Foto Istimewa
KILASJATIM.COM, Jakarta – Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) membayangi industri perhotelan di Indonesia. Situasi ini diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPP PHRI), Sutrisno Iwantono, yang menyebutkan bahwa penurunan tingkat hunian dan efisiensi anggaran pemerintah menjadi pemicu utama.
“Saat ini kondisi industri perhotelan tidak baik-baik saja karena okupansi hotel terus mengalami penurunan,” jelas Sutrisno pada Rabu (27/5/2025).
Sutrisno membeberkan data mengejutkan bahwa 96 persen hotel di Jakarta melaporkan penurunan okupansi pada kuartal pertama 2025. Menurutnya, kondisi ini merupakan imbas dari minimnya anggaran pemerintah dan menurunnya daya beli masyarakat.
“Kalau ini terus berlanjut, maka 70 persen hotel berpotensi mengurangi jumlah karyawan mereka,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sutrisno menjelaskan bahwa tenaga kontrak harian atau daily worker akan menjadi jenis pekerja yang paling terdampak. Ia juga menyoroti bahwa dampak penurunan ini akan merembet ke pihak pemasok dan UMKM, yang secara langsung terkait dengan operasional hotel.
“Ketika hotel mengurangi belanja operasional, pemasok daging, sayur, hingga laundry ikut terdampak,” kata Sutrisno.
Kontribusi belanja pemerintah terhadap pendapatan hotel disebut mencapai 20 hingga 40 persen. Oleh karena itu, Sutrisno menilai larangan kegiatan dinas di hotel telah memperparah keterpurukan industri perhotelan, terutama di daerah.
Menyikapi kondisi ini, Sutrisno menekankan pentingnya peran pemerintah untuk mendorong wisatawan lokal sebagai pengganti tamu dari instansi pemerintah. Ia berpendapat bahwa sektor perhotelan harus mendapat perhatian serius mengingat industri ini melibatkan lebih dari 600 ribu tenaga kerja.(den)