Mobile Legends Masuk Ekskul di Sekolah, Pemerhati Pendidikan: Langkah Cerdas atau Ancaman Masa Depan?

oleh -326 Dilihat

KILASJATIM.COM, Surabaya — Dinas Pendidikan Kota Surabaya tengah menjajaki rencana penerapan ekstrakurikuler permainan daring Mobile Legend di jenjang SD dan SMP. Ide ini disebut sebagai langkah mengikuti arus zaman digital—di mana gim daring dinilai mampu melatih logika, strategi, dan kerja sama tim.

Namun, pertanyaannya: apakah membuka ekstrakurikuler Mobile Legend benar-benar menjadi kebutuhan utama anak-anak Surabaya hari ini?

Di balik semangat inovasi tersebut, terdapat realitas pendidikan yang lebih mendesak untuk disoroti. Data Dinas Pendidikan Kota Surabaya tahun 2023 menunjukkan, setidaknya 1.832 anak usia SD dan SMP mengalami putus sekolah. Sementara itu, LPAI Jawa Timur mencatat peningkatan kasus perundungan di sekolah hingga 15 persen selama setahun terakhir.

“Ini menunjukkan bahwa sekolah, dalam banyak kasus, belum sepenuhnya menjadi ruang yang aman dan ramah bagi tumbuh kembang anak. Maka wajar jika publik mempertanyakan urgensi dari program ekstrakurikuler gim daring yang berpotensi menambah beban, baik psikologis maupun finansial, pada keluarga,” kata Kusnan, seniman yang juga pemerhati pendidikan di Surabaya, Sabtu (24/5/2025).

“Anak-anak bukan bahan eksperimen,” tambah Kusnan.

Ia juga menegaskan jika yang dibutuhkan pendidikan saat ini bukan mengikuti tren digital. “Tapi keberanian untuk membenahi ekosistem pendidikan yang mendukung karakter, moral, dan ketahanan jiwa anak.” tegas pria yang juga aktivis 98 ini.

Kusnan juga mengungkapkan masalah lain yang tak bisa diabaikan adalah meningkatnya gangguan mental di kalangan remaja. Data dari RSJ Menur menunjukkan, selama tahun 2024, ada 68 pasien dengan gangguan jiwa akibat judi online, dan per Mei 2025, sudah ada 51 kasus serupa, beberapa di antaranya melibatkan remaja usia 14 tahun.

Baca Juga :  Kirab Tumpeng dan Gunungan Hasil Bumi Meriahkan Ruwah Desa Rangkah Kidul

Kecanduan gim online dan perjudian digital kian mengkhawatirkan. Survei We Are Social tahun 2023 mencatat, 70 persen anak usia 10–15 tahun di Indonesia memainkan gim daring minimal satu jam per hari.

Sementara penelitian Anderson dan Bushman (2017) memang menyebut gim strategi bisa melatih logika dan pengambilan keputusan, keterlibatan intens tanpa kontrol justru bisa memicu impulsivitas, agresivitas, dan isolasi sosial.

Alih-alih berfokus pada penguatan ekstrakurikuler digital, sekolah-sekolah seharusnya mengedepankan pendekatan berbasis pendidikan karakter. Program seperti Olweus Bullying Prevention yang telah terbukti menurunkan angka perundungan hingga 25 persen di negara lain, bisa dijadikan rujukan.

“Tanpa landasan karakter yang kuat, teknologi justru bisa menjadi bumerang. Anak-anak bisa semakin jauh dari keluarga, dan makin rentan terhadap tekanan sosial yang dihadirkan dunia maya,” lanjut dia.

Pendidikan, tambah Kusnan, tidak seharusnya sekadar mengejar tren, tetapi membangun fondasi—karakter, moral, dan kemanusiaan. Apalagi di tengah banyaknya anak yang masih berjuang melawan kekerasan, kesepian, dan ketercerabutan nilai di lingkungan sekolah.

Surabaya bukan kekurangan ruang digital. Yang kurang adalah ruang aman dan ramah untuk anak-anak tumbuh dengan utuh. Saat dunia bergegas menuju metaverse, yang dibutuhkan bukan siapa yang paling cepat masuk, melainkan siapa yang paling siap menjaga mental dan nilai-nilai anak bangsanya.

“Mendekatkan anak dengan teknologi itu perlu. Tapi lebih penting memastikan langkah itu dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan empati yang dalam terhadap kondisi nyata pendidikan saat ini,” pungkas dia. (cit)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.