KPK Soroti BPD Jatim: Ada Celah Korupsi dalam Penyaluran Hibah dan Bansos!

oleh -222 Dilihat

KILASJATIM.COM,  Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyoroti potensi praktik korupsi di sektor keuangan, khususnya di lembaga perbankan daerah seperti Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Dalam rapat koordinasi bersama BPD Jawa Timur yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (15/5), KPK menegaskan pentingnya penguatan tata kelola untuk menutup celah penyimpangan anggaran.

Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (Kasatgas Korsup) Wilayah III KPK, Wahyudi, mengungkapkan bahwa BPD memiliki peran strategis sebagai penggerak ekonomi lokal. Namun lemahnya pengawasan serta minimnya regulasi yang tegas justru membuka ruang bagi praktik korupsi, terutama dalam penyaluran hibah dan bantuan sosial (bansos).

“Penyimpangan bisa terjadi mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan anggaran. Kami menemukan adanya penyaluran hibah yang tidak sesuai prosedur serta indikasi fraud yang melibatkan oknum internal,” ujar Wahyudi dalam keterangan tertulis yang diterima kilasjatim.com, Jumat (16/5/2025).

KPK menyoroti kasus-kasus korupsi yang melibatkan belanja hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur periode 2019–2022, serta tingginya alokasi hibah untuk 2023–2025. Pengawasan dinilai perlu diperketat agar dana publik benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan dijadikan ladang penyimpangan.

Menurut Wahyudi, salah satu masalah utama adalah kecenderungan BPD mengandalkan “key person” dalam pemberian hibah, ketimbang melakukan penilaian kelayakan usaha secara objektif. Bahkan, individu yang dijadikan rujukan sering kali tidak memiliki posisi formal dalam perusahaan penerima.

“Modus lain yang kami temukan adalah pengalihan rekening pembayaran proyek tanpa sepengetahuan bank asal, dan pencairan dana yang tidak sesuai progres proyek,” beber Wahyudi.

Dalam rapat tersebut, KPK merekomendasikan agar penyaluran hibah dan bansos merujuk pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Jawa Timur tahun 2025–2026, agar kebijakan pembiayaan selaras dengan prioritas pembangunan.

Baca Juga :  Pj Gubernur Jatim Tekankan Pengendalian Inflasi dan Peningkatan Investasi

“Penguatan tata kelola harus menjadi bentuk tanggung jawab BPD, bukan sekadar formalitas administratif. Ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan daerah,” tutur Wahyudi.

Melalui kajian Direktorat Monitoring, KPK juga menemukan indikasi moral hazard di lingkungan legislatif. Sejumlah anggota DPRD yang menjadi debitur justru menunggak kredit setelah tak lagi menjabat, namun tetap dibiarkan karena mereka juga pemegang saham pengendali BPD.

Kondisi ini dinilai rawan konflik kepentingan dan memperlemah prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit.

Menanggapi temuan dan rekomendasi tersebut, Vice President Dana & Jasa BPD Jatim, Yetty Fitria Suprapto, menyampaikan apresiasi kepada KPK.

“Kami menyambut baik masukan dan pendampingan dari KPK. Ini akan kami jadikan pedoman untuk memperkuat sistem pengawasan, integritas pegawai, dan tata kelola keuangan,” kata Yetty.

Selain Yetty, kegiatan ini juga dihadiri pejabat internal BPD Jatim seperti Novita Erkasari (Kantor Fungsional Pemprov Jatim), Olivia Dani Prastika (Officer Ritel & Perorangan), serta Asri Kusumayanti (AVP Kepatuhan & APUPPT).

KPK berharap sinergi lintas sektor ini menjadi langkah konkret dalam mencegah korupsi, menjaga kredibilitas perbankan daerah, serta memastikan bahwa dana publik benar-benar berpihak pada masyarakat. (cit)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.