Unusa Buka 5 Kuota KIP-K untuk Mahasiswa Kedokteran

oleh -243 Dilihat

KILASJATIM.COM, Surabaya – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) tahun ini resmi memberikan jatah beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) untuk lima mahasiswa baru Fakultas Kedokteran. Kebijakan ini menjadi langkah pertama bagi Unusa dalam memfasilitasi calon dokter yang berasal dari keluarga kurang mampu agar bisa melanjutkan pendidikan tinggi di bidang kedokteran.

Rektor Unusa, Prof. Ir. Achmad Jazidie, menjelaskan bahwa kuota KIP-K setiap perguruan tinggi ditentukan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). “Tahun ini untuk pertama kalinya, Unusa memiliki 5 kuota KIP-K untuk Fakultas Kedokteran. Menjadi kebanggaan bagi Unusa bisa memfasilitasi para penerima KIP-K untuk belajar Kedokteran, yang mana kita ketahui memerlukan biaya yang tidak sedikit,” katanya.

Salah satu penerima, Putri Yanti asal Muara Enim, Sumatera Selatan, mengaku sempat gap year dua tahun karena gagal di berbagai jalur pendaftaran, baik nasional maupun mandiri. “Udah belajar, bahkan aku juga punya teman online yang senasib. Lulus 2023, tapi baru kuliah tahun 2025,” ungkapnya. Dengan menahan tangis, Putri menceritakan bahwa di tengah perjuangannya ia sempat bekerja untuk membantu keluarga. “Tapi 2024 itu akhirnya berhenti kerja buat fokus ngejar SNBT, tapi ternyata nggak lolos juga, sempat daftar PTS lain juga,” bebernya. Ia akhirnya menemukan informasi KIP-K di Unusa. “Alhamdulillah lolos, aku seneng banget karena dari kecil pengen banget jadi dokter spesialis kandungan. Lewat beasiswa ini kasih harapan baru buat aku sama ibu dan adek,” tegasnya.

Kisah serupa datang dari Anjhely Andreani asal Prabumulih, Sumatera Selatan. Tekadnya menjadi dokter lahir dari keterbatasan tenaga medis di kampung halamannya. “Tenaga kesehatannya itu sangat terbatas, bahkan di satu kecamatan dengan jumlah warga yang ribuan itu cuma ada satu dokter,” bebernya. Kondisi ini memicunya ingin menjadi dokter agar bisa menolong masyarakat. “Semua juga karena dukungan dari keluarga, terutama ibu,” imbuhnya. Walaupun sejak usia 9 tahun kehilangan ayah karena orang tuanya berpisah, ia tetap bertekad kuliah. “Meskipun sempat berpikir untuk tidak kuliah, tapi karena teman-teman SMA saya yang berambisi untuk berkuliah. Membuat saya juga memikirkan untuk lanjut kuliah,” terangnya.

Baca Juga :  Sambut Baik Western Sydney University di Surabaya, Gubernur Khofifah Kuatkan Kolaborasi Perguruan Tinggi di Jatim

Sementara itu, Zahrotul Aini asal Situbondo, Jawa Timur, juga mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya. Ia mengaku makin yakin mengejar cita-cita menjadi dokter setelah ibunya divonis hiperglikemia. “Apalagi tahun lalu, ibu saya juga divonis kena hiperglikemia. Saya jadi makin kekeuh untuk bisa jadi dokter, supaya bisa mengobati ibu saya dan orang-orang di sekitar saya,” ujarnya. Baginya, profesi dokter bukan sekadar menyelamatkan nyawa, tetapi juga soal kemanusiaan. “Bagaimana cara kita mendengarkan keluhan pasien, cara kita menangani pasien, serta cara kita menghadapi pasien dengan beragam latar belakang,” pungkasnya.(tok)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News