KILASJATIM.COM, Bondowoso – Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 30 Tahun 2024 Pasal 4 poin (b) yang mengharuskan calon pengantin melampirkan akta kelahiran menjadi keluhan di masyarakat.
Belum lagi tidak dijelaskan dalam PMA tersebut, apakah akta kelahiran yang dipakai adalah akta yang menyebutkan nama bapak dan ibu, akta yang cukup menggunakan nama ibu saja sudah cukup, atau format akta yang lain juga bisa.
Kondisi ini menyebabkan perbedaan pendapat antara Kementerian Agama dan Dispendukcapil sebagai penerbit akta kelahiran.
Akibatnya, banyak warga tidak bisa melakukan pernikahan secara resmi di KUA karena terkendala akta kelahiran tidak bisa diterbitkan.
Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, yakni pernikahan orang tua tidak tercatat di KUA, orang tua tidak diketahui, orang tua melakukan hubungan di luar perkawinan, hingga orang tua tidak memiliki dokumen sebagai dasar pembuatan akta kelahiran.
Menanggapi persoalan itu, Ketua Fraksi PKB DPRD Bondowoso, Tohari menjelaskan, aturan ini membuat gelisah calon pengantin termasuk mudin di desa. “Bahkan kegelisahan ini disampaikan langsung oleh masyarakat ke kami anggota DPRD,” kata dia usai hearing, Senin (10/2/2025).
Hal senada juga dikukuhkan secara resmi oleh Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) tentang kewajiban melampirkan akta kelahiran. Namun kenyataannya banyak terjadi masalah.
Misalnya di KK tercantum nama ayah dan ibu. Namun ternyata orang tua tidak bisa membuktikan dengan surat nikah. Sebagian orang tua calon pengantin tidak bisa menunjukkan surat nikah karena nikah siri.
“Ada yang punya surat nikah. Tapi nama di surat nikah salah. Ada yang merasa punya surat nikah tapi hilang. Ada juga yang merasa dinikahkan penghulu namun tidak diberi surat nikah. Itu terjadi puluhan tahun lalu,” jelas dia.
Karena tidak memiliki surat nikah maka Dispendukcapil menerbitkan akta kelahiran hanya mencantumkan nama ibu. Padahal di KK tercantum nama ayah.
Dispendukcapil juga tidak bisa semerta-merta mengeluarkan akta kelahiran. Meskipun ada empat jenis format akta kelahiran sebagaimana Permendagri nomor 108 tahun 2019.
Tampaknya Pemkab Bondowoso dan Kemenag belum duduk bersama. Oleh karena itu, dalam hearing tadi Fraksi PKB mengundang Dispendukcapil, Kemenag, Pengadilan Agama, termasuk KUA, dan mudin desa.
“Apa yang diinginkan oleh Kemenag sudah ditangkap oleh Dispendukcapil. Alasan regulasi dari Dispenduk juga sudah ditangkap Kemenag dan PA,” jelas dia.
Fraksi PKB sendiri tidak bisa mengambil keputusan karena aturannya dari pusat langsung. Namun dia meminta agar Kemenag, Dispendukcapil dan PA segera duduk bersama untuk menindaklanjuti hasil diskusi tadi.
“Kami dari Fraksi PKB jika dibutuhkan kami siap. Syukur-syukur para eksekutor ini dapat mengambil keputusan yang baik. Harapannya masyarakat yang menjadwalkan pernikahan bulan ini bisa segera dilaksanakan,” tegas dia. (wan)