Surabaya, kilasjatim.com: Pemilih senior memiliki rasa ketidakpercayaan terhadap penyelenggara Pemilu 2019. Mereka sudah memiliki pengalaman mencoblos dalam pemilu-pemilu sebelumnya, sehingga tahu persis praktek-praktek kecurangan dan menganggap akan terulang lagi di pemilu 2019.
“Umumnya yang tidak percaya terhadap penyelenggara pemilu itu, pemilih senior. Mereka sudah berpengalaman mencoblos,” kata Direktur Pusat Studi Anti-Korupsi dan Demokrasi (PUSAD) Universitas Muhammadiyah UM Surabaya, Satria Unggul WP kepada wartawan usai diskusi Mengurai praktik kotor dalam Pemilu 2019″ di Gedung A UM Surabaya, Senin (8/4/2019).
Berdasar survei PUSAD, tingkat ketidakpercayaan masyarakat Jawa Timur (Jatim) terhadap penyelenggara Pemilu, sebanyak 29 persen. Ketidakpercayaan itu, mulai dari KPU hingga tingkat kecamatan dan PPS.
“Ada tiga faktor terbesar ketidakpercayaan terhadap penyelenggara pemilu. Tiga faktor itu, dugaan ketidaknetralan penyelenggara, tindakan penggelembungan suara dan anggapan berafiliasi dengan partai,” ungkapnya.
Selain itu, dalam surveinya, PUSAD juga menemukan 10 persen masyarakat Jatim pernah berkonflik terkait pemilu 2019. Tiga faktor terbesar, yakni pendukung lain menghina calon yang dipilih, calon yang tidak didukung bersaing ketat dengan calon yang didukung dan pendukung lain mencabut peraga calon yang dipilih.
“Potensi konflik itu, indikasinya terkait pilihan dan tim sukses. Kami melihat gesekan itu, justru di masyarakat yang fanatik dengan calon dan parpol. Potensi konflik ini tidak lagi di fisik, tapi juga di lisan dan media sosial,” ungkapnya.
Survei PUSAD UM Surabaya itu, dilaksanakan tanggal 5-20 Maret 2019, dengan sampel sebanyak 1.067 responden. Tingkat toleransi (standart of error) 3 persen dan tingkat kesalahan (margin error) 5 persen.
Teknik pengambilan sampel memakai multistage random sampling. Dimana, lokasi diambil di 38 Kabupaten/Kota di Jatim. Masing-masing kab/kota diambil 4-5 kecamatan untuk dijadikan sampel penelitian secara proporsional. (Wah)