Indonesia Kekurangan Sekitar 800Tenaga Fisikawan Medis

oleh -1582 Dilihat

Direktur RS Adi Husada Undaan,  dr Irawati Marga MARS menyerahkan cinderamata kepada salah seorang pembicara di acara workshop Integrated Breast and Cervical Cancer Management, yang digelar Rumah Sakit Adu Husada di Surabaya , Sabtu  (30/11/2019).

KILASJATIM.COM, Surabaya –
Profesi fisikawan medis mungkin jarang terdengar di telinga Anda. Atau bahkan baru pertama kali ini mengetahuinya. Profesi ini memang tak banyak diketahui tapi sangat dibutuhkan di rumah sakit yang memiliki fasilitas radiologi.

Yang mengenaskan saat inipun jumlah fisikawan medis klinis yang menjadi mitra dokter dalam melakukan treatmen kanker di Indonesia masih sangat minim.

Fisikawan medis sebenarnya salah satu profesi tenaga kesehatan yang sejajar dengan profesi lain, seperti dokter atau radiografer medik. Namun sayang belum diketahui secara luas oleh masyarakat.

Radioterapi dikenal sebagai salah satu treatmen yang dilakukan untuk menangani kanker. Sayangnya  hingga kini jumlah fisikawan medis klinis yang menjadi mitra dokter dalam melakukan treatmen kanker terbilang masih belum mencukupi.

Hal ini diungkapkan Ketua DPP Aliansi Fisikawan Medik Indonesia (Afismi), Supriyanto Ardjo Pawiro PhD, kebutuhan fisikawan medis di rumah sakit mencapai 1.100 orang sementara saat ini Indonesia baru memiliki sekitar 500 orang. Dari jumlah tersebut 300 tersebar di beberapa rumah sakit dan klinik di Jawa. Sedangkan luar Jawa hanya ada di beberapa daerah atau kota besar saja.

“Idealnya 1 rumah sakit memiliki 2 tenaga fisikawan medis. Yang terjadi sekarang ini satu rumah sakit 1 fisikawan..Dan tidak.semua
rumah sakit atau klinik memiliki tenaga tersebut karena minimnya tenaga di bidang itu,” kata Supriyanto disela acara
simposium dan workshop Integrated Breast and Cervical Cancer Management, yang digelar Rumah Sakit Adu Husada di Surabaya , Sabtu  (30/11/2019).

Baca Juga :  Cegah Erosi Lahan Pertanian, 50 Ribu Rumput Vetiver Ditanam di Sekitar Ranu Pani

Ketua DPP Aliansi Fisikawan Medik Indonesia (Afismi), Supriyanto Ardjo Pawiro PhD

Upaya mengatasi kekurangan jumlah tenaga fisikawan medis, Afismi melakukan terobosan di 3 provinsi, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta mengingat sudah adanya pendidikan profesi di tiga tempat ini. Nantinya juga akan dilakukan di Unhas (Universitas Hasanuddin,red) dan satu tempat lagi untuk wilayah timur dan juga di wilayah barat.

Lebih lanjut  Supri menyampaikan dalam workshop yang digagas Adi Husada Cancer Centre (AHCC) pendidikan  profesi  ini menjadi  sangat penting. Untuk bisa mewujudkan dan memenuhi kebutuhan di rumah sakit dibutuhkan dukungan banyak pihak, tidak hanya dari universitas, tapi juga rumah sakit di sekitarnya.

Seberapa penting peran fisikawan medik dalam radioterapi? Ditegaskan Supriyanto peran fisikawan medis dalam radioterapi sangat membantu,  karena dalam manajemen kanker ada perhitungan dosis sehingga pemberian dosis radiasi pada pasien  presisi dan akurat.  Misalnya dokter menginginkan dosis 200 gray, disini peran fisikawan yang meraciknya.

“Jika apoteker meracik dosis obat maka fisikawan yang meracik dosis radiasi kalau terjadi kesalahan penghitungan, yang ditreatmen bukan kankernya tapi justru jaringan normal di sekitarnya yang terkena dampaknya,” urainya seraya menambahkan keberadaan fisikawan medis ini juga penting untuk manajemen kalkulasi dan kalibrasi alat sehingga terjamin akurat dan presisi.

Sementara itu, Direktur RS Adi Husada Undaan,  dr Irawati Marga MARS mengatakan, sebagai layanan terintegrasi swasta pertama di Indonesia timur, AHCC dilengkapi dengan layanan skrining, diagnostik, radioterapi, kemoterapi, pembedahan dan post care dalam 1 lokasi.

Data global menyebutkan setiap tahun terdapat 18,1 juta kasus baru kanker dan pada  2018 sebanyak 9,6 juta meninggal karena kanker. Selain itu 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 6 perempuan mengalami kanker. Data itu juga menyebut , 1 dari 8 pria dan 1 dari 11 perempuan meninggal karenanya.

Baca Juga :  Jadikan Desa Pesisir Semare Pasuruan Lebih Hijau Tanam  Bibit Mangrove dan Mangga

Prevalensi kanker di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar  (Riskesda) 2018,  sebesar 1,79 per 1.000 penduduk meningkat dibanding hasil Riskesda 2013 yang 1,4 per 1.000 penduduk. Sementara angka kejadian kanker 136,6 per 100.000 penduduk yang menempatkan Indonesia di urutan 8 di Asia Tenggara dan urutan  5 di Asia. (kj2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.