Kebijakan Walikota Berdampak Kota Tidak Smart City

oleh -1106 Dilihat

Jerry Mangasas Swandy, Ketua Umum APJATELdalam diskusi publik dengan tajuk “Surabaya Bukan Smart City, Gak Bahaya Tah”  (ist/dok)

KILASJATIM.COM, Surabaya – Kota Surabaya gagal masuk menjadi salah satu kota di Indonesia yang mendapatkan gelar kota pintar versi Smart City Index. Salah satu faktor yang membuat Surabaya gagal masuk ke dalam jajaran kota pintar dunia tersebut salah satunya lantaran sulitnya menggelar jaringan telekomunikasi di kota terbesar ke 2 di Indonesia tersebut. Lalu bagaimana sejatinya duduk perkara penggelaran infrastruktur telekomunikasi di Kota Pahlawan tersebut?

Dalam diskusi publik yang baru-baru ini dilaksanakan dengan tajuk “Surabaya Bukan Smart City, Gak Bahaya Tah?”, Jerry Mangasas Swandy, Ketua Umum APJATEL mengakui mengalami kesulitan dalam menggelar jaringan telekomunikasi di Kota Surabaya. Hambatan penggelaran jaringan telekomunikasi di Kota Surabaya disebabkan Perda 5 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Jaringan Utilitas dan Perwali 80 tahun 2016 tentang Formula Tarif Sewa BMD Berupa Tanah dan/ Bangunan sebagaimana diubah dengan Perwali 1 tahun 2022.

“Pada saat itu Walikota Tri Rismaharini menginginkan adanya tambahan PAD berupa pengenaan sewa tanah terhadap pembangunan jaringan telekomunikasi di Kota Surabaya. Kebijakan tersebut bertentangan dengan UU 28 tahun 2009 dimana tanah yang tidak mengubah fungsi tanah seperti penanaman/pembentangan kabel listrik/telepon di tepi jalan umum dikecualikan dari pemanfaatan kekayaan daerah, sehingga tidak dapat dikenakan sewa tanah,” ujarnya seraya menambahkan, saat ini telekomunikasi merupakan kebutuhan primer masyarakat agar dapat terkoneksi, harusnya Walikota memiliki paradigma yang sama bahwa telekomunikasi merupakan kebutuhan dasar.

” Akibat Perda dan Perwali tersebut saat ini belum semua wilayah di Surabaya punya infrastruktur broadband,”ucap Jerry.

Baca Juga :  Karang Taruna Adalah Mitra Strategis Pembangunan

Adanya Perda dan Perwali tersebut, sudah banyak jaringan telekomunikasi anggota APJATEL yang diputus oleh SATPOL PP Kota Surabaya secara paksa. Sejatinya seluruh penyelenggara jaringan telekomunikasi yang tergabung di APJATEL akan tunduk terhadap aturan yang dibuat oleh pemerintah baik itu pusat maupun daerah.

“Perda ini memperbolehkan Pemkot untuk tidak melakukan apapun namun bisa mendapatkan PAD. Tentu saja ini menjadi preseden buruk penggelaran infrastruktur telekomunikasi di Kota Surabaya. Dahulu sewaktu Walikota Risma, Surabaya pernah mendapatkan predikat Smart City. Namun sekarang Surabaya tidak masuk. Harusnya tidak masuknya Surabaya menjadi Smart City menjadi bahan evaluasi Walikota Eri,” tegas Jerry.

Di Kota Surabaya, lanjut Jerry anggota APJATEL telah berusaha untuk mengurus perizinan melalui Surabaya Single Window. Namun kini pengurusan perizinan penggelaran jaringan telekomunikasi di Surabaya sulit diajukan anggota APJATEL. Kesulitan ini disebabkan adanya aturan dari Perda dan Perwali yang mewajibkan operator telekomunikasi yang hendak menggelar jaringan fiber optik harus membayar sewa tanah terlebih dahulu.

Sehingga ketika belum membayar sewa ke Pemkot Surabaya, anggota APJATEL tidak bisa menggelar jaringan. Akibatnya layanan broadband di Surabaya tidak merata. Padahal masih banyak masyarakat Surabaya yang belum mendapatkan layanan broadband.

“Kita bukannya tidak mau memberikan kontribusi ke PAD Kota Surabaya. Hingga saat ini regulasi pengenaan  sewa di Kota Surabaya juga belum clear. Dampaknya ketika belum bayar, anggota kami tidak bisa menggelar jaringan di Kota Surabaya. Bahkan parahnya lagi ada beberapa anggota kami yang kabel telekomunikasinya diputus secara paksa oleh SATPOL PP. Saat ini APJATEL juga mempertanyakan dana yang disetorkan sebagian anggota kita apakah masuk ke kas daerah,” papar Jerry.

Pemutusan kabel telekomunikasi yang terjadi di Kota Surabaya oleh SATPOL PP ini selain berpotensi mengganggu pelayanan publik, tindakan tersebut juga berpotensi pidana. Sebab di dalam UU Telekomunikasi jelas disebutkan pengerusakan sarana dan prasarana telekomunikasi akan diancam pidana.

Baca Juga :  Kembali Dihelat di Jatim, Gubernur Khofifah Optimis Fesyar Regional Jawa 2023 Semakin Kuatkan Ekosistem Halal di Jatim

Selain itu pemutusan kabel telekomunikasi di Kota Surabaya berpotensi menghambat pertumbuhan perekonomian dan aktivitas masyarakat. Tidak dipungkiri sebagai masyarakat modern, sarana dan prasarana telekomunikasi yang andal dikatakan Jerry sangat dibutuhkan.

“APJATEL tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Kami mengharapkan adanya jalan tengah yang terbaik bagi penggelaran jaringan telekomunikasi di Kota Surabaya. APJATEL mengharapkan agar Walikota Surabaya saat ini Eri Cahyadi, dapat mempertimbangkan untuk merevisi Perda dan Perwali yang dibuat walikota sebelumnya dan membentuk satu regulasi yang mengatur mengenai tata Kelola infrastruktur digital. Alangkah baiknya jika DPRD Kota Surabaya dapat menjembatani komunikasi kami dengan Pemkot Surabaya,”pinta Jerry.

Jika Pemkot Surabaya dapat memberikan kemudahan dalam penggelaran infrastruktur telekomunikasi, Jerry memastikan anggota APJATEL siap mendukung Pak Eri untuk mewujudkan Surabaya sebagai smart city. Jerry mengambil contoh seperti di Kota Jakarta, anggota APJATEL telah memberikan layanan free wifi di beberapa tempat pelayanan publik.

“Dengan duduk bareng bersama APJATEL, Pemkot dan DPRD Kota Surabaya kami optimis akan ada jalan terbaik untuk mewujudkan Surabaya menjadi smart city. Misalnya dengan memberikan free wifi di beberapa tempat pelayanan publik,” pungkasnya. (nov)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.