Marsinah Dalam Obrolan, Pernakah Ia Membaca Das Kapital?

oleh -1091 Dilihat

KILASJATIM. COM, Malang – Kami berbincang tentang Marsinah. Buruh pabrik jam di PT Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo yang diculik dan jenazahnya ditemukan tiga hari kemudian, pada 8 Mei 1993, di Wilangan, Nganjuk. Dengan luka penyiksaan luar biasa berat.

“Waktu ke sana (makamnya), ada rasa sakit batin dan fisik. Luka itu masih terasa, bagaimana ia dihabisi, mbrebes mili, ” kata A Elwiq pr, penulis asal Malang yang biasa dipanggil Mbak Donik, Kamis (1/5/2025).

Hal itu ia sampaikan saat ngobrol tentang Marsinah. Sosok perempuan berperawakan tidak terlalu tinggi, namun menggetarkan negeri. Membuat penguasa dan pengusaha harus turun tangan atas kecerdasannya.

Era itu 1993, jaman Orde Baru kebebasan berpendapat tidak seperti sekarang, yang bebas menghujat dan mengkritik terang-terangan orang pemerintahan di media sosial. Sedikit berisik sudah hilang.

Begitu pula dengan membaca buku tidak semudah sekarang. Bebas menenteng buku sosial dan berbau kekiri an. Bisa bahaya, dicap PKI. Mengerti kan, stempel itu sangat menakutkan, bisa-bisa diamankan tanpa peradilan.

Pada Marsinah, si pemberani yang memperjuangkan hak buruh, seperti kenaikan gaji, cuti haid dan cuti melahirkan menjadi sesuatu yang baru. Sebab, itu ia dianggap merugikan pabrik.

Yang menjadi pertanyaan kami. Bagaimana ia memiliki kesadaran akan hak buruh.Tentu ada orang lain yang mendorongnya demikian.

“Buku dan diskusi, itu yang membangun kesadarannya berani berteriak,” kata saya.

“Tentu ada orang hebat yang menemukan dia. Tidak mungkin tiba-tiba Marsinah memimpin demo dan berorasi. Semua itu membutuhkan energi, darimana? Tak terjawab hingga kini,” ungkapnya.

Kami tak berani berspekulasi siapa yang membuat Marsinah demikian. Yang pasti ia mempunyai kawan-kawan solid. Sepemikiran dan berani. Dalam ingatan saya, saat membaca koran waktu itu. Dalam kamar kos Marsinah yang di grebek petugas, ditemukan beberapa buku dan catatan harian. Mengenai apa isinya entahlah, konon catatan tersebut telah dimusnahkan.

Baca Juga :  Gubernur Berikan Beasiswa Untuk Putra-Putri Buruh

Mengenai buku, diantara buku yang ditemukan ada foto kopian karya Karl Marx, Das Kapital. Masa itu buku tersebut belum terjual bebas seperti sekarang. Membacanya apalagi memiliki menjadi sesuatu. Antara senang, bangga dan takut. Takut di sita takut dipenjara.

Jaman Soeharto buku dicap kiri hanya bisa dimiliki dengan jalan digandakan alias foto kopi. Dan, tidak semua jasa foto kopian menerima penggandaan buku kiri, termasuk Das Kapital dan bukunya Pramoedya Ananta Toer.

Entah bagimana buku tersebut ada di sana. Tentu ada yang meminjamkan. Kawan sesama buruh? Kecil kemungkinan. Paling mungkin aktivis mahasiswa. Sebab mereka yang punya akses untuk itu. Tapi siapa? Entahlah. Kami jauh dari lingkaran tersebut. Usia kami masih 14 tahun saat peristiwa itu terjadi. Semua berita tentang Marsinah diperoleh dari koran.

Saya teringat cerita Ratna Indraswari Ibrahim, penulis asal Malang. Semasa hidup beliau sempat bercerita tentang buku foto kopian Das Kapital yang lenyap dari rak bukunya. Siapa yang meminjam tidak ada yang mengaku. Waktu itu rumah penulis tersebut kerap dijadikan markas bagi aktivis dari berbagai kampus di Malang.(TQI)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.