Foto: Tqi
KILASJATIM.COM, Malang – Membaca Pacar Merah Indonesia, Tan Malaka; Petualangan Buron Polisi Rahasia Kolonial seolah membaca perjalanan bapak pendirian republik negeri ini yang nama tokohnya disamarkan. Dalam bentuk sastra, kita membaca catatan perjalanan keliling dunia, dengan 23 nama samaran dan diburu agen rahasia berbagai negara.
Novel yang pertama diterbitkan pada Maret 1938 ini menyajikan kisah petualangan yang memikat. Dengan intrik spionase, politik dan kisah cinta romantik berlatar kota-kota ternama berbagai negara dari Soviet, Asia, Eropa sampai benua Amerika.
Dalam buku Pacar Merah Indonesia yang ditulis Matu Mona alias Hasbullah Parindurie seorang pengarang dan wartawan Harian Tegas dan redaktur Selecta Group. Pembaca dibawa berselancar pada petualangan seorang jenius bernama Pacar Merah alis Vichitra dan masih banyak lagi nama yang dipakai selama penyamaran. Seorang cerdik pandai, bercita-cita mendirikan negara merdeka, Indonesia di Hindia Belanda.
Menjunjung derajat kemanusiaan yang adil dan beradab. Setiap kata yang diucap bak mantra, didengar, dipatuhi dan dijalankan pengikut setianya diberbagai negara. Dari kaum buruh pelabuhan sampai penguasa dan pengusaha wilayah. Hingga keberadaanya dianggap berbahaya, di mana pun ia berada.
Ia seorang yang menguasai berbagai bahasa di dunia, dari Inggris, Prancis, China, Arab dan masih banyak lagi. Tak heran di manapun kehadiran dan pidatonya dalam konferensi selalu dinanti. Dan mampu menggerakkan massa untuk melakukan perubahan gerakan politik.
Pacar Merah dalam benak saya, seorang yang keren. Bukan hanya berwajah tampan, glowing menawan. Lebih dari itu, ia seorang manly.
Sebab itu pula putri dari Negeri Gajah Putih, Mademoiselle Nikon (Ninong) Phao terpikat pada nya, sekali pun telah dijodohkan dari kalangan bangsawan se negaranya. Sampai rela menyembunyikan keberadaan laki-laki itu, saat agen internasional mencari. Ia juga memohon dibawa kemanapun mysterman itu pergi.
Sungguh kisah cinta yang romantis, ketika seorang perempuan menyerahkan hidupnya pada laki-laki yang kepalanya dihargai 50 ribu dollars bagi siapa saja yang berhasil menangkapnya. Sedang si laki-laki menaruh rasa yang sama, namun cinta pada negerinya yang belum merdeka, jauh melebihi cintanya pada perempuan yang namanya selalu disebut dalam bawah sadarnya.
Kisah ini semakin menarik ketika nama-nama tokoh pergerakan Indonesia mirip atau diplesetkan, dalam tokoh di roman tersebut, seperti Djalumin, Paul Mussotte, Ivan Alminsky, Semounoff dan Darsnoff. Nama yang tak asing dalam pelajaran sejarah di sekolah.
Adalah Tan Malaka atau Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka yang menjadi tokoh utama. Ia seorang pengajar, filsuf, pejuang kemerdekaan Indonesia, pendiri Partai Murba dan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Ia penulis Naar de Republiek Indonesia, buku pertama yang ditulis oleh pribumi Hindia Belanda untuk menggambarkan gagasan Hindia Belanda merdeka sebagai Indonesia, hingga Muhammad Yamin memberikan julukan “Bapak Republik Indonesia”. (tqi)