Malang – Lebaran telah sepekan, tradisi galak-gampil masih berlaku. Satu hal yang paling dinantikan anak-anak saat Hari Raya Idul Fitri. Setelah bermaafan, kue lebaran dan lembaran uang baru.
Kebiasaan yang berlangsung sejak Indonesia merdeka terpelihara sampai hari ini. Juga pagi tadi, Selasa (8/04/2025) bocah-bocah bergiliran datang ke rumah sambil tertawa-tawa. Menolak disuguhi kue hari raya.
“Aku belum ketemu sampean pas lebaran kemarin,” kata Bumi sambil memasang senyum termanis, khas bocah yang duduk di bangku SD.
Ia datang bersama Kinan adiknya dan Robin kawannya. Saya paham apa yang ia inginkan. Kami bagi lembaran uang Rp. 5 ribu an. Ia pun pamit pulang, tak sampai lima menit tig kawannya datang ke rumah, dan saya tahu pasti maksudnya. Galak-gampil.
Lebaran telah berjalan sepekan. Dalam sepekan ini, waktu kami habis untuk mudik ke Surabaya dan berkunjung ke rumah saudara, selain mengikuti acara halal bihalal kawan masa sekolah.
Hingga tak bertemu para kawan kecil yang selalu bertandang ke rumah. Tahun-tahun sebelumnya galak-gampil dibagikan saat malam takbiran. Jumlah yang datang lebih dari 50 bocah. Sayangnya, malam takbiran kemarin sebagin besar dari mereka diajak mudik ke rumah nenek-kakeknya.
Jadilah, hari libur terakhir mereka silih berganti datang ke rumah. Tak banyak nilai rupiah yang kami bagikan. Namun, kegembiraan terpancar dari wajah para bocah.
Galak gampil sendiri bisa diartikan menggalakkan/menyerukan (galak) untuk bisa memudahkan (gampil) dalam memaafkan kesalahan orang lain. Kegiatan ini berlangsung dari rumah ke rumah, dilakukan oleh bocah-bocah secara bergerombol.
Sedang dalam tradisi keluarga. Ada aturan tak tertulis, barang siapa sudah bekerja, otomatis memberi sangu, pada yang masih sekolah. Dari jenjang pra sekolah sampai mahasiswa. Soal berapa besarnya tidak disesuaikan keuangan masing-masing.
Tidak ketinggalan nenek buyut yang usianya 96 tahun, turut membagikan galak-gampil pada semua anggota keluarga.
“Ini buat syarat saja ya, dibagi sedikit-sedikit asal rata,” kata Armini sambil membagikan tiga lembar uang pecahan Rp.5 ribu pada anak, cucu dan cicitnya yang jumlahnya puluhan.
Yang menerima sangu sangat senang . Dengan berebut, agar diberi lebih dulu, jika beruntung bisa dapat jatah dobel. Menerima pemberinya berarti mendapat berkah. Tetapi kami tidak lupa, sebelum pamit pulang, menjadi kewajiban untuk berbagi rezeki pada nenek buyut. Dan inilah salah satu alasan kami berkumpul dirumahnya.
Selamat berlebaran, maaf lahir batin dan melanjutkan aktivitas rutin, setelah libur panjang. (TQI)