Referensi Penerbit Internasional Bereputasi?

oleh -882 Dilihat

KILASJATIM.COM, SURABAYA: Berkaitan dengan mutu lembaga perguruan tinggi, pemeringkatan perguruan tinggi di tingkat internasional menjadi salah satu tolok ukur penilaian. QS World University berdasarkan academic reputation, employer reputation, faculty/student ratio, citations per-faculty, international faculty ratio, dan international student ratio dijadikan sebagai lembaga rujukan Ditjen Diktiristek RI untuk pemeringkatan perguruan tinggi di Indonesia.

 

Seperti yang banyak diketahui, publikasi karya ilmiah menjadi salah satu indikator yang sangat dominan dalam penilaian QS World University. Karenanya banyak para akademisi dituntut lembaganya untuk berkontribusi aktif mempublikasikan karya-karyanya pada jurnal internasional bereputasi terindeks Scopus/Web of Science.

 

Akibatnya, banyak penerbit-penerbit jurnal terindeks global yang mengambil kesempatan ini sebagai ajang bisnis terselubung untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Jurnal-jurnal ini ada semata-mata untuk mencari keuntungan tanpa komitmen terhadap etika publikasi atau integritas dalam bentuk apa pun.

 

Pustakawan, Jeffrey Beall menciptakan istilah untuk mengidentifikasi jurnal yang mengabaikan proses peer-review berkualitas, berusaha menghasilkan pendapatan secara eksklusif melalui Article Processing Charge (APC) yang diharapkan dibayar oleh penulis dan siapa kemudian mengirimkan informasi yang menyesatkan tentang indeks kutipan dan pemasaran terkait spam disebut dengan jurnal predator. Sedangkan Committee on Publication Ethics (COPE) (2019) mengklarifikasi bahwa predatory publishing ‘umumnya mengacu pada publikasi nirlaba sistematis dari konten yang konon ilmiah (dalam jurnal dan artikel, monograf, buku, atau prosiding konferensi) dengan cara yang menipu atau curang dan tanpa memperhatikan jaminan kualitas.

 

Senada dengan hal tersebut, baru-baru ini publik peneliti di Indonesia dibuat gaduh oleh release potongan slide presentasi yang dikeluarkan oleh beberapa peneliti dari internal Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

 

Pada release tersebut dengan jelas menginformasikan bahwa “tahun 2023, mulai Januari, jurnal yang masuk dalam MDPI, Hindawi, dan Frontiers ‘tidak diakui’ sebagai publikasi internasional terindeks global”.

 

Dugaan ini mencuat salah satunya ditengarai berdasarkan berita dari Zhejiang Gonggong University (universitas negeri di Hangzhou, China) mengumumkan bahwa semua jurnal dari tiga penerbit (Hindawi, MDPI, dan Frontiers) masuk dalam daftar hitam/penerbit predator.

Baca Juga :  Inovasi Unesa : Pembersih Botol Otomatis untuk Kemasan Produk Sirup Bogem Buah Mangrove

 

Terlepas dari perdebatan itu, merujuk pada website Scopus.com, tercatat sampai dengan 31 Oktober 2022 total 43.400 jurnal terindeks dalam database Scopus, dimana sekitar 12.689 penerbit menaungi jurnal-jurnal tersebut. Itu memiliki arti bahwa sebenarnya diduga sangat banyak penerbit jurnal yang juga ditengarai masuk dalam daftar perusahaan penerbit predator oleh Jeffrey Beall selain dari tiga penerbit (Hindawi, MDPI, dan Frontiers) tersebut.

 

Lebih lanjut, hanya 38% jurnal di Scopus berasal dari penerbit besar, sedangkan 62% jurnal berasal dari penerbit kecil dan penerbit universitas. Elsevier dengan 4.059 jurnal (9,37%); Springer Nature dengan 3.764 jurnal (8,69%); Taylor & Francis dengan 3.043 jurnal (7,02%); Wiley-Blackwell dengan 2.060 jurnal (4,76%); SAGE dengan 982 jurnal (2,27%); Wolters Kluwer dengan 584 jurnal (1,35%); BRILL dengan 552 jurnal (1,27%); Walter de Gruyter dengan 514 jurnal (1,19%); Emerald Insight dengan 484 jurnal (1,10%); serta Oxford University Press dengan 426 jurnal (1%).

 

Merujuk pada Webinar International Workshop for Journal Editors yang diselenggarakan Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) (20/10/2022), Alexander van Servellen (Senior Consultant, Research Intelligence Elsevier, Singapore) menjelaskan hal yang kurang lebih sama dengan update pada database Scopus sebelumnya. Dimana Elsevier (11%); Springer Nature (7%); Taylor & Francis (5%); Wiley-Blackwell (4%); SAGE (2%); Wolters Kluwer, BRILL, IEEE, Emerald Insight, KARGER, Oxford University Press, Bentham Science, Inderscience, serta Cambride University Press (1%) (September 2017).

 

Scopus sebagai lembaga pengindeks jurnal internasional bereputasi telah banyak memberikan informasi mengenai daftar penerbit jurnal yang dianggap hampir pasti aman dari daftar hitam penerbit predator. Hal yang mendasari itu adalah karena penerbit-penerbit tersebut merupakan penerbit besar yang mematuhi etika dan integritas publikasi dan telah diakui kualitas dari karya-karya publikasinya.

 

Tentu memang tidak bisa dipastikan bahwa, semua jurnal dalam naungan penerbit-penerbit tersebut bisa dipastikan aman dan terbebas dari potensi daftar jurnal predator untuk kedepannya, namun hal ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan alternatif pilihan dalam memilih penerbit jurnal internasional bereputasi dengan standart berkualitas tinggi.

Baca Juga :  LaNyalla Jabarkan Konsep Memajukan Kesejahteraan Umum di Unesa

 

Sebagai catatan akhir, M Ángeles Oviedo-García (2021) membagikan beberapa kriteria identifikasi jurnal predator dan daftar jurnal mencurigakan sangat panjang, ini termasuk: nama jurnal mungkin sangat mirip dengan jurnal bergengsi; halaman web mungkin berisi kesalahan ejaan dan konstruksi tata bahasa yang meragukan dan/atau gambar berkualitas rendah; bahasa di halaman web jurnal mungkin menyerupai ‘penjualan keras’ yang menargetkan penulis akademik; jurnal dapat memuat artikel di luar ruang lingkup yang dinyatakan atau mungkin memiliki ruang lingkup yang sangat luas; pengiriman bisa melalui email bukan sistem manajemen naskah; pemimpin redaksi mungkin juga bertindak sebagai pemimpin redaksi jurnal lain dengan ruang lingkup yang sangat berbeda, dominasi anggota dewan redaksi dari negara berkembang; garis waktu untuk publikasi dan proses tinjauan sejawat jalur cepat mungkin tampak tidak realistis; APC bisa rendah; metrik impact-factor mungkin tidak diketahui; email spam dapat mengundang akademisi untuk mengirimkan naskah; meskipun pendekatan akses terbuka, pengalihan hak cipta mungkin diperlukan; dan, terakhir, informasi kontak yang tidak berafiliasi dengan profesional atau non-jurnal dapat diberikan untuk kantor redaksi.

 

Rujukan:

Antara (2023). Publikasi di jurnal “open access” dilarang?. Diakses pada 6 Februari 2023, dari https://megapolitan.antaranews.com/berita/230049/publikasi-di-jurnal-open-access-dilarang

Ditjen Diktiristek (2022). International Workshop for Journal Editors. Diakses pada 20 Oktober 2022, dari https://www.youtube.com/watch?v=UmtLYBCFAUQ

Ditjen Diktiristek (2022). Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Tahun 2020-2024. Ditjen Diktiristek, Jakarta, Indonesia. file:///C:/Users/Muhammad%20Fajar%20W%20R/Downloads/Rencana-Strategis-Ditjen-Diktiristek-Tahun-2020-2024.pdf

Oviedo-García, M. Á. (2021). Journal citation reports and the definition of a predatory journal: The case of the Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI). Research Evaluation, 30(3), 405-419.

Scopus (2022). Scopus content, Scopus source list. Scopus.com. Diakses pada 31 Oktober 2022, dari https://www.scopus.com/home.uri

Oleh : Muhammad Fajar Wahyudi Rahman

*Penulis adalah Peneliti Madya Universitas Negeri Surabaya (UNESA).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.