KILASJATIM.COM, SURABAYA – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) di tahun 2025 ini, ditetapkan masuk dalam Klaster Mandiri bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Penetepan ini berdasarkan Keputusan No. 1114/E5/PG.02.00/2024 yang diterima akhir tahun lalu.
Ketua LPPM Unusa, Achmad Syafiuddin, S.Si., M.Phil., Ph.D., menyampaikan, penetepan ini menjadikan Unusa memiliki beberapa keunggulan, salah satunya memiliki kebebasan mereview usulan penelitian, termasuk siapa yang akan menjadi reviewer dan bagaimana proses review akan dilakukan, namun tetap dalam syarat dan kebijakan yang berlaku. “Keuntungan menjadi klaster mandiri, Unusa dapat mereview sendiri dengan reviewer yang dimiliki di internal kampus, dan Alhamdulillah kita sudah punya tujuh dosen yang memenuhi syarat dalam menjadi reviewer,” ujarnya saat ditemui di Auditorium Mini Kampus C dalam kegiatan Pelatihan Reviewer Kemendiktisaintek, Selasa (15/4/2025).
Syafiuddin menambahkan, dirinya bersama tim peneliti yang terdiri dari dosen-dosen Unusa akan terus mengembangkan roadmap riset yang telah dirancang, sekaligus memetakan luaran yang dapat diimplementasikan di masyarakat dan dunia industri sebagai bentuk nyata pengabdian masyarakat. “Di Unusa kami membentuk berbagai pusat riset seperti CEHP dan TB Center serta membangun kelompok-kelompok riset yang melibatkan kolaborasi antardosen, baik dari Unusa maupun dari perguruan tinggi lain di dalam dan luar negeri,” ungkapnya.
“Kami juga akan terus bersinergi untuk mempertahankan capaian ini, yang terpenting adalah bekerja produktif sehingga tidak terlena dengan klasterisasi ini. Jadi diharapkan, kita tetap survive dan bertahan dengan bekerja sebaik-baiknya,” tambah Syafiuddin.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Ir. Hotniar Siringoringo, selaku narasumber, menjelaskan ada beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam klaster mandiri, sehingga bisa tetap mempertahankannya. Mulai dari penelitian para dosen, publikasi para dosen, jabatan fungsional para dosen, hingga akreditasi program studi maupun perguruan tinggi. Jika berbicara mengenai hak yang didapatkan perguruan tinggi pada klaster mandiri, ini berkaitan dengan anggaran penelitian dan pengabdian. Yang mana besarannya lebih tinggi daripada klaster yang dibawahnya. “Dalam pengelolaan penelitiannya, perguruan tinggi yang berada pada klaster mandiri bisa menentukan atau menunjuk reviewer satu dari perguruan tinggi,” jelas Dosen Universitas Gunadarma tersebut.
Sedangkan satunya akan ditunjuk oleh pusat, atau dalam hal ini Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Direktorar Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi.
Dirinya juga menuturkan jika perguruan tinggi perlu mengikuti standar yang telah dibuat dalam menilai sebuah proposal penelitian. Sehingga harus bersikap objektif, tidak bisa dengan sembarangan memberikan nilai baik agar semua proposal penelitian bisa lolos. Pasalnya tindakan yang demikian bahkan dapat mencoreng nama baik perguruan tinggi tesebut. Serta dapat merugikan pihak lain yang seharusnya bisa melakukan penelitian, namun kalah dengan tindakan yang telah dilakukan oleh reviewer semacam itu.
Prof Hotniar membeberkan untuk menjadi reviewer ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Seperti bergelar minimum doktor, jabatan fungsional minimun Lektor, pernah menjadi ketua penelitian di penelitian yang multi tahun, hingga memiliki publikasi di jurnal yang bereputasi internasional. Serta telah mengikuti bimbingan teknis dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. “Supaya bisa dipastikan dengan mengikuti bimtek dari Dikti artinya bisa mengikuti standar dari dikti,” tutup Hotniar.(tok)