Mata Uang Rupiah Masih Melemah, Ini Dua Faktor Pemicunya

oleh -321 Dilihat

KILASJATIM.COM, Jakarta – Mata uang rupiah ditutup melemah pada perdagangan Senin sore, 4 Maret 2024. Ibrahim Assuaibi Direktur PT Laba Forexindo Berjangka mengatakan mata uang rupiah melemah sebesar 38 point dari yang sebelumnya 40 point, mencapai level Rp 15.742 dari penutupan sebelumnya di level Rp 15.704.

Sedangkan untuk perdagangan hari ini, Selasa, 5 Maret, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif. Namun, ditutup melemah direntang Rp 15.730 – Rp 15.790. Ibrahim menjelaskan ada dua faktor yang membuat rupiah melemah, yakni faktor internal dan eksternal.

Pada faktor internal, manufaktur Indonesia meningkat sejak awal tahun. Data Purchasing Managers’ Index (PMI) mengungkap, manufaktur Indonesia mencapai skor 52,7 pada Februari, dibanding Januari yang mencapai 52,9. Skor PMI Manufaktur itu didukung produksi manufaktur yang cenderung naik pada Februari.

Selain itu, tingkat pertumbuhan cenderung solid meski mengalami penurunan dari Januari. Berdasarkan rilis dari S&P Global – suatu perusahaan intelijen keuangan, kenaikan itu didorong oleh jumlah pekerjaan baru yang masuk. Akibatnya, permintaan baru naik selama sembilan bulan berturut-turut.

Sebaliknya, permintaan asing terhadap produksi manufaktur justru mengalami stagnasi. S&P mengungkap, sebagian besar stok di beberapa konsumen negara tujuan ekspor masih cukup melimpah sehingga tidak mendorong pesanan baru.

“Permintaan domestik yang solid memang mendukung pertumbuhan, tetapi permintaan asing yang mengalami stagnasi pada Februari harus selalu dicermati,” kata Ibrahim melalui keterangan tertulis pada Senin, 4 Maret 2024.

Stagnasi itu memang belum berdampak langsung terhadap kenaikan harga keluaran di atas rata-rata, tetapi dengan mengalihkan beban biaya secara terus menerus bisa memicu kenaikan signifikan pada biaya di bulan mendatang. Akibatnya, muncul pertumbuhan permintaan.

Baca Juga :  Kabar Gembira! Jelang Pemilu 2024, Rupiah Menguat

Secara umum, sentimen di antara perusahaan manufaktur Indonesia pada bulan ini membaik. “Sejalan dengan indikator-indikator yang mengarah pada masa depan, seperti pesanan baru, menunjukkan bahwa keluaran akan terus berkembang dalam jangka pendek,” ucap Ibrahim.

Sedangkan, faktor eksternal terjadi karena kondisi geopolitik akibat konflik Israel-Hamas yang semakin meningkat. Serangan Houthi terhadap pelayaran Laut Merah juga membuat kekhawatiran bagi pertumbuhan ekonomi global.

Data sentimen konsumen juga terlihat lebih lemah dari perkiraan dan data indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi atau PCE terlihat sejalan. Fenomena itu menimbulkan anggapan lain yang berhubungan dengan spekulasi tentang suku bunga oleh Ketua The Fed, Jerome Powell.

“Para analis memperkirakan dia akan menegaskan kembali bahwa suku bunga akan tetap bertahan dalam jangka pendek,” kata Ibrahim.

Minggu ini, fokusnya tertuju pada data nonfarm payrolls untuk Februari. Hasilnya akan dirilis pada hari Jumat, mengingat kekuatan pasar tenaga kerja juga merupakan salah satu petimbangan The Fed untuk menyesuaikan suku bunga.

Para pedagang disebut sedang menghindari taruhan besar menjelang Kongres Rakyat Nasional tahun 2024. Beijing diperkirakan akan meluncurkan lebih banyak langkah stimulus untuk mendukung pemulihan ekonomi yang melambat, terutama kepada negara yang sedang berusaha menyelesaikan krisis pasar properti, serta tren deflasi yang memburuk. (bbs/nic)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.