10 Tahun Layanan Parkinson di National Hospital Surabaya, Tindakan Operasi DBS  Bantu Pasien Parkinson Beraktifitas Kembali

oleh -608 Dilihat

dr. Achmad Fahmi, Spesialis Bedah Saraf dari grup Surabaya Neuroscience Institute (SNei) (Baju batik)   bersama penyintas Parkinson di National Hospital saat merayakan Hari Kesadaran Parkinson SE Dunia , Rabu (19/4/2013) (kilasjatim.com/Nova)

KILASJATIM.COM.Surabaya – Kabar gembira bagi penderita Parkinson, pada peringatan Hari Kesadaran Parkinson di seluruh dunia teoatnya 11 April, National Hospital salah satu rumah sakit yang memberikan pelayanan penanganan  Parkinson  di Indonesia memberikan solusi bagi penderita Parkinson melalui tindakan operasi Deep Brain  Stimulation (DBS) dan Stereotaktik  Brain Lesioning pertama dan terlama.

CEO  National  Hospital  Ang Oey Tiong dalam sambutannya mengatakan , Parkinson & Movememt  Disorder  salah satu layanan unggulan yang dimiliki rumah sakit NH  dalam memberikan pelayanan  medis untuk penanganan Parkinson  dan gangguan gerak.

“National Hospital mampu menggelar operasi parkinson di Indonesia. Kini penderita tremor (gerakan tak terkendali) akibat penyakit parkinson bisa melakukan operasi penyembuhan di Surabaya. Selama 10 tahun kami.melayani 11.202  kunjungan pasien di NH dari jumlah tersebut 234  pasien menjalani  operasi Stereotaktik  Brain lession dan 44 pasien  operasi Deep Brain Stimulation  dengan total tindakan untuk pengurangan alat Stereotaktik  sebanyak 305  tindakan operasi,” ujar Litjung panggilan akrabnya, Rabu  (19/4/2023).

Pada kesempatan yang sama  Dr Achmad Fahmi, ahli bedah saraf dari grup Surabaya Neuroscience Institute (SNei) tercatat dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai dokter pertama yang mampu melakukan operasi parkinson.

“Memang parkinson ini tidak tergolong penyakit yang mengancam jiwa, tapi penyakit ini membuat kualitas hidup penderitanya menurun,” ujarnya kepada wartawan seraya menambahkan, operasi bedah saraf dengan metode stereotaktik ini mampu menyembuhkan penderita parkinson yang mengalami tremor. Operasi ini dilakukan dalam kondisi pasien sadar.

Baca Juga :  Pemkot Klaim Kota Surabaya Bisa Kendalikan Kasus DBD

“Bahkan ada pasien yang meminta operasi sambil memainkan gitar. Ini untuk membuktikan bahwa operasi ini berhasil,” paparnya.

Teknik pembedahan Parkinson dan Movement Disorder dengan teknik thalamotomy dan stereotaktik, yang biasa disebut dengan Stereotactic Brain Lession. Metode pembedahan yang pertama kali di Asia Tenggara ini memiliki kelebihan meminimalkan luka bedah dan terapi tanpa mengkonsumsi obat sama sekali.

“Kami hanya melakukan pembedahan satu sentimeter di kepala bagian otak bernama thalamus dan dilakukan dengan kondisi pasien sadar penuh. Pembedahan ini juga memakan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan metode penanganan biasanya seperti Deep Brain Stimulation (DBS),” paparDr. Achmad Fahmi .

Menurut Dr. Ahmad Fahmi, saat ini belum ada obat minum atau suntik yang bisa menyembuhkan parkinson secara menyeluruh. Terapi dengan menggunakan obat-obatan (drug therapy), seperti terapi obat untuk parkinsonian tremor menggunakan levodopa, dopamine agoinst dan sediaan anticholinergic, hanya digunakan pada jenis tremor tertentu. Ini juga digunakan  sebatas mengurangi dan mengendalikan gejala saja serta tidak untuk menyembuhkan.

Terdapat dua pilihan yang dapat dilakukan untuk penanganan movement disorder, yakni Deep Brain Stimulation (DBS) untuk kelambatan dalam bergerak dan Stereotactic Brain Lession, yang juga paling efektif untuk penderita Tremor. Perbedaannya teknik metode DBS, pasien diharuskan untuk ditanam alat untuk menstimulasi otak. Sementara, pada Stereotactic Brain Lession tidak. Metode DBS  dan Stereotactic Brain Lession  memakan biaya yang cukup besar, yakni Rp 800 juta.

“Patut disyukuri saat ini National Hospital sudah dapat memfasilitasi alat-alat radiologi berteknologi terbaru seperti Magnetic Resonance Imaging (MRI) 3 Tesla Wide Bore yang merupakan pertama di Indonesia,” jelas Fahmi.

“Dengan teknologi yang ada ini diharapkan dapat membantu penderita parkinson yang tidak dapat melaukan aktivitas, seperti makan, jalan, dan beraktivitas seperti sedia kala. Seringkali pasien banyak yang putus harapan dan bahkan ingin bunuh diri karena penyakitnya  sudah hampir satu tahun,” pungkas Fahmi. (nov)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.