Untung Rugi Analog Switch-Off Pada 5G, Dikupas Dosen Teknik Elektro Ubaya

oleh -403 Dilihat

KILASJATIM.COM, SURABAYA – Mulai 2 November 2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo RI) melakukan Analog Switch-Off (ASO) atau penghentian penyiaran televisi (TV) analog ke siaran TV digital. Hal ini mulai dilakukan secara bertahap di seluruh daerah di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, dosen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Surabaya, Djuwari, S.T., Ph.D. menjelaskan keuntungan dan kerugiannya bagi sejumlah pihak.

Djuwari menyebut, alasan pemerintah mengalihkan siaran tv analog ke digital dapat dikaitkan dengan pengoperasian 5G yang membutuhkan bandwidth besar. Pasalnya, gelombang radio yang ada sudah terpakai untuk satellite communication, mobile devices, dan paling banyak untuk radio dan televisi. Sehingga, pemerintah perlu memakai frekuensi se-efisien mungkin agar bisa menempatkan kebutuhan bandwidth 5G pada ruang yang sekarang digunakan untuk analog TV broadcasting.

“Supaya efisien, bandwidth yang sama harus bisa dipakai oleh banyak orang. Itu hanya bisa dimungkinkan kalau siaran tv analog berpindah ke digital. Nantinya 5G akan ditaruh di bandwidth ‘gusuran’ siaran tv analog itu,” terang Djuwari.

Berdasarkan aspek tersebut, lanjut Djuwari, setidaknya ada lima pihak yang terdampak. Pihak tersebut antara lain pemerintah, operator seluler 5G, masyarakat, produsen atau importir Set Top Box (STB), dan perusahaan stasiun televisi. Menurutnya, peralihan siaran tv analog ke tv digital tentu berimbas pada masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah.

Mereka harus membeli STB supaya bisa menikmati siaran TV digital. Dalam hal ini, produsen atau importir STB mendapat keuntungan dari penjualan STB yang laku keras. Namun, sifatnya hanya sementara karena ke depan jika TV lama rusak, maka masyarakat akan membeli TV baru yang sudah menerima siaran digital secara langsung.

Baca Juga :  Pentingnya Aplikasi Digital Accounting Diera Digitalisasi, Dikupas Petranesian

Di sisi lain, perusahaan stasiun TV yang biasanya memutarkan siaran TV analog, kini perlu mengganti perangkat siarannya ke digital untuk seluruh wilayah di Indonesia. Hal itu memerlukan biaya besar untuk memodifikasi pemancar analog ke pemancar digital.

“Tetapi di luar aspek ekonomis, perusahaan stasiun TV ini juga mendapat keuntungan. Karena siaran TV digital memungkinkan 1 channel untuk 3-4 program siaran sekaligus, maka mereka bisa pasang iklan yang banyak. Jadi sebenarnya ada peluang dan potensi,” tambah Djuwari.

Peluang besar juga didapat operator seluler karena akhirnya mendapat ‘jalan’ untuk mengoperasikan 5G. Dari fenomena ini, ia berpendapat, pemerintah menjadi pihak yang mendapat keuntungan besar. Sebagai pengelola frekuensi di Indonesia, semua pengguna frekuensi seperti stasiun tv dan operator seluler 5G nantinya akan membayar sewa ke pemerintah. Ditambah, pemerintah juga mendapat pajak dari importir STB.

“Maka, kalau sudah mendapat keuntungan besar, sudah selayaknya keuntungan itu dialokasikan untuk memberikan subsidi ke masyarakat. Tidak lama, hanya sampai masa transisi selesai dan masyarakat sudah beradaptasi,” ujar Wakil Rektor IV Ubaya itu.

Terlepas dari adanya untung rugi, perpindahan ke siaran tv digital merupakan suatu hal yang tak terelakkan. Djuwari mengatakan, teknologi selalu bergerak ke depan dan memberikan banyak peluang baru yang menguntungkan masyarakat. “Tidak ada langkah mundur, mau tidak mau harus masuk ke era baru teknologi. Siaran TV digital dan kehadiran 5G pasti akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat di kemudian hari,” pungkas Djuwari. (tok)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.