KILASJATIM.COM, Jakarta – Kacang hijau diyakini mampu menjadi solusi ketahanan pangan serta meningkatkan diversifikasi pangan. Selain mudah diakses dan murah, kacang hijau juga merupakan salah satu sumber protein nabati yang baik karena tingginya nilai protein di dalamnya.
Menurut US Department of Agriculture dalam 100 gram kacang hijau mengandung sebanyak 23 gram protein. Nilai tersebut ternyata jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kandungan protein pada beras, jagung, dan gandum. Ketiga bahan makanan pokok tersebut hanya berisi protein sebesar 7,6 gram, 9,8 gram, dan 7,3 gram protein per 100 gram-nya.
Kacang hijau memiliki ketahanan hidup yang baik sehingga mudah untuk dibudidayakan. Dibandingan dengan jenis kacang-kacang lainnya, kacang hijau juga mampu hidup serta berbuah di daerah kering dan dapat hidup di musim kemarau karena tidak membutuhkan banyak air.
Kebutuhan air untuk memproduksi kacang hijau adalah kurang dari 5% dibandingkan dengan beras. Kacang hijau juga tahan terhadap hama dan penyakit. Dengan sistem budidaya kacang hijau yang relatif mudah, petani mendapatkan jaminan keberhasilan panen yang sangat tinggi, disamping harga yang cenderung baik.
Tantangan mendasar usaha budidaya kacang hijau petani adalah produktivitas yang belum maksimal. Salah satunya disebabkan karena kurangnya penggunaan benih unggul bersertifikat serta penerapan teknologi yang belum optimal. Selain itu ketersediaan benih kacang hijau berkualitas juga masih sedikit.
Banyak petani yang menggunakan benih kacang hijau asal-asalan, tidak bersertifikat dan tanpa jaminan mutu benih, sehingga hasilnya jauh dari harapan.Saat ini banyak pihak berusaha serius mengembangkan riset perbenihan kacang hijau dengan potensi luas lahan lebih dari 240ribu Ha dengan kebutuhan benih mencapai 6.000 ton setiap tahunnya.
Dari sisi pasar, menurut Kementerian Pertanian mengalami peningkatan yang significant untuk ekspor. Menurut BPS pada periode Januari-Juni 2019 ekspor kacang hijau segar dikirimkan ke Taiwan, Filipina, RRC, Jepang, Hongkong, Taiwan, Vietnam dan Timor Leste sebanyak 3.489 ton dengan nilai Rp 4,5 miliar. Ini tentunya menjadi peluang nyata yang sangat menggiurkan selain kebutuhan domestik yang cukup besar.
Merujuk pada berbagai kondisi di atas PT East West Seed Indonesia (EWINDO) bekerjasama dengan program kerjasama pemerintah Indonesia – Australia, Promoting Rural Income through Support for Markets in Agriculture (PRISMA) mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan judul “Potret Kebutuhan dan Pasokan Kacang Hijau untuk Kebutuhan Industri Mendukung SDM Unggul”.
BACA JUGA: KSB Tanamkan Cintai Bumi Sejak Dini
Acara tersebut dihadiri oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPPMI), Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (PERGIZI Pangan), Institut Pertanian Indonesia, Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (BALITKABI) dan berbagai pihak terkait serta pelaku pasar dan perdagangan kacang hijau.
Acara ini merupakan kelanjutan dari diskusi tahun 2018 lalu mengenai benih unggul kacang hijau sekaligus peluncuran benih kacang hijau varietas VIMA 1 yang merupakan hasil seleksi dari BALITKABI yang dikukuhkan melalui MoU antara EWINDO dan Badan Litbang Kementerian Pertanian.
“Benih kacang hijau berkualitas adalah salah satu solusi untuk meningkatkan produksi kacang hijau dalam kaitannya untuk meningkatkan ketahanan serta diversifikasi pangan. Selain itu, ini adalah upaya kami untuk membantu pemerintah menggalakkan konsumsi kacang hijau untuk menciptakan generasi sumber daya manusia yang unggul serta bebas stunting,” ujar Managing Director EWINDO Glenn Pardede.
Sementara itu, ekonom pertanian IPB Prof. M. Firdaus menyampaikan, “Dibandingkan semua komoditas tanaman pangan jenis kacang-kacangan, kacang hijau lebih feasible dan possible untuk dipacu, nilai ekonomisnya bagi petani dan industri sangat tinggi”.
BACA JUGA: Pemkab Blitar Mengikuti Penilaian Indeks Ketahanan Daerah
Selain itu, upaya mencegah stunting merupakan salah satu fokus bersama dalam mendukung program Sustainable Development Goals (SDG) nomor 2 End Hunger (tanpa kelaparan). Menurut Kementerian Kesehatan prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 30,8% di 2018, artinya 1 dari 3 ballita mengalami stunting. Kategorinya adalah balita yang memiliki badan sangat pendek 11,5% dan tinggi badan pendek mencapai 19,3%.
“Pasokan yang berlimpah, mudah diakses dan murah menjadi kunci untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi. Kacang hijau sangat ideal, rumah tangga maupun industri dapat mudah mengolahnya menjadi makanan bergizi tinggi”, ujar Dr. Budi Setiawan – Nutrisionis dan pengurus pusat PERGIZI Pangan.
Melalui FGD ini diharapkan mampu tercipta berbagai solusi untuk mendorong konsumsi kacang hijau dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat serta mencegah stunting. Dan yang terpenting adalah untuk mendukung petani kacang hijau makin sejahtera melalui penggunaan benih kacang hijau berkualitas untuk mendorong produktivitas dan pendapatan mereka. (kj1)