Wacana Jabatan Kades 9 Tahun, Rumah Kebangsaan Jawa Timur: Siapa yang Diuntungkan?

oleh -299 Dilihat

Foto : Talkshow Politik #3 “Perpanjangan Masa Jabatan Kades 9 Tahun, Siapa Yang Diuntungkan?” oleh Rumah Kebangsaan Jawa Timur

 

KILASJATIM.COM, SURABAYA – Wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa terus bergulir. Pelbagai respon muncul dari beragam elemen. Salah satunya Rumah Kebangsaan Jawa Timur. Ruang pemuda itu turut mewarnai perdebatan dengan menggelar diskusi bertajuk “Perpanjangan Masa Jabatan Kades 9 Tahun, Siapa yang Diuntungkan?”

Diskusi yang digelar di sekretarian Rumah Kebangsaan Jawa Timur itu mendatangkan empat pemantik, yakni Ketua Kopri PKC PMII Jawa Timur, Zumrotun Nafisah, Kepala Desa Alang-Alang Tragah Bangkalan 2018-2022, Fahrur Rozi, Wakil Ketua Bidang Agraria DPD GMNI Jawa Timur, Hendra Prayogi, dan Kepala Desa Sana Tengah Pasean Pamekasan 2022-2027, Sutrisno. Diskusi rutinan itu dipandu oleh host, Randy Saputra.

“Apakah penting masa jabatan 9 tahun tersebut?,” kata Randy memulai diskusi. “Bagaimana situasi di desa terkait wacana tersebut? Apa mungkin ada dinamika yang terjadi di desa?” tutur Randy memantik. Sabtu, (28/1/2023).

Kepala Desa Sana Tengah, Kecamatan Pasean, Pamekasan, Sutrisno menjelaskan bahwa, desa memiliki beragam persoalan dan dinamika. Dia mengaku bahwa, menjadi kepala desa sangatlah berat yang semuanya membutuhkan pengorbanan baik tenaga, pikiran, dan materi untuk kepentingan masyarakat.

Jika perpanjangan masa jabatan kades menjadi 9 tahun dia bersyukur. Bukan tanpa sebab. Pasalnya konflik dan dinamikas sosial yang terjadi pascapilkades tidak bisa dengan mudah diselesaikan.

“Habis pilkades ada persoalan perbedaan pandangan politik sehingga membuat tengkar, berantem, ada konflik. Itu tidak bisa diselesaikan tiga sampai empat tahun,” tutur Sutrisno.

Akan tetapi, argumentasi Sutrisno dibantah oleh Hendra Prayogi DPD GMNI Jawa Timur. Bagi Hendra apapun yang berbau perpanjangan masa jabatan itu melanggar cita-cita reformasi dan tidak baik bagi demokrasi, terutama di desa.

Baca Juga :  Layanan Epilepsi Center National Hospital, Para Epilepsy Survivor Dapat Penanganan Paripurna

Hendra menilai bahwa, narasi dan argumentasi yang disampaikan para kades tentang konflik dan dinamika sosial itu terletak pada kemampuan kades untuk memenejemen konflik.

“Kalau memang akar persoalannya itu adalah konflik sosial pascapilkades, harusnya bukan masa jabatan yang diperpanjang tetapi pendidikan politik masyarakatnya yang harus diperbaiki,” jelas Hendra.

Perspektif berbeda dipaparkan oleh Ketua Kopri PKC PMII Jawa Timur, Zumrotun Nafisah. Dia mengurai sejarah panjang perpolitikan masa jabatan di desa. Bagi perempuan yang akrab disapa Icha iitu melihat bahwa sistem negara di Indonesia masih terus melakukan pelbagai evaluasi.

Icha tak langsung mengutarakan sepakat atau tidak terhadap wacana perpanjangan masa jabatan kades. Namun harapan tentang pemberdayaan masyarakat, hingga kemajuan desa, Icha menegaskan sangat sepakat. Kemudian dia memunculkan beberapa pertanyaan reflektif tentang wacana perpanjangan masa jabatan itu.

“Tapi apakah cara untuk menambah periodesasi itu cara yang signifikan untuk memajukan desa itu? Dengan cara yang bagaimana? Dengan instrumen yang bagaimana? Indikator yang bagaimana sekiranya ini bisa menunjukkan bahwa dengan menambahkan periodesasi ini bisa memajukan dan mensejahterakan rakyat?” beber Icha.

Kepala Desa Alang-Alang Tragah Bangkalan 2018-2022, Fahrur Rozi juga melemparkan pertanyaan saat memaparkan argumentasinya. “Kenapa hari ini kepala desa menjadi isu yang seksi?” kata Rozi. Dia menegaskan bahwa, fenomena ini bertepatan dengan momentum politik. “Siapa yang diuntungkan?” imbuhnya menyebut judul diskusi.

Bagi Rozi, yang untung dalam wacana perpanjangan masa jabatan kades ini adalah kepala desa itu sendiri. Bukan partai politik. Dia berusaha meluruskan narasi yang menyebutkan, bahwa gerakan kepala desa itu didorong oleh partai politik.

“Ini seolah-olah partai politik ini menggerakkan kepala desa untuk menuntut 9 tahun, begitukan? Kalau saya luruskan ini sebenarnya kepala desa yang memanfaatkan partai politik. Karena kalau tidak kepala desa yang menyampaikan problemnya, ini juga tidak akan sampai ke pusat,” tandas Rozi. (ari)

Baca Juga :  PTPN X Jalin Kerjasama dengan Kejati Jawa Timur Perkuat Pendampingan Hukum

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News