KILASJATIM.COM, Jakarta – Diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mendiagnosis fibromyalgia. Fibromyalgia adalah sebuah kondisi yang diperkirakan memengaruhi cara otak memproses sinyal rasa sakit, memperkuat intensitasnya hingga menyebabkan rasa sakit kronis yang melemahkan pengidapnya.
Melansir Health, fibromyalgia dapat meniru banyak kondisi lain. Seperti radang sendi, lupus dan kanker. Selama bertahun-tahun, kondisi ini dianggap sebagai gangguan kesehatan jiwa. Pada 2007, pengobatan untuk mengobati gejala dan efek samping tersedia, namun untuk penyakit itu sendiri belum ada obatnya.
Seperti yang dialami Bel Banta, seorang gadis yang sekarang berusia 22 tahun didiagnosis sebuah kelainan yang dikenal sebagai fibromyalgia. Banta mulai mengalami gejala rasa sakit pada usia 16 tahun. Dimulai dari persendian jarinya.
“Aku merasa pegal pada satu momen dan tajam pada momen yang lain. Rasa sakit itu dengan cepat meluas. Setiap kali aku melangkah, aku merasakan ‘pukulan’ tajam,” kata Banta seperti dilansir Suara.com, Jumat 8 November 2019.
BACA JUGA: Kasus Kematian Ibu dan Bayi, Banyak Ditemukan di Daerah Terpencil
Banta mengaku dirinya selalu mengabaikan rasa sakit tersebut karena ia tidak memiliki energi atau waktu untuk mengatasinya. Ketika Banta mengatakan keluhannya pada dokter keluarga untuk yang pertama kali, dokter menduga ia menderita radang sendi atau leukemia.
Sang dokter pun bertanya apakah Banta pernah merasa tertekan atau cemas.
“Aku mengangguk, meskipun sebagian besar kecemasanku hanya berasal dari rasa sakitku yang tidak bisa dijelaskan,” lanjut Banta.
Sang dokter pun meresepkan obat zoloft, namun tidak menyarankan ke spesialis. Zoloft merupakan obat antidepresan yang biasa diresepkan penderita pengakit jiwa.
Namun, obat ini tidak membuat Banta membaik. Ia justru mengaku sering merasakan adanya aliran listrik di kepalanya, dan ini bertahan hingga setahun.
Rasa sakitnya semakin memburuk, bahka ia tidak dapat duduk tenang tanpa terserang rasa sakit. Rasa sakit itu, kata Banta, berpadu antara sakit kepala, kelelahan, dan insomnia.
Hingga akhirnya saat musim gugur atau satu tahun kemudian, sang dokter mendiagnosisnya dengan fibromyalgia dan meresepkan obat cymbalta untuk mengobati rasa sakit serta kecemasannya.
Berminggu-minggu mengonsumsi obat tersebut Banta mulai merasa membaik. Rasa sakitnya mulai jarang dirasakan dan kecemasaannya mulai mudah dikontrol.
BACA JUGA: Waspada, Sering Gunakan Gawai Beresiko Terkena Neuropati Beresiko Fatal
Namun bukan berarti kondisi ini membaik seluruhnya. Banta masih akan merasa nyeri sendi saat mengetik atau nyeri tajam secara tiba-tiba di lengannya yang makin lama makin menyebar ke seluruh tubuh.
Saat malam, Banta tetap mengalami insomnia berat dan harus meredakannya dengan mengonsumsi obat yang dibelinya dengan harga tak murah.
“Namun, terlepas dari semua ini, ada kedamaian yang datang dengan mengetahui apa yang membuat tubuhku sakit,” tandasnya. (kj)