Gedung De Javasche  Bank, Simpan Banyak  Cerita Sejarah Perbankan di Jawa Timur 

oleh -1706 Dilihat

 

Gedung De Javashe Bank sebelum di pugar pintu masuk.menghadap ke Jl Garuda No 1 (arsip)

 

 

KILASJATIM.COM, Surabaya –
Ingin mengetahui kehebatan sebuah kota /daerah, pelajari dulu sejarahnya. ini tidak salah, perjalanan panjang hingga menjadi kota terhebat, terindah, termakmur dan serba ter – lainnya tidak terlepas dari kisah yang melatarbelakangi keberhasilan tersebut . Surabaya hingga dijadikan dan ditetapkan sebagai ibukota Jawa Timur tentu saja banyak pertimbangan kala itu.

Sebutan Surabaya sebagai kota Pahlawan sepertinya memang pas. Selain peristiwa pertempuran 10 November 1945 Surabaya punya catatan sejarah panjang terkait dengan nilai nilai historis kepahlawanan.
Itu juga dibuktikan dengan banyaknya gedung bersejarah peninggalan kolonial Belanda yang hingga kini masih terawat dengan baik.

Surabaya merupakan satu dari sekian banyak kota yang pernah mengalami masa penjajahan. Dan.menjadikan kota ini sebagai pusat pemerintahan masa kolonial. Maka tak heran jika gedung kuno di daerah tersebut kini menjadi pusat perkantoran pemerintahan.

Selayaknya kota lain, Surabaya juga memiliki kawasan kota tua. Di kawasan inilah banyak terdapat gedung bergaya lama.  Wisatawan yang berkunjung ke kota ini sangat disayangkan jika tak menyusuri tempat bersejarah di Surabaya, karena lokasinya ada di satu kawasan Surabaya Utara dan tempatnya pun tidak berjauhan satu dengan lainnya. Masih banyak gedung bergaya zaman kolonial berdiri di kota ini.
Dengan berjalan kaki atau dengan sarana bus yang disiapkan pemerintah kota Surabaya maka kita akan bisa mendapatkan kepuasan sekaligus belajar sejarah dari sini.

Jika berkunjung ke Surabaya,  Jawa Timur kita tak mungkin kehabisan tujuan wisata. Ini dikarenakan Kota Pahlawan memiliki sejuta tempat yang bisa dijadikan untuk mengisi waktu luang.

Surabaya ibu kota Jawa Timur memiliki sejuta kenangan, pembangunan jalan jalan yang sangat pesat dengan taman dan pepohonan yang mempercantik keindahan kota , juga diimbangi dengan pembenahan gedung tua peninggalan tempo dulu yang lebih banyak kita temukan di kawasan kota tua di Surabaya Utara.

Ruangan kasir untuk kliring terpisah dan aman bagi nasabah (kilasjatim.com/Nova)

Selain mendapat suguhan gedung bergaya tempo dulu, berwisata ke kawasan kota tua juga dapat menambah ilmu pengetahuan sejarah.  Karena disini juga ditemukan banyak gedung dijadikan museum yang memuat catatan perjalanan dari kota Surabaya sendiri maupun keberadaan gedung tersebut .

Dari sekian banyak gedung kuno bersejarah di kota ini ada salah satu bangunan bersejarah yang erat kaitannya dengan perekonomian kota ini. Adalah De Javasche Bank atau Museum Bank Indonesia (Indonesian Bank Museum), bangunan yang ditetapkan sebagai cagar budaya . Ada baiknya kita mengetahui dimana sih letaknya gedung ini, apa daya tariknya hingga kita perlu untuk mengetahuinya.

Heiiittss….jangan dulu apriori begitu mendengar kata museum yang kita sendiri sepertinya malas untuk masuk karena terkesan kaku dengan hanya melihat ornamen ornamen atau benda benda yang terlihat kuno dan tidak bertehnologi canggih. Namun gak ada salahnya jika kita ingin menambah pengetahuan sejarah panjang sejarah sistem perbankan di Indonesia khususnya di kota ini.

Baca Juga :  Telkomsel Donasikan 1.800 APD Untuk Rumah Sakit dan Puskesmas di Jawa Bali Nusra

Pintu besi di ruang penyimpanan emas batangan, dokumen dan lainnya di lantai basement (kilasjatim.com/Nova)

De Javasche Bank (DJB) yang menjadi saksi sejarah panjang perbankan di Indonesia merupakan peninggalan negara kincir angin, Belanda. Jika sekarang ini gedung tersebut menjadi milik Bank Indonesia tentunya ada hubungannya dan pastinya berkaitan erat

Ayo kita mencari tahu. Adalah Rizki Jayanto, Penanggung Jawab Gedung menjelaskan , sebelum Bank Indonesia berkantor di Jl Pahlawan, dulu sempat berkantor dan beroperasi di gedung DJB Jl Garuda No 1 (kawasan Jembatan Merah ) berseberangan dengan Gedung Telkom.

Gedung berarsitektur konservatif neo renaissance merupakan perwakilan yang ada di Batavia dan dibuka tahun 14 September 1829. Oleh pemerintah Indonesia diganti nama dan berdirilah Bank Sentral RI (BI) pada 1 Juli 1953. Selama tahun 1953 – 1972 Bank Indonesia  berkantor dan  beroperasional di jl Garuda. Selanjutnya tahun 1973 Bank Indonesia  pindah ke jl Pahlawan.  Selanjutnya gedung dipinjam BankJatim untuk operasional hingga tahun 2000.

Untuk lebih detilnya, setelah panjang lebar mengisahkan sejarah gedung tersebut saya diajak oleh Rizky berkeliling mulai dari lantai paling awah gedung bersejarah yang terbagi menjadi tiga lantai, pertama, ruang basement (ruang bawah tanah). Lantai paling bawah ini digunakan sebagai brankas atau tempat menyimpan uang, emas, serta dokumen.

Museum ini memiliki tiga lantai dan menampilkan sejarah sistem perbankan di Indonesia, foto-foto lama dari Surabaya dan juga koleksi mata uang kuno. Tampilan museum dibagi menjadi tiga ruang:

Ruangan Koleksi Mata Uang Lama: Ruangan sebelumnya berfungsi sebagai kamar aman deposito dan digunakan untuk menampilkan mata uang lama Indonesia.

Ruangan Koleksi dari Konservasi: Ruangan mengandung bahan bangunan yang diganti untuk konservasi, sejarah, juga konstruksi bank.

Ruangan Koleksi Harta Budaya: Ruangan mesin bank lama, tampilan, dan peralatan. Koleksi uang Belanda, Jepang dan Indonesia. Ruang konservasi, dan ruang spesimen emas batangan serta foto foto pusaka budaya BI yang berisikan perlatan mesin operasional BI .

“Di basement atau ruang bawah tanah ini ada 3 khasanah uang, khasanah konservasi (perlindungan emas) 6 spesimen emas batangan, 21 mesin operasional dan pusaka budaya Bank Indonesia,” urai Rizki.

Saat hendak menuju ruang brankas saya tertarik dengan adanya kaca cermin yang terpasang di setiap sudut lorong di samping ruangan. Kenapa ada cermin disitu? ternyata eh ternyata kaca berbentuk datar ini berfungsi sebagai CCTV. Hebat ya….

Petugas keamanan bank tidak perlu harus mengitari lorong ruangan untuk memastikan aman tidaknya lorong tersebut . Cukup dengan memantau dari depan dan sesekali menoleh ke arah kaca di samping kanan. a kaca tersebut saling terhubung satu dengan lainnya. Unik juga .

“Kaca atau cermin ini pada jaman Belanda berfungsi sebagai sistem keamanan (CCTV) tradisional. Hanya menggunakan kaca manual dan terletak di setiap sudut ada 3 cermin fungsinya sama yakni memantau sistim keamanan di lorong bagian belakang yang mengitari ruangan brankas. Jika ada seseorang yang mencurigakan akan berbuat kejahatan maka.segera diketahui melalui kaca ini,” ujar Rizki .

Baca Juga :  Warga Surabaya Buka SPKLU Waralaba Pertama di Jawa Timur

Kaca berlapis tiga yang kala.otu berfungsi selayaknya CCTV  terhubung di setiap sudut ruangan dan lorong (kilasjatim.com/Nova)

Tak hanya itu di lantai paling bawah ini Rizki juga menunjukkan sistim pendingin ruangan (Air Conditioning) manual yang mengadopsi pendingin dari Kendi. Belanda membuat semacam kendi air yg tertanam di bawah lantai bagian atasnya ditutup baja. Tentu saja dingin saat siang dan malam sesuai kondisi alam saat itu. Kesannya unik natural AC alami.

Kami pun melanjutkan langkah menaiki anak tangga menuju ke lantai dua yang digunakan sebagai kantor dan teller, serta lantai paling atas untuk tempat dokumentasi.

“Sistim.pengamanan dulu cukup bagus. Disini hanya terdapat satu pintu masuk, yaitu pintu putar untuk nasabah dan petugas bank yang ada di lantai dua. hingga kini pintu putar tersebut masih berfungsi dengan baik.

Di lantai 1 merupakan area office atau transaksi antara nasabah dengan kasir yang untuk kliring. Disini ada 10 pintu kasir yang bersekat sehingga nasabah yang akan bertransaksi merasakan aman.

“Di setiap ruangan kasir terdapat pintu hanya muat untuk satu orang dan setiap bertransaksi pintu ini dikunci oleh nasabah sehingga sangat privacy dan aman,” imbuh Rizki.

Saat kita berada di lantai ini, jangan lewatkan untuk menengadah melihat keunikan kaca patri yang hanya ada 2 di dunia. Yakni di Prancis dan di Gedung DJB di Surabaya. Kaca patri berwarna warni ini fungsinya sebagai pancaran sinar matahari yang menerangi area office tanpa bantuan lampu listrik . Kaca patri ini tahan terhadap berbagai cuaca dan hingga kini belum pernah pecah.  Konon kaca tersebut kerajinan turun temurun di Eropa. Bangganya kita warga Surabaya yang bisa memiliki koleksi kaca tersebut dan hanya bisa ditemukan hanya di dua negara saja.

Kaca patri di plafon yang berfungsi menerangi ruang perkantoran. Di dunia kaca patri hanya ada di gedung DJB Surabaya dan di Perancis . (kilasjatim.com/Nova)

Rizki mengimbau warga lokal agar mau melestarikan cagar budaya yang ada di Surabaya. Gedung DJB membuka kesempatan bagi warga yang ingin berkunjung dengan meyediakan guide , tempat edukasi dan sarana ber swafoto.

“Gedung ini sering digunakan untuk foto prewedding dan album sekolah. Untuk prewed banyak pasangan dari luar kota. Dan gedung ini juga kerap digunakan sebagai ruang pameran lukis, batik, pameran UMKM. Kunjungan per bulan bisa mencapai 5000 orang dari instansi mau pun per orangan,” pungkas Rizki.(kj2)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.