KILASJATIM.COM, Surabaya – A Quiet Place: Day One (2024) yang tayang perdana di bioskop Indonesia mulai Rabu (26/6/2024) menjadi prekuel dari waralaba A Quiet Place yang sebelumnya sukses dengan dua film pendahulu. Penonton diajak kembali ke hari pertama invasi monster asing yang sensitif suara, dan bagaimana Kota New York yang begitu bising dan dunia menjadi membisu.
Film ini disutradarai oleh Michael Sarnoski, berbeda dengan dua film sebelumnya, A Quiet Place (2018) dan A Quiet Place Part Two (2021) yang disutradarai John Krasinski (juga sebagai pemain). Krasinski masih terlibat dalam penulisan naskah Day One bersama Bryan Woods, dan kembali menunjukkan kepiawaiannya dalam menciptakan narasi yang kuat.
Berbeda dari dua pendahulunya, Day One selain menawarkan ketegangan dan horor, juga memperkenalkan karakter baru yang menarik dan latar belakang cerita yang menonjolkan sentuhan drama dan sisi emosional manusia. Meski demikian, secara aksi film ini tidak seseru dari dua film sebelumnya.
Lupita Nyong’o menggantikan posisi Emily Blunt (istri Krasinski) sebagai protagonis utama dalam film. Nyong’o berperan sebagai Sam, seorang penyair wanita yang berusaha bangkit dari keterpurukan pascakematian ayahnya. Dunia berubah setelah monster asing sensitif suara menginvasi, memaksa kehidupan menjadi hening demi keselamatan.
Dalam upayanya untuk selamat, Sam bertemu dengan Eric (Joseph Quinn) seorang imigran Inggris yang tidak terlalu jelas latar belakangnya (selain bahwa dia kuliah hukum) bagaimana dirinya bisa terjebak di selokan New York. Sam dan Eric berusaha untuk menyelamatkan diri dengan kapal, sambil kembali menemukan alasan dan motivasi untuk bertahan hidup.
Nyong’o yang sebelumnya berhasil meraih Oscar (pemeran pembantu wanita terbaik) atas perannya di 12 Years a Slave (2013) kembali memberikan penampilan memukau dan menjadi salah satu daya tarik utama dari A Quiet Place: Day One. Karakter Sam berhasil dibawakannya dengan bobot emosional yang mendalam, membuat penonton merasakan setiap ketakutan dan perjuangan yang dihadapinya.
Quinn yang sebelumnya dikenal lewat perannya di serial Stranger Things, juga memberikan performa yang solid sebagai Eric. Chemistry antara Eric dan Sam yang kuat membuat duo ini tak kalah menguras emosi penonton, layaknya hubungan suami-istri atau ibu dan anak di dua film sebelumnya.
Salah satu momen berkesan dari hubungan keduanya ialah ketika Sam dan Eric berteriak meluapkan emosinya di bawah rintikan hujan. Penonton diajak memahami sisi frustasi dan harapan dari dua karakter utama itu. Momen keduanya bermain sulap di babak akhir film juga menjadi momen yang menyentuh.
Kehadiran Djimon Hounsou, karakter pendukung yang juga muncul di Part 2 menghadirkan kesan linearitas alur dalam semesta A Quiet Place, dan bagaimana kekacauan di Day One berlanjut hingga Part 2. Munculnya kucing yang entah mengapa bisa begitu membisu, juga seolah menjadi pertanda bagaimana film ini akan memasuki adegan tegang.
Pengambilan setting film di Kota New York memberikan suasana baru yang berbeda dari dua film sebelumnya, yang lebih rural dan terisolasi. Apa lagi pada prolog film diterangkan bagaimana kebisingan di New York yang tak henti, menambahkan ketegangan seiring kota yang biasanya ramai dan penuh kehidupan berubah menjadi tempat yang sunyi dan mencekam. Penggunaan lanskap dan gedung New York yang detail membuat penonton seolah merasa berada di tengah-tengah kekacauan.
Secara ritme, bagian awal dari film berdurasi 99 menit itu memang terkesan lambat. Walau begitu, setelah monster mulai menginvasi kota, penonton diajak ke ketegangan yang pas. Day One mengeksplorasi tema keputusasaan dan harapan, serta bagaimana orang-orang yang tidak saling mengenal harus bersatu untuk bertahan hidup.
Pada akhirnya, meski secara keseruan A Quiet Place: Day One tak begitu autentik dan estetik layaknya dua film pendahulu (khususnya film pertama), keseimbangan antara elemen horor dan drama yang ideal menjadikan film ini sebagai prekuel yang pas dari waralaba. (bbs/nic)