Angkat Isu Budaya dan Sosial, PCU Screening Empat Film Dokumenter Karya Mahasiswa

oleh -252 Dilihat

KILASJATIM.COM, SURABAYA – Mengangkat isu budaya, serta kehidupan sosial masyarakat Surabaya dan sekitarnya, yang diberi tajuk: Bertahan, mahasiswa Communication Science PCU tayangkan empat karya film, Kamis (25/1/2024) dalam screening film Dokumenter di CGV Maspion Square Surabaya.

Empat film yang ditayangkan pada  screening ini masing-masing berdurasi kurang lebih 20 menit. Menampilkan kisah perjuangan dalam bertahan, bertahan dari kesengsaraan maupun ancaman kepunahan.

“Lewat kelas ini juga, mahasiswa dapat berinteraksi secara intens dengan masyarakat. Sehingga kedepannya, mereka mampu menampilkan cerita hidup yang menarik dari tiap narasumber, maupun tema yang diangkat,” terang Daniel Budiana, S.Sos., M.A., Dosen PCU dalam mata kuliah Produksi Film Dokumenter.

Para mahasiswa yang terdiri dari empat kelompok dengan masing-masing beranggotakan lima orang itu mengangkat isu tentang budaya, maupun kehidupan sosial masyarakat Surabaya dan sekitarnya.

Seperti kehidupan perempuan kuli panggul di Pasar Pabean Surabaya, petani garam di Kecamatan Asemrowo, pelestarian permainan tradisional Indonesia, serta olahraga tradisional Gulat Okol.

Anastasia Trifena Feodora, Sherlynn Yuwono, Angelina Christia Abraham, Rio Ferdinan, dan Marcellino Dwi Putra memberi judul karyanya: Hadiyah, yang bercerita soal perempuan kuat berbeban ganda, sebagai seorang Ibu sekaligus kuli panggul di Pasar Pabean, Surabaya.

Hadiyah mengumpulkan uang dengan memikul puluhan kilo karung di kepalanya. Hadiyah tak menyerah meski beban hidup yang dihadapi sangat berat. Bayang-bayang akan anak balitanya, membuat Hadiyah semangat berjuang untuk hidup.

Film berjenis poetic documentary berjudul: Pelangi Garam, dibuat oleh karya Monica Christiana, Adrian Christano, Immanuel Chrisardo, Tiara Sitoresmi H., dan Kornelia Zefanya. Film ini berkisah kehidupan Kampung Pelangi di Kecamatan Asemrowo, yang sejak puluhan tahun lalu menjadi daerah penghasil garam di Surabaya.

Baca Juga :  Jadi Hacker Legal, Sistekin Untag Surabaya Ingatkan Pentingnya Etika dan Keamanan Siber

Tambak seluas 20 hektar itu digarap para petani garam dari Madura. Dalam setiap butir garam yang terbentuk, tersimpan kisah perjuangan dan kebahagiaan para petani. Bagi para petani garam tersebut, bahagia itu bukan tentang mendapat semua yang diinginkan, tapi tentang mensyukuri segala sesuatu yang telah diberikan kepada mereka.

Lewat film dokumenter:  Gambreng, Rachel Helensky, Isabella Emilia, Daniel Budiman Prayogo, Achmad Dirja, dan Chelsea Amanda Putri, berkisah tentang salah satu warisan budaya Indonesia, yaitu permainan tradisional atau dolanan. Permainan tradisional tak hanya media hiburan, tapi ada pelajaran berharga di dalamnya.

Sayangnya, di era kemajuan teknologi ini, permainan tradisional mulai terlupakan. Anak-anak mulai teralihkan dengan kecanggihan teknologi. Bukan tidak mau bermain permainan tradisional, tapi tidak ada yang mengenalkannya pada mereka.  Lalu, bagaimana nasib permainan tradisional kedepannya? Siapa yang akan melestarikan dan peduli permainan tradisional??

Karya film berjudul: Gulat Okol:  Brotherhood Rivalry, tentang duel di atas gelanggang jerami. Mata bertatap-tatapan mengawasi dan menunggu momentum yang tepat. Tanpa senjata tajam, hanya kekuatan fisik sebagai bekal menjatuhkan lawan.

Dua orang yang saling adu ketangkasan dalam teknik pegangan dan bantingan yang dikenal dengan Gulat Okol ini, dikisahkan dalam film dokumenter karya Adisca Putra Dwitama P., Tessalonica Gloria K., Petrus Tegar Mulyojoyo, Ivane Jocelyn, dan Beatricia Markus.

Anastasia Trifena Feodora, mahasiswi sekaligus Produser dari salah satu film yang ditayangkan dalam screening ini, mengaku sangat senang dan lega. “Banyak proses harus kami lalui bahkan sejak awal semester lima, salah satunya adalah survey. Kami menemui kurang lebih 4-5 kuli panggul per harinya untuk mendengarkan cerita mereka. Semua proses itu terbayarkan dengan ditayangkannya film kami di CGV, yang harapannya bisa menginspirasi masyarakat. Kami juga mengajukannya untuk masuk ke festival film,” papar Anastasia Trifena.

Baca Juga :  Unitomo Kukuhkan Guru Besar Teknologi Pangan

Daniel Budiana, S.Sos., M.A., Dosen PCU dalam mata kuliah Produksi Film Dokumenter menuturkan bahwa film dokumenter bukan seperti film fiksi yang dapat dikarang ceritanya, melainkan semua hasil syuting adalah nyata kebenarannya dan tidak direkayasa.

“Dengan segala proses yang telah dilalui oleh para mahasiswa dalam memproduksi film dokumenter ini, harapannya mereka tidak lagi canggung untuk berinteraksi dan memahami peristiwa yang ada di sekitarnya,” tutup Daniel Budiana.(tok)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News