KILASJATIM.COM, Surabaya – SMPN 1 Surabaya terus berkomitmen untuk memberikan pendidikan karakter kepada siswanya dengan membiasakan kegiatan keagamaan setiap harinya. Meskipun dikenal dengan segudang prestasi akademik, sekolah negeri ini mengutamakan pembentukan adab dan ilmu agama siswa melalui program-program keagamaan.
Eko Widayani, Kepala SMPN 1 Surabaya, menjelaskan bahwa kegiatan keagamaan telah menjadi rutinitas di sekolah sejak dimulainya jam pelajaran ke-0. “Siswa yang beragama Islam dibiasakan untuk salat Dhuha, berdzikir, dan latihan kultum. Sedangkan siswa Katolik, Kristen Protestan, dan Hindu juga diberikan pembinaan iman sesuai dengan keyakinannya, termasuk mempelajari kitab sucinya masing-masing,” ungkapnya.
Program ini, menurut Eko, menjadi bagian penting dalam implementasi pendidikan karakter di SMPN 1 Surabaya. “Kami tidak hanya fokus pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pengembangan pendidikan karakter siswa. Meskipun kami sekolah negeri, pendidikan agama tetap menjadi prioritas kami untuk membentuk karakter anak,” tambahnya.
Setelah pandemi, kegiatan keagamaan ini kembali dihidupkan sebagai upaya pembentukan karakter sekaligus mengurangi ketergantungan siswa pada gawai. Rahmad Suryadi, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, menyebutkan bahwa pembiasaan ini dirangkum dalam program Gertaqpa (Generasi Taqwa Putra) dan Gertaqpi (Generasi Taqwa Putri).
Kegiatan ini berlangsung dari Selasa hingga Kamis, dimulai dengan salat Dhuha di jam ke-0 untuk siswa kelas 7 dan 8 yang beragama Islam. Siswa dari agama lain juga melakukan kegiatan keagamaannya sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh guru agama masing-masing.
“Pada jam salat Dhuhur, siswa laki-laki dan perempuan melaksanakan salat secara bergantian, yang juga diselingi dengan kegiatan mengaji, tahfidz, hingga puitisasi Al-Quran. Sedangkan pada hari Jumat, selain salat Jumat, ada kegiatan keputrian yang menekankan pembentukan karakter dan adab bagi siswa perempuan,” jelas Rahmad.
Setiap kegiatan keagamaan dikoordinasi oleh siswa secara bergantian di setiap kelas, termasuk penjadwalan khatib untuk salat Jumat yang dilakukan secara bergilir antara siswa dan guru.
“Kegiatan kami sangat rutin hingga Kementerian Agama menganggap sekolah kami memiliki nuansa pesantren. Setelah berkonsultasi dengan dinas pendidikan, kegiatan ini akhirnya juga dapat dimasukkan ke dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) atau cokurikuler,” tambah Rahmad.
Namun, Rahmad menyebutkan bahwa tidak semua siswa dapat langsung beradaptasi dengan kegiatan ini, terutama siswa kelas 7 yang baru saja lulus dari SD. “Pada awalnya, pembinaan masih didominasi oleh guru. Namun, secara bertahap akan diambil alih oleh siswa melalui program tutor sebaya,” jelasnya.
Tutor sebaya ini dipilih dari siswa yang memiliki kemampuan lebih dalam bidang keagamaan. Mereka bertugas membimbing teman-temannya dalam memahami agama dan mengaji, agar lebih mudah menyesuaikan diri dengan kegiatan sekolah.
“Harapannya, ketika mereka lulus dari sekolah ini, setidaknya sudah mampu membaca Al-Quran, bahkan beberapa ada yang hafalannya cukup banyak,” katanya.
Ketua Komite Sekolah, dr. Siska Citra Amalia, Sp.THT BKL, mengungkapkan bahwa orang tua sangat mengapresiasi program pembentukan karakter berbasis keagamaan ini. Menurutnya, dampaknya dirasakan tidak hanya di lingkungan sekolah tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari siswa di rumah.
“Kami ingin terus mendorong pengembangan karakter siswa melalui program-program keagamaan ini. Banyak yang tidak tahu bahwa meskipun sekolah negeri, SMPN 1 Surabaya memiliki berbagai program unggulan yang berhubungan dengan pembiasaan keagamaan,” tutupnya. (bud)