KILASJATIM.COM, Jakarta – Potensi resesinya Amerika Serikat yang menjadi kekhawatiran utama investor saat ini telah berdampak pada ambruknya Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun buka suara merespons kondisi itu. Ia mengatakan, seharusnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan terhadap kondisi IHSG itu, sebab pergerakannya selalu fluktuatif dari hari ke hari.
“Kalau IHSG nanti kita lihat saja karena itu dailynya fluktuasi, jadi kita tidak perlu khawatir,” kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Senin (5/8/2024).
Sementara itu, terkait potensi resesinya AS, Airlangga mengatakan pemerintah saat ini masih dalam sikap mencermati kondisi yang bisa betul-betul terjadi. Namun, ia berharap tingkat suku bunga acuan akan bisa turun pada Kuartal IV-2024.
“Yang terkait US tentu kita terus monitor dan tentu kita berharap tingkat suku bunga US di kuartal IV bisa turun walau belum ada yang bisa jamin,” tegas Airlangga.
Ia mengakui, sebetulnya gap antara tingkat suku bunga dengan inflasi di Indonesia saat ini memang sudah terlampau jauh. Namun, Airlangga mengatakan, tingkat suku bunga acuan saat ini dibutuhkan untuk mencegah kaburnya aliran modal asing ke AS.
“Karena tentu kita lihat tingkat suku bunga kita dengan inflasi gapnya agak tinggi, tapi kita tahu kita harus juga jaga supaya tidak terjadi capital flight,” ujar Airlangga.
Koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau sudah mencapai 4% pada perdagangan sesi II Senin (5/8/2024).
Per pukul 14:07 WIB, IHSG sudah ambruk 4,07% ke posisi 7.010,92. IHSG pun langsung terkoreksi ke level psikologis 7.000, setelah beberapa hari terakhir diperdagangkan di level 7.200-7.300.
IHSG makin merana karena pasar khawatir dari adanya potensi resesi yang bakal terjadi di Amerika Serikat (AS) dan dampak dari kenaikan suku bunga acuan bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ).
Potensi resesi AS muncul setelah rilis data pasar tenaga kerja di negeri Paman Sam yang melambat tajam dan beberapa data ekonomi AS yang cenderung mengecewakan.
Pekan lalu, negeri Paman Sam banyak mengeluarkan data penting seperti pengumuman suku bunga, pasar tenaga kerja yang meliputi klaim pengangguran, Non-Farm Payrolls (NFP) atau data pekerjaan tercatat di luar pertanian, sampai tingkat pengangguran.
Data pasar tenaga kerja mengalami perlambatan tajam. Dimulai dari klaim pengangguran naik signifikan ke 249.000, melampaui ekspektasi yang proyeksi hanya naik 1000 ke 236.000 klaim.
Sehari kemudian, kondisi pasar tenaga kerja yang melambat semakin dikonfirmasi dengan data pekerjaan tercatat di luar pertanian (non-farm payrolls/NFP) yang hanya bertambah 114.000, jauh dari estimasi pasar yang proyeksi adanya penambahan tenaga kerja 179.000 ke 175.000 pekerjaan. Tingkat pengangguran AS pada Juli 2024 juga melonjak ke 4,3% dari sebelumnya 4,1% pada Juni 2024.
Hal ini membawa kesimpulan pelaku pasar bahwa ancaman resesi meningkat di AS, yang kemudian memicu kekhawatiran akan terjadinya hard landing karena bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dinilai lambat melakukan quantitative easing seperti yang terjadi saat pandemi Covid-19 lalu. (bbs/nic)