KILASJATIM.COM, Jember – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember bersama Kementerian Kesehatan berupaya mengatasi masalah hepatitis di Jember. Upaya untuk itu dibahas dalam pertemuan yang berlangsung di Ruang Tamyaloka Pendapa Wahyawibawagraha, Senin 23 Desember 2019.
Pertemuan melibatkan Bupati Jember, dr. Faida, MMR., bersama jajaran Dinas Kesehatan dengan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Kementerian Kesehatan, Dr. Anung Sugiantono, M.Kes.
Dalam pertemuan tersebut, bupati menyampaikan harapannya agar ada keputusan yang paling efektif untuk mengatasi masalah hepatitis.
“Kita memilih risiko non medisnya diabaikan dulu. Kita bicara risiko medisnya, kesehatan lingkungannya, maupun epigimicnya. Itu yang kita fokuskan,” kata bupati.

Bupati berharap ada keputusan yang paling efektif untuk menjadi kebijakan pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Kementerian Kesehatan, Dr. Anung Sugiantono, M.Kes., menjelaskan beberapa hal yang didiskusikan dalam pertemuan itu.
“Ada dua hal mendasar. Persoalan aspek-aspek karakteristik yang tidak bisa dihindari, karena hepatitis munculnya di kos-kosan tempat banyak anak kos yang makan di daerah sekitarnya. Kedua, faktor perilaku,” terangnya.
Sementara secara administratif, lanjutnya, beberapa hal teknis perlu ditekankan. Seperti masalah pelaporan kepada para pengelola fasilitas kesehatan, baik pratama, utama, rumah sakit, maupun puskesmas. Pengelola fasilitas kseshatan ini diharapkan untuk melaporkan kejadian yang terjadi seperti hepatitis.
BACA JUGA: Apresiasi Kader Posyandu, Bupati Jember Berikan Asuransi Kesehatan dan Ketenagakerjaan
Langkah yang perlu dilakukan kemjdian adalah menetapkan merebaknya hepatitis ini sebagai kejadian luar biasa (KLB). Penetapan ini untuk efektifitas penanganan yang sifatnya infrasektor.
Setelah penetapan KLB, problem yang harus diselesaikan adalah faktor risiko. “Faktor risiko yang ditemukan adalah berkaitan dengan penjamah makanan,” ungkapnya.
Maka, langkah yang akan dilakukan adalah meminimalisir penjamah makanan yang tidak higienis. Salah satunya, penjamah makanan ini perlu di-screaning.
“Apabila positif harus diamankan dulu tidak boleh menjajakan makanan terlebih dahulu, supaya penularan tidak terjadi lebih luas,” jelasnya.

Tekait faktor perilaku, Anung Sugiantono menjelaskan, masih ditemukan masyarakat yang masih buang air besar di sungai, yang menjadi potensi adanya penyakit.
Untuk mengatasi perilaku ini, diharapkan terus menggerakkan penyuluh kesehatan agar setiap saat menyampaikan pesan-pesan sederhana tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
PHBS yang perlu diterapkan yakni dengan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, baik sebelum atau setelah makan. Pastikan meminum air yang sudah dimasak. Masyarakat juga harus buang air besar di tempat yang benar. (hms/kj16)