Kajati Jatim: Pelaku Tindak Pidana Korupsi Adalah Mereka Yang Berkecukupan Secara Ekonomi

oleh -666 Dilihat
Rapat Kerja Percepatan dan Penyaluran Dana Desa yang diikuti ribuan kepala desa se Jawa Timur di JX International Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/2).

KILASJATIM.COM, Surabaya – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Mohammad Dhofir menjelaskan beberapa faktor yang menjadi pemicu terjadinya tindak pidana korupsi. Meski di satu sisi, para pelaku tindak pidana korupsi adalah mereka yang berkecukupan secara ekonomi.

“Kenapa korupsi itu masih saja ada. Bahkan sejak saya masuk kejaksaan 1992 sampai sekarang, korupsi selalu ada dan itu-itu saja. Bahkan, semakin hari semakin bertambah. Kasusnya juga semakin menarik, menarik perhatian masyarakat, karena uang yang dikorupsi tidak sedikit,” kata Dhofir saat acara pembukaan Rapat Kerja Percepatan dan Penyaluran Dana Desa yang diikuti ribuan kepala desa se Jawa Timur di JX International Surabaya, Jawa Timur, Selasa (25/2).

Ia menyebut, sifat keserakahan manusia menjadi faktor yang memunculkan potensi korupsi. Apalagi, yang melakukan korupsi disebutnya adalah orang yang secara ekonomi sudah kaya.

“Yang korupsi itu bukan orang miskin, bahkan kaya-kaya semua. Yang mobilnya satu pengen dua, ga ada puasnya. Termasuk istri barangkali ya. Istri satu kurang, tambah satu, tambah lagi sampai tiga, akhirnya semua istri minta rumah sementara kekuatan kita terbatas. Sehingga terjadi hal menyimpang, ini menurut saya korupsi itu selalu ada. Bahkan semakin hari semakin meningkat,” tegasnya.

BACA JUGA: Negara Dirugikan Miliaran rupiah, Ditjen Pajak Serahkan Dua Tersangka Pidana ke Kejaksaan

Ia menambahkan, selain faktor di atas, faktor kesempatan dan niat untuk melakukan juga dapat menjadi pemicu terjadinya korupsi. Tidak hanya itu, ia juga mengkritik hukuman terhadap para pelaku korupsi yang dianggapnya terlalu rendah pidananya.

“Kita perlu melakukan pengendalian diri. Selain itu, pelaku tindak pidana korupsi selama ini mungkin masih dianggap rendah pidananya, sehingga efek jeranya tidak ada,” tandasnya.

Baca Juga :  Presiden: Tahun Depan Penerima Bansos PKH Naik jadi 15 Juta KPM

Sebagai solusi, ia menyebut harus ada peningkatan kesejahteraan, pemberian sanksi yang tegas dan memperbaiki sistim secara terintegrasi, agar dapat mencegah tindak pidana korupsi terutama terkait dengan dana desa.

Ia pun menegaskan, Kejaksaan juga turut berperan dalam pengawasan penyaluran dana desa yang bersumber dari APBN. Tentu saja penindakan dilakukan kepada oknum yang melakukan penyimpangan pada penggunaan dana desa untuk kepentingan pribadi.

BACA JUGA: Dispendik Probolinggo Sosialisasikan Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi  

Alokasi dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat ke Jatim tergolong besar. Dofir mengungkapkan, dana desa untuk Jatim pada tahun 2017 dan 2018 sebesar Rp 6 triliun dan pada tahun 2019 naik menjadi Rp 7 triliun dan tahun ini angkanya naik lagi.

Ia mengungkapkan contoh kasus terkait dana desa yang sudah ditangani dan masih disidik di Jatim pada tahun 2015 ada 22 kasus, pada 2016 ada 48 kasus, pada 2017 ada 98 kasus, pada 2018 ada 96 kasus, dan pada 2019 turun menjadi 46 kasus. “Saat ini tahap penyelidikan ada empat kasus, penyidikan sebelas kasus, penuntutan tujuh kasus, upaya hukum enam kasus,” kata Dhofir. (kominfo/kj7)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.