pengembangan serta rendahnya adaptasi teknologi dan inovasi yang dilakukan oleh industri besar di Indonesia. “Pengeluaran penelitian dan pengembangan terbilang rendah dibandingkan negara-negara sejenis,” tandasnya.

Pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan industri di Indonesia hanya sekitar 9%, jauh tertinggal dibandingkan kompetitor. Dan hanya 5% perusahaan yang mengeluarkan dana untuk penelitian serta pengembangan.

“Hanya sedikit perusahaan yang memperkenalkan inovasi, baik inovasi produk atau proses. Mengadopsi teknologi dan efisiensi energi juga sangat kecil di Indonesia dan hanya sedikit perusahaan yang mengadopsi praktik manajemen ramah lingkungan,” katanya.

Kondisi tersebut dibenarkan oleh Prof. Tommy Kaihatu bahwa kecenderungan perusahaan besar  di Indonesia kurang berminat melakukan inovasi karena mereka merasa sudah memiliki pasar besar dengan pertumbuhan yang baik.

“Menurut mereka, buat apa melakukan penelitian dan pengembangan. Sementara yang kecil-kecil, UMKM, peningkatan kinerja datang dari inovasi.  Tetapi mereka tidak mempunyai akses inovasi karena tidak memiliki dana untuk R&D, tidak punya akses ke pasar ekspor, tidak memiliki akses ke pendanaan dan lain sebagainya. Disamping kompetensi tenaga kerja  UMKM itu kecil atau rendah,” katanya.

Begitu juga dengan penerapan teknologi, perusahaan besar yang ada tidak berminat melakukan inovasi karena dianggap membuang-buang uang. Sementara yang kecil (UMKM) tidak bisa melakukan inovasi karena tidak memiliki resources, baik sumber dana, kompetensi SDM dan lain sebagainya.

Meski demikian, lanjut  Prof. Tommy Kaihatu, sebenarnya masih ada peluang  pengembangan sektor swasta di Jatim,, khususnya di bidang industri pengolahan atau manufaktur, perdagangan, pertanian dan agrobisnis, pariwisata serta bidang infrastruktur dan konstruksi.

Baca Juga :  Tindakan Proaktif dan Preventif, PLN Icon Plus Lakukan Penataan Kabel Fiber Optik di Tiang PLN Kota Malang 

“Selain peluang tersebut di atas, ada pula peluang yang berkaitan dengan pengembangan pasar domestik dan ekspor, serta rencana pelaksanaan hilirisasi sumber daya alam yang akan membuka peluang pengusaha Jatim untuk menggandeng investasi asing. Kita punya row material, SDM dan market,” ungkap Prof. Tommy.

Sejauh ini, lanjutnya, yang menjadi tulang punggung PDB Indonesia adalah dari pajak. Tetapi yang harus ditekankan bahwa Indonesia sebenarnya bisa memperbesar PDB dari sisi non pajak atau non fiskal, seperti hilirisasi industri dalam negeri. “Sehingga saya mengusulkan hilirisasi di semua sektor harus dipercepat,” tegasnya. Karena ketika hilirisasi terjadi, maka banyak dibuka industri turunan yang bisa menyerap tenaga kerja.

Namun demikian, kompetensi tenaga kerjanya harus dilatih dengan serius. Program pemerintah yang ditujukan untuk peningkatan kompetensi harus terus dimaksimalkan, seperti yang telah dilakukan Kadin Jatim untuk menjadi satgas revitalisasi pendidikan vokasi.

Adik Dwi Putranto menegaskan, bahwa kadin memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dalam negeri melalui percepatan pelaksanaan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Melalui Kadin Institute, sejumlah upaya telah dilakukan, mulai dari menyiapkan pelatih tempat kerja hingga harmonisasi kurikulum. Sertifikasi tenaga kerja  juga terus dilakukan untuk mencetak tenaga kerja yang berkualitas dan berdaya saing.

Peningkatan kinerja, tambah Adik, juga bisa dilakukan dengan  menguasai pasar dalam negeri karena saat ini pasar di luar negeri tengah melambat. Tetapi Indonesia memiliki tantangan, melalui platform e-commerce, maka transaksi yang terjadi antara dua negara tidak lagi Business to Business tetapi polanya sudah menjadi Business  to Consumer (B to C). Dengan B to C, maka seakan-akan impor Indonesia kecil tetapi ketika jika disadari, ternyata volumenya sangat besar. Sehingga menghambat produk dalam negeri.

“Oleh karena itu harus ada kebijakan yang benar-benar pro terhadap industri domestik kita dalam rangka merebut kembali pasar lokal,” pungkas Adik.(nov)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.