KILASJATIM.COM, Malang – Kabar duka itu disampaikan Arik, kawan saya dalam satu grup, Redaksi Kilas Jatim. Saya tertegun membacanya. Sebelum menanyakan lebih lanjut.
Beberapa hari ini saya terpikir untuk menjenguknya, setelah kejadian ledakan elpiji yang menimpanya akhir Juni lalu. Keinginan tilik kawan itu saya tunda, pertengahan Agustus ini saja, sekalian acara hari jadi media kami.
Tuhan berkehendak lain, siang tadi, Sabtu (5/7/2023), Sandhiarta pergi, meninggalkan kami semua. Tinggallah saya menyesal, mengapa tidak menjenguknya barang sejenak. Sibuk, selalu menjadi alasan pembenar, menunda pekerjaan atau silaturahmi.
Dengan Sandhi, kami berkawan cukup lama. Sejak sama-sama bujang sekitar 2003, atau 20 tahun lalu. Meski sempat terpisah sebab kesibukan dan pekerjaan. Sampai kami dipertemukan kembali pada media yang sama KILASJATIM.COM, setahun lalu.
Medio 2006, ketika hamil Jingga anak kedua saya, kami sama-sama meliput berita di Kenjeran. Waktu itu saya masih bekerja di Surabaya Post dan ia, bekerja di Radar Surabaya.
Pulang dari acara sekitar pukul 22.00 WIB lebih. Sebab kami tidak berboncengan, maka Sandhi mengiringi saya pulang, sekali pun berlainan arah.
“He bumil, kalau naik motor jangan ngebut. Ada polisi tidur disasak ae. Rasane perutku yang sakit. Kalau ada apa-apa nanti aku yang disalahkan. Lain waktu pulang sendiri saja. Biar aku gak stress,” begitu ia memarahi saya.
Sedang saya yang merasa biasa saja, hanya senyum-senyum melihat ia khawatir. Bukan hanya sekali ia mengingatkan, agar berhati-hati berkendara, sebab ada calon bayi dalam perut saya.
“Wes gak bareng bumil, ngueri lek motoran,” begitu Sandhi sering berucap.
Begitu pertemanan kami. Saling mengingatkan. Hingga peristiwa ledakan tabung gas elpiji 3 kg terjadi di rumahnya Jl. Tandes Lor Gg 2, pada 27 Juni lalu. Membuatnya mengalami luka bakar 84% di sekujur tubuhnya.
Selamat jalan Sandhiarta, tugasmu telah usai. Kami mengenangmu sebagai kawan yang baik. Terimakasih atas segala kebaikanmu. Maafkan semua kesalahan kami. (tqi)