KILASJATIM.COM, SURABAYA – Tiga fitur terbaru, yaitu: Edlink for Business, Presensi Berbasis AI, dan Fitur SPMI, disampaikan Sugianto Halim, M.M.T., CEO Sevima, dalam Executive Forum Sevima, Kamis (1/8/2024) yang dihadiri ratusan Rektor dan Ketua Yayasan dari seluruh Indonesia, bahwa fitur baru tersebut dihadirkan guna mengantisipasi perubahan cara belajar Gen-Z di bangku perguruan tinggi.
“Sebagai perusahaan yang bergerak melayani kebutuhan TIK perguruan tinggi, cukup lama mengamati sekaligus mempelajari kebutuhan perguruan tinggi dalam mempertahankan keberadaan mahasiswa di sebuah lembaga pendidikan tinggi. Oleh karenanya kami mencoba memberikan alternatif jalan ke luar untuk tetap mempertahankan para mahasiswa melalui tiga fitur terbaru ini. Agar kampus sukses memfasilitasi Gen-Z yang memang mengalami pergeseran dalam cara belajar dan menuntut ilmu,” terang Halim.
Pengembangan layanan berbasis AI menurut Halim sesuai dengan kebutuhan perguruan tinggi. Fitur EdLink For Business merupakan pengembangan dari Learning Management System (LMS) EdLink yang bisa dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengkoordinasi proses pelatihan karyawan baru, peningkatan dan pengembangan karyawan, maupun program pelatihan dan sertifikasi karyawan maupun masyarakat.
Fitur ini penting karena pembelajaran tidak hanya selesai ketika mahasiswa lulus, tapi juga sepanjang hayat. “Fitur EdLink for Business akan menjadi solusi pembelajaran life long learning. Memastikan sumber daya manusia perusahaan berkembang selaras dengan perkembangan bisnis,” papar Halim.
Fitur Presensi Berbasis AI ini mampu meningkatkan kecepatan dan ketepatan presensi dengan mencocokkan wajah mahasiswa dengan data yang ada di database. Jadi mahasiswa dan dosen tidak perlu repot mengelola presensi dengan cara tanda tangan manual atau input data di suatu website. Cukup scan wajah, maka telah terdeteksi hadir suatu perkuliahan.
Fitur yang ketiga, SPMI, memudahkan perguruan tinggi dalam melaksanakan dan memantau siklus kegiatan SPMI. Tersedia panduan empat dokumen penjaminan mutu, integrasi dengan sistem informasi akademik, dukungan evaluasi untuk kegiatan audit mutu internal, dan fitur laporan implementasi SPMI untuk kebutuhan pelaporan ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Menurut Dr. Budi Djatmiko peluncuran fitur berbasis AI ini penting karena umumnya Gen-Z tidak bisa menunggu berlama-lama untuk mendapatkan sesuatu, mereka cepat berubah baik keinginan dan cita-citanya.
“Kecenderungan mahasiswa yang mudah bosan itu perlu ditangkap oleh kampus, seperti mahasiswa bisa mengikuti berbagai kursus bersertifikat yang disiapkan kampus sambil kuliah. Hasilnya sertifikat itu, jika memang mereka merasa bosan untuk melanjutkan kuliah, bisa untuk mencari pekerjaan atau berwirausaha. Jadi mereka bisa tetap bertahan di kampus,” kata Budi Djatmiko.
Perguruan tinggi di masa depan, lanjut Budi memang tidak harus mengandalkan hanya pada banyaknya jumlah mahasiswa yang tercatat sedang kuliah, tapi juga harus mencari terobosan baru dengan memberikan peluang kursus-kursus bersertifikat yang disiapkan kampus, dan kerjasama dengan industri.
“Ini mengantisipasi cara belajar Gen-Z yang cepat bosan dan tidak sabaran. Karena lulusan perguruan tinggi nantinya, saat memasuki dunia kerja yang ditanya memiliki kompetensi apa, bisa melakukan apa, bukan lagi lulusan dari program studi apa,” pungkas Budi Djatmiko.(tok)