KILASJATIM.COM, Surabaya – Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) menyatakan keberatannya terhadap terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Dirjen dan Korlantas Polri yang memberlakukan pembatasan operasional angkutan barang lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut Ketua DPC APTRINDO Surabaya, I Wayan Sumadita, kebijakan ini telah memberikan dampak negatif yang signifikan bagi para pengusaha angkutan barang yang tergabung dalam APTRINDO.
Pembatasan operasional angkutan barang untuk tahun ini dimulai dari tanggal 24 Maret hingga 8 April 2025. Atau kurang lebih selama dua minggu. Padahal sebelumnya, pembatasan hanya diberlakukan selama 6 hari, yaitu H-3 hingga H+3 Lebaran. Wayan menyampaikan bahwa kebijakan ini tidak hanya merugikan pengusaha angkutan barang, tetapi juga mengganggu kelancaran arus logistik nasional.
“pembatasan ini menghambat pelayanan terhadap arus logistik, mengakibatkan keluhan dari pelanggan, serta merugikan banyak sektor terkait. Beberapa dampak yang dirasakan oleh anggota APTRINDO antara lain,” ujarnya.
Dengan pembatasan operasional yang lebih lama mengganggu kelancaran distribusi barang. “Liburan panjang ini membuat arus logistik terhambat, yang pada gilirannya mengganggu ketepatan waktu pengiriman barang ke konsumen,” ujar Sumadita.
Nantinya banyak customer yang akan mengeluh karena pembatasan operasional mengakibatkan pembengkakan biaya logistik, terutama di pelabuhan. Pengusaha angkutan harus menanggung biaya lebih besar karena penundaan yang terjadi akibat kebijakan ini.
Disamping itu, ekspor dan impor menjadi terganggu karena pengiriman barang yang terhambat. Exportir, khususnya yang menggunakan perjanjian pembayaran melalui Letter of Credit (LC), mengeluhkan keterlambatan pengiriman yang berpotensi merugikan mereka.
Pengemudi angkutan barangpun akan mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat memaksimalkan pekerjaan mereka sebelum lebaran, akibat pembatasan yang terlalu lama. Selain itu, para kuli harian di pabrik dan pergudangan juga akan mengeluhkan berkurangnya pekerjaan mereka, bahkan beberapa di antaranya tidak ada pekerjaan sama sekali.
APTRINDO pun berharap agar pemerintah dapat merevisi kebijakan ini dan memperhatikan kondisi para pengusaha angkutan barang. “Kami berharap agar kegiatan pengangkutan barang untuk ekspor dan impor tidak dibatasi. Biaya ekspor-impor sangat tinggi, dan pembatasan operasional justru memperburuk situasi,” tambah Sumadita.
Tak hanya itu, pihaknya meminta agar pembatasan operasional angkutan barang kembali ke sistem sebelumnya, yakni H-3 dan H+3 Lebaran. Kebijakan ini dianggap lebih adil dan tidak memberatkan para pengusaha.
APTRINDO juga mengusulkan agar pemerintah melibatkan asosiasi pengusaha angkutan dalam setiap pembahasan kebijakan yang berkaitan dengan angkutan barang. “Sebelum kebijakan seperti SKB diterbitkan, kami berharap ada dialog dengan pihak pengusaha angkutan agar dapat menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak,” jelas Sumadita.
Sebagai bentuk protes terhadap kebijakan ini, APTRINDO akan mengambil langkah tegas dengan menghentikan operasi kendaraan angkutan barang mulai 20 Maret 2025 hingga masa pembatasan selesai pada 8 April 2025. Langkah ini akan melibatkan sekitar 2.000 truk yang beroperasi di pelabuhan dan 1.000 truk angkutan antar kota.
Selain itu, DPP APTRINDO berencana untuk mengadakan audiensi dengan DPR RI untuk menyampaikan keluhan mengenai kebijakan yang dianggap memberatkan pengusaha angkutan. APTRINDO juga akan mengajukan surat kepada Presiden agar setiap regulasi yang akan dibuat terkait angkutan barang melibatkan masukan dari asosiasi pengusaha, guna memastikan kebijakan yang lebih bijaksana dan tidak merugikan pelaku usaha.
Menurut perhitungan APTRINDO, kebijakan pembatasan operasional ini menyebabkan kerugian hingga Rp 600 juta bagi anggota asosiasi. Kerugian tersebut mencakup biaya operasional truk yang terhenti, biaya logistik yang membengkak, serta dampak terhadap pengiriman barang yang tertunda. (kar)