KILASJATIM.COM, SURABAYA – Dianggap minoritas pada profesi keperawatan, lantaran pekerjaan perawat pada umumnya adalah pekerjaan perempuan, Reinhard Agusthinus Rumalawang membuktikan dirinya lulus profesi Ners yang dilantik dan diambil sumpahnya di kampus Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Selain dianggap sebagai minoritas pada profesi keperawatan, Reinhard termasuk mahasiswa non muslim yang mampu membuktikan keberhasilannya di kampus Unusa.
Dari sisi gender, pada satu angkatan di kelasnya hanya ada 4 mahasisws laki-laki termasuk diantaranya adalah Reinhard. Namun demikian hal itu tidak mengurangi minatnya menempuh perkuliahan pada bidang kesehatan dan keinginan besarnya membantu banyak orang sekaligus menjadi motivasi besar pria asal Kepulauan Aru, Maluku, untuk terus menyelesaikan studinya pada Profesi Ners.
Meskipun berada dalam kelompok minoritas di profesi yang didominasi oleh perempuan, hal itu tidak menghalangi Reinhard untuk mencapai cita-citanya. Pernah pada suatu ketika, dirinya pernah dipandang sebelah mata saat praktik di rumah sakit, karena dirinya seorang pria, bahkan ada yang memanggilnya sebagai: bidan. Saat itu, Reinhard menekankan bahwa yang terpenting adalah dedikasi dan passion.
“Jadi perawat itu merupakan panggilan hati, sejak kecil saya ingin jadi dokter atau perawat karena memang saya ingin bantu banyak orang terutama mengenai kesehatan. Walaupun sempat diremehkan bahkan di bully, tapi itu tidak mematahkan tekad saya,” terang Reinhard.
Reinhard telah memiliki pengalaman menjadi perawat di beberapa tempat. Ia pernah bekerja di sebuah home care, lalu pernah juga bekerja di Klinik Pusura Rungkut Surabaya dan Rumah Sakit St. Vincentius a Paulo Roomsch Katholiek Ziekenhuis (RKZ) Surabaya.
Pria kelahiran Benjina, 30 Desember 1999 itu mengungkapkan keputusannya untuk berkuliah di Surabaya bermula dari saudaranya yang juga berkuliah di Surabaya serta ingin mengupdate ilmu yang dimiliki ke Pulau Jawa. Reinhard juga menceritakan, bahwa dirinya sempat mengalami culture shock saat pertama kali hadir di Pulau Jawa dan studi di Surabaya.
“Awal studi ke Jawa selain tidak paham bahasanya, makanannya kurang cocok di lidah saya, tapi lambat laun saya terbiasa dan yang mengesankan, juga harga di sini relatif lebih murah daripada di Ambon,” papar Reinhard.
Reinhard menambahkan bahwa walaupun dirinya juga sebagai minoritas yang beragama Kristen, tapi selama studi ia mendapatkan kenyamanan dan keamanan di Unusa. “Selama studi di Unusa saya mendapatkan toleransi tinggi dari teman-teman, itu juga yang membuat saya betah di sini,” tambah Reinhard.
Anak pertama dari tiga bersaudara itu menceritakan selain berkuliah, ia juga bekerja mengurus bisnis keluarganya. Walaupun sempat mengalami penurunan berat badan drastis saat menjalani dua kesibukan tersebut, tetapi dirinya berusaha memprioritaskan diri untuk menyelesaikan studinya.
“Selama ini saya juga membantu keluarga mengurus bisnis, jadi sesekali bolak-balik antara Ambon-Surabaya, tantangannya memang dalam pembagian waktu. Jadi, ketika dapat shift pagi, malamnya saya urus bisnis, begitupun sebaliknya. Untungnya urusan bisnis ini fleksibel, walaupun capek, tetapi dukungan dan semangat dari keluarga jadi kekuatan saya,” cerita Reinhard.
Soal karir ke depan, Reinhard mengatakan bahwa dirinya ingin sepenuhnya berdedikasi menjadi perawat dan tinggal di Surabaya, ia juga akan meninggalkan bisnis keluarganya dan menyerahkan kepada adiknya. “Dari awal saya ingin menjadi perawat, dan saya senang tinggal di Surabaya, jadi rencananya saya ingin fokus menjadi perawat disini,” tutup Reinhard.(tok)