KILASJATIM.COM, Gresik – Dalam rangka memperingati Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2025, DPRD Gresik bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Gresik menggelar diskusi terkait sinkronisasi pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan melibatkan berbagai stakeholder. Diskusi ini bertujuan menyamakan persepsi dalam pelaksanaan alur layanan jaminan kesehatan bagi masyarakat.
Diskusi ini dihadiri oleh Ketua DPRD Gresik, M. Syahrul Munir, Wakil Ketua DPRD Gresik, Luthfi Dawam dan Mujid Riduan, serta Ketua Komisi IV DPRD Gresik, M. Zaifuddin, didampingi Wakil Ketua Komisi IV, Pondra Priyo Utomo. Selain itu, turut hadir BPJS Kesehatan Cabang Gresik, Kepala Dinas Kesehatan, perwakilan puskesmas dan rumah sakit, serta Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Gresik.
Ketua DPRD Gresik, M. Syahrul Munir, menyoroti banyaknya keluhan masyarakat mengenai kesulitan mengakses layanan kesehatan. Ia mencontohkan bahwa beberapa pasien harus membayar biaya sendiri meskipun telah terdaftar dalam program BPJS.
“Terkait masalah pelayanan kesehatan, terutama menyangkut skema rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau puskesmas ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) seperti rumah sakit, masih menjadi kendala,” ujarnya.
Diskusi ini bertujuan untuk menyelaraskan pemahaman berbagai pihak dalam alur layanan jaminan kesehatan masyarakat, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional Pasal 144. Berdasarkan regulasi tersebut, jenis penyakit tertentu harus ditangani di FKTP, sementara rujukan ke rumah sakit hanya diberikan jika terdapat kondisi gawat darurat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik, dr. Mukhibatul Khusnah, menegaskan bahwa beberapa penyakit yang masuk dalam daftar 144 penyakit yang harus ditangani di puskesmas, seperti tetanus, bell’s palsy, dan refraksi, sering kali tidak dapat ditangani karena keterbatasan fasilitas.
“Misalnya tetanus, yang membutuhkan ruang isolasi, tidak bisa ditangani di puskesmas sehingga harus dirujuk ke rumah sakit. Kami sudah menyepakati tata laksana kegawatdaruratan dan diagnostik non-spesialistik dengan BPJS Kesehatan dan telah membagikannya kepada FKTP. Namun, ada batasan rujukan, di mana rujukan gawat darurat bisa dilakukan 24 jam di IGD, sedangkan rujukan poli hanya bisa dilakukan pada hari kerja,” jelasnya.
Sementara itu, Kabag Penjaminan Manfaat dan Utilisasi (PMU) BPJS Kesehatan Cabang Gresik, dr. Dodyk Sukra Goutama, menjelaskan bahwa aturan mengenai 144 penyakit yang harus ditangani di puskesmas sudah berlaku sejak awal program BPJS Kesehatan berjalan. Ketentuan rujukan dari FKTP ke rumah sakit tetap harus memenuhi aspek kegawatdaruratan yang ditentukan oleh dokter FKTP.
“Terdapat proses verifikasi lebih ketat dalam pengajuan klaim dari rumah sakit ke BPJS Kesehatan. Algoritma sistem verifikasi bisa menyebabkan klaim tertunda secara otomatis, tetapi jika rumah sakit sudah melakukan konfirmasi dan verifikasi, maka pelayanan tetap bisa diberikan,” ungkapnya.
Dengan adanya diskusi ini, diharapkan sinkronisasi antara DPRD, Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan seluruh fasilitas kesehatan di Gresik dapat meningkatkan akses layanan kesehatan bagi masyarakat serta mengurangi kendala yang selama ini dihadapi dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional. (das)