SGN Kuatkan Swasembada Gula Nasional 2030 Dengan Benahi Perbaikan dan Peningkatan Kesejahteraan Petani Tebu

oleh -609 Dilihat

Direktur Utama Sinergi Gula Nusantara (SGN) Mahmudi (kiri) memberikan keterangan usai focus group discussion (FGD) di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa (02/7/2024). (kilasjatim.com/Nova)

KILASJATIM.COM, Yogyakarta – Pemerintah mencanangkan mencanangkan  konsumsi  gula tahun 2028 dan swasembada gula  nasional tahun 2030.  Untuk bisa.mencapai target tersebut  ditegaskan Direktur Utama Sinergi Gula Nusantara (SGN) Mahmudi harus dilakukan beberapa perbaikan dari sisi hulu (on farm) yakni dengan meningkatkan  Kesejahteraan  petani dan  perbaikan pabrik (off farm).

“Dari sisi hulu atau on farm yang harus diurai dengan  komposisi tanaman tebu di seluruh lahan, khususnya lahan tebu Petani. Karena lahan tebu Petani berkontribusi sekitar 60% dari total lahan yang ada. Dalam pencapaian  swasembada gula nasional melibatkan petani tebu, bahkan harus berefek pada peningkatan kesejahteraan mereka. untuk  mewujudkannya memerlukan dukungan semua pihak,” kata Mahmudi seusai focus group discussion (FGD) di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa (02/7/2024).

Bahan baku tebu sebagian besar dari petani, untuk itu posisinya harus  dikuatkan, di antaranya meningkatkan produktivitas tebu yang akan berefek pada pendapatan petani. Kemitraan SBH juga menguntungkan petani, ini  harus dikuatkan juga sehingga tidak terjebak pada pola transaksional dengan meninggalkan kualitas BB.

Target pengembangan lahan SGN pada 2024 seluas 2.536 hektare yang akan didapat melalui Agroforestri, sewa lahan tebu serta kerja sama dengan Perhutani.

“Selain intensifikasi, kami juga melakukan ekstensifikasi dengan KSO pengelolaan lahan dengan Supporting co, kerja sama dengan Perhutani dan sewa lahan tebu. Ini bagian dari roadmap pencapaian swasembada gula nasional,” tutur Mahmudi.

Peta jalan (roadmap) tersebut mengacu peraturan pemerintah nomor 40 tahun 2023 tentang Percepatan Swasembada Gula dan Bioetanol, untuk mencapai sasaran tahun 2030 ada lima poin utama yaitu peningkatan produktivitas tebu sebesar 93 ton per hektare melalui perbaikan praktik agrikultur berupa pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan tebang muat angkut.

Lebih dari 80 persen pasokan bahan baku tebu pabrik gula SGN merupakan tebu petani, sehingga  perlu strategi untuk menguatkan posisi petani tebu, di antaranya peningkatan produktivitas tebu hingga penguatan pola sistem bagi hasil (SBH) yang telah menjadi spirit kemitraan pabrik gula dengan petani sedari dulu.

Baca Juga :  BTN Gelar Safari Ramadan BUMN 2024, Diisi Bazar UMKM dan Jual Paket Sembako Murah 

Jika melihat luas lahan tebu yang mencapai 500 ribu hektar, maka komposisi tanaman tebu raton 3 keatas harusnya hanya sekitar 25%. Tetapi pada kenyataannya, tanaman tebu yang berusia 4 tahun hingga 10 tahun mencapai 86% sehingga produktivitas tebu menjadi sangat rendah.

“Idealnya, proses “kepras” tanaman tebu hanya tiga kali, “kepras” pertama, kedua dan ketiga. Setelah itu, untuk mendapatkan produksi yang tinggi, harus dilakukan replanting, tanaman tebu harus dibongkar dan diganti dengan bibit baru yang diistilahkan “bongkaraton”,” jelasnya seraya menambahkan,  masalahnya  penataan varietas, harus seimbang antara tebu masak awal, tengah dan akhir.

Focus group discussion (FGD) di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa (02/7/2024). (kilasjatim.com/Nova)

Sinergi antar kementerian dan lembaga harus dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi petani untuk mendapatkan bibit, pupuk hingga akses pendanaan. SGN dari PTPN group akan melakukan penguatan organisasi di tebu rakyat. Pihaknya  sudah memghitung ada sekitar 200 orang yang akan di dedikasikan untuk melakukan penguatan tebu rakyat.

“Kami juga bersama dengan kementerian koperasi,  kelompok tani yang ada serta koperasi juga menjadi bagian dari ekosistem tersebut untuk memberi kemudahan akses dana bagi petani,” imbuhnya.

Selanjutnya penambahan areal lahan baru perkebunan tebu seluas 700.000 hektare yang bersumber dari lahan perkebunan, lahan tebu rakyat dan lahan kawasan hutan; peningkatan efisiensi, utilisasi, dan kapasitas pabrik gula untuk mencapai rendemen sebesar 11,2 persen; peningkatan kesejahteraan petani tebu; dan peningkatan produksi bioetanol yang berasal dari tanaman tebu paling sedikit 1.200.000 kL.

Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Perkebunan Kementerian Pertanian, Andi Nur Alamsyah, menegaskan perbaikan tata kelola tebu rakyat saat ini sangatlah perlu terobosan.

“Terutama menyikapi kondisi tanaman tebu petani yang mayoritas kondisi tanamannya merupakan tanaman keprasan yang lebih dari 4 tahun dengan total  hampir lebih dari 90 persen tebu rakyat merupakan tanaman keprasan,”  tegasnya seraya menambahkan perlu upaya-upaya perbaikan tata Kelola tebu rakyat dari mulai hulu sampai hilir, baik itu dalam pengelolaan benih, pupuk, pengairan, pemeliharaan, mekanisasi, pengendalian OPT sampai dengan pengelolaan panen dan pasca panen.

Baca Juga :  Telkom Raih LinkedIn Top Companies 2025, Buktikan Komitmen pada Pengembangan Karir Karyawan

“Upaya lainnya dalam memperbaiki tata kelola tebu rakyat yang tidak kalah penting adalah dalam penyediaan permodalan, diperlukan  model permodalan yang paling tepat sehingga kemudahan dan keamanan pemodal untuk usaha tani tebu diperlukan penyesuaian,” papar Andi.

Model Kredit Permodalan yang menjadikan Pabrik Gula (PG), sebagai analis merupakan salah satu model penyediaan modal yang dahulu cukup efektif. Selain itu penguatan kelembagaan petani agar petani lebih berdaya saing dan memiliki kekuatan tawar kepada Pabrik Gula maupun pedagang gula.

“Tidak kalah pentingnya adalah perbaikan pola kemitraan antara pabrik gula dengan petani tebu,” tandasnya.

Pada kesempatan yang sama Fathudin Rosidi, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) DPP Pusat, dan Sunardi Eddy Sukamto, Ketua APTRI menyatakan, untuk melakukan replanting atau bongkaraton memang dibutuhkan biaya yang cukup mahal, mencapai sekitar Rp 58 juta per hektar.

 Sehingga akses pembiayaan menjadi hal utama dalam program ini, karena selain benih dan pupuk, biaya petani juga besar, terutama untuk eplanting atau peremajaan tanaman. Sehingga, dengan bantuan dari pemerintah ini, petani bisa lebih semangat lagi dalam menanam tebu dan menghasilkan tebu yang baik sesuai dengan kebutuhan pabrik gula.

Yang terpenting bibit bervarietas bagus, kesediaan pupuk, pembiayaan, alat dan mesin pertanian (Alsintan).” jelasnya.

Sebelumnya,  Dekan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Jaka Widada dalam sambutannya  menyebut pencapaian swasembada gula nasional memerlukan dukungan semua pemegang kepentingan salah satunya akademisi.  Pihaknya membuka Learning Cane Center di UGM, sebagai dukungan untuk meningkatkan kompetensi para praktisi industri. (nov)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.