Foto: kilasjatim/tqi
KILASJATIM.COM, Malang – Mendung sepanjang hari, dan secangkir kopi bersama diskusi tentang Sapardi Djoko Damono (SDD) menemani obrolan kami.
“Aku Ingin”, puisi karya SDD belakangan menghiasi undangan pernikahan, di bulan Besar (dalam kalender Jawa):
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Begitu puisi cinta yang dibuat pada 1989. Konon ide puisi itu tercipta dari kisah cinta Mirna dan Umbu, kawannya semasa di Jogja.
Masa itu, teknologi belum terlampau menyentuh manusia. Komunikasi melalui surat-menyurat. Baik tukang pos atau melalui kawan. Seperti dongeng, kawan yang biasa dititipi surat pun jatuh hati pada perempuan yang sama.
Pesan dalam lembar kertas itu pun tak lagi sama. Salah paham, pasangan itu tak lagi sejalan. Pisah. Mirna memilih lelaki lain, begitu Umbu. Hingga satu waktu mereka kembali bertemu, dan tak mungkin bersatu lagi.
Konon, SDD menjadi orang yang menyaksikan perjalanan cinta dua manusia itu. Dalam nya perasaan Umbu-Mirna, membuatnya merangkai kata sederhana penuh makna. Lahirlah Aku Ingin.
Kini, ketiga sahabat itu telah bertemu dalam dunia keabadian. Mirna, Umbu dan SDD.
Kisah ini pernah disampaikan Ratna Indraswari Ibrahim (almarhum), seorang penulis yang tinggal di Malang, dalam suatu obrolan. Soal kebenaran, jangan tanya saya. Waktu itu saya hanya bocah, yang mendengar obrolan orang dewasa. (tqi)