Aroma Sedapnya Tembakau Terhantam PP 28/2024, Nasib Ribuan Pekerja Terancam 

oleh -198 Dilihat

Ilustrasi tanaman Tembakau (dok)

KILASJATIM.COM, Surabaya – Tak dipungkiri Provinsi Jawa Timur memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau (CHT) dimana industri hasil tembakau memiliki porsi yang sangat besar bagi Jawa Timur. Bisa dibilang

Industri hasil tembakau (IHT) di Jawa Timur  bukan hanya strategis dari sisi ekonomi, tetapi juga menjadi denyut nadi bagi penyerapan tenaga kerja dan stabilitas sosial masyarakat.

Data menunjukkan bahwa target penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025 mencapai Rp230,09 triliun dari total target penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp301,6 triliun. Dari jumlah tersebut, Jawa Timur ditargetkan menyumbang 60,18 persen, menjadikannya sebagai wilayah dengan kontribusi terbesar secara nasional.

Selain itu, Jawa Timur juga memiliki 977 perusahaan tembakau yang tersebar di hampir seluruh kabupaten dan kota, mencerminkan tingginya tingkat keterlibatan ekonomi daerah terhadap sektor pertembakauan nasional.

Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jatim I Untung Basuki mengatakan, Jawa Timur tidak bisa dilihat dengan sebelah mata, mengingat kontribusinya terhadap penerimaan negara cukup besar dan potensial.

“Dari sektor ini cukup banyak.menyerap tenaga kerja  yang merupakan sektor padat karya dan sebagian besar adalah perempuan sebagai buruh linting Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang jumlahnya mencapai ribuan dan bekerja di beberapa pabrik tembakau yang tersebar di daerah daerah di Jawa Timur,” ujar Untung Basuki dalam satu kesempatan.

Hermin (30 th) bersama keluarganya tinggal di kawasan Wonokromo adalah buruh linting rokok  di pabrik besar kawasan Rungkut , sekaligus sebagai tulang punggung ekonomi keluarga, karena bekerja di industri rokok menjadi sumber penghasilan utama dalam keluarga kecilnya. Suaminya kerja serabutan yang tidak tentu penghasilannya.

Pendapatannya sebagai pelinting dirasa sudah sangat  cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta biaya sekolah dua anaknya yang duduk dibangku SD .  bahkan tiap bulan perempuan asal Nganjuk Jawa Timur ini bisa menyisihkan sedikit dari pendapatannya untuk ditabung.

Baca Juga :  TNI AL dan BKKBN Galakkan Program Keluarga Keren Bebas Stunting di Madura, Gubernur Khofifah: Strong Partnership Wujudkan Jatim Bebas Stunting

Di sisi lain, Hermin  bersama para pelinting tembakau di SKT selalu khawatir dan resah  dengan rencana pemerintah dengan  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang pastinya  akan berdampak pada produktivitas pabrik tempatnya  bekerja.

“Saya tidak paham dengan peraturan yang macam macam dari pemerintah mengenai tembakau, namun tetap saja jika aturan tersebut diterapkan, pastinya berdampak pada ekonomi keluarga saya. Bisa saja pabrik  mengurangi ataupun berhenti berproduksi . otomatis akan ada PHK karyawan,” ujar Hermin seraya berharap pemerintah bisa memahami kekhawatiran buruh linting tembakau SKT seperti dirinya dan karyawan lain.

“Saya berharap pemerintah mendengar suara kami. Saya berharap pemerintah mampu melindungi kami. Karena dengan pekerjaan ini, kami bisa bertahan hidup. Bisa menafkahi keluarga, menjadi tulang punggung keluarga. Saya mohon pemerintah mendengar aspirasi kami,” ucapnya.

Dampak PP28/2025 tidak hanya sebatas pada pekerja linting tembakau, namun juga pada karyawan atau pekerja yang berkaitan dengan industri tersebut, mulai dari petani tembakau dan cengkih, buruh pabrik, hingga pedagang eceran  yang menggantungkan hidupnya pada industri ini.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar, menyoroti isi pasal tembakau dalam PP 28/2024 yang restriktif dan berpotensi menghantam industri tembakau nasional dari berbagai sisi, mulai dari produksi hingga pemasaran.

Selain berdampak pada penerimaan negara, keberadaan IHT juga berkaitan erat dengan sektor tenaga kerja, terutama bagi para pelinting sigaret kretek tangan (SKT).

Dikatakan Sulami Bahar, ada beberapa poin yang sangat merugikan industri tembakau di antaranya larangan penjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan pemajangan iklan produk tembakau di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024.

Baca Juga :  PLN Setor Dividen Rp2,19 Triliun dan Pajak Rp35,33 Triliun

Menurut Sulami, kebijakan ini dapat memperparah maraknya peredaran rokok ilegal yang hingga saat ini masih belum bisa ditangani dengan tuntas oleh pemerintah. Ia juga menilai regulasi ini menciptakan ketimpangan antara industri legal dan ilegal.

“Saya menilai  PP ini restriktif dan berpotensi menghantam industri rokok nasional secara keseluruhan. Di tengah tekanan yang datang bertubi-tubi, mulai dari kenaikan tarif cukai, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), hingga harga-harga yang terus naik, industri rokok legal merasa semakin tidak dilindungi oleh negara. Kami akan berjuang supaya regulasi ini tidak diterapkan,” ungkap Sulami Bahar dalam diskusi yang digelar pekan lalu di Surabaya.

Menurut Sulami, regulasi ini berisiko menciptakan ketimpangan antara industri legal dan ilegal. Di tengah tekanan akibat kenaikan cukai, upah minimum, dan lonjakan biaya produksi, industri rokok legal justru merasa tidak mendapat perlindungan dari negara.

“Kami akan berjuang supaya regulasi ini tidak diterapkan. Kekawatiran kami cukup beralasan karena sudah pasti PP ini berdampak pada penurunan pendapatan, peningkatan peredaran rokok ilegal, dan bahkan potensi gulung tikar bagi beberapa pengusaha. yang jelas regulasi ini akan memperparah peredaran rokok ilegal yang hingga kini belum juga bisa ditangani dengan baik oleh pemerintah,” cecarnya.

Sulami Bahar berharap agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membuat regulasi berdasarkan kondisi di dalam negeri, bukan berdasarkan keinginan pihak asing.

” Dan perlu diingat bahwa industri rokok telah memberikan kontribusi yang besar kepada negara. kami berharap pemerintah pusat d mengkaji kembali regulasi tersebut secara komprehensif agar tidak menimbulkan disrupsi besar terhadap ekosistem industri tembakau nasional,” pungkas Sulami Bahar. (nov)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.