Dosen Farmasi Ubaya Ingatkan Penggunaan Antibiotik Rasional, Cegah Bakteri Kebal

oleh -176 Dilihat

MILASJATIM.COM, SURABAYA – Penggunaan antibiotik secara berlebihan dan tidak rasional ternyata berdampak pada kemungkinan bakteri menjadi kebal. Dari catatan Kementerian Kesehatan Indonesia (kemkes.go.id), telah ditemukan peningkatan resistensi antibiotik pada bakteri jenis Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae yang dinilai berbahaya. Sebab kedua bakteri itu dapat menyebabkan kematian dan menyerang seluruh sistem organ dalam tubuh manusia.

Dosen Fakultas Farmasi Universitas Surabaya (Ubaya), Dr. apt. Fauna Herawati, M.Farm-Klin, menanggapi hal tersebut mengatakan bahwa perlu mengedukasi dan mengajak masyarakat serta tenaga kesehatan untuk menggunakan antibiotik secara rasional. Fauna menyebut, tubuh manusia akan bergejala ketika satu bakteri kuat berhasil beradaptasi dan membentuk koloni dalam jumlah yang banyak.

“Antibiotik bekerja bila struktur kimia antibiotik berikatan dengan protein reseptor bakteri seperti kunci dan anak kunci, sehingga perkembangan bakteri terhambat. Kita perlu ingat, ketika kita mengonsumsi antibiotik tertentu, bakteri bisa bermutasi sehingga strukturnya tidak cocok lagi. Itulah sebabnya saat kita sakit oleh bakteri yang kuat, antibiotik yang sudah dikonsumsi tidak bisa diberikan lagi,” terang Fauna.

Fauna menambahkan, penggunaan antibiotik hanya dikhususkan pada pasien yang terserang bakteri, bukan virus. Ia mengatakan, sering kali masyarakat terburu-buru membeli antibiotik, padahal penyakitnya bukan karena bakteri. “Penyakit yang disebabkan oleh virus biasanya akan membaik dalam 3-5 hari dengan pengobatan simptomatik, yaitu obat untuk mengurangi keluhan gejala sakit. Jika lebih dari itu, apoteker biasanya akan memberikan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut ke dokter untuk observasi apakah terinfeksi bakteri atau bukan. Jadi penggunaan antibiotik itu sudah ada rambu-rambunya,” tambah Fauna.

Kepala Program Studi Magister Ilmu Farmasi Ubaya itu mengungkap, program pengendalian bakteri resisten dan resistensi antibiotik dapat dilakukan melalui kolaborasi dari tenaga kesehatan yang disertai oleh kesadaran penggunaan antibiotik yang rasional. Ia menyebut, riwayat penggunaan antibiotik di tiga bulan terakhir dan penegakkan diagnosis penyakit infeksi sangat penting untuk dilakukan. “Penting bagi tenaga medis untuk mendiagnosis tingkat keparahan penyakit infeksi dan pilihan terapi secara empiris sesuai dengan mikroorganisme penyebab infeksi pada pasien. Informasi tentang penggunaan antibiotik di tiga bulan terakhir dapat membantu mengenali potensi bakteri resisten dan menggunakan pilihan antibiotik yang sensitif sehingga keberhasilan terapi tercapai,” jelasnya.

Baca Juga :  120 Guru Mapel SMP Probolinggo Ikuti Workshop Bedah SKL Dan Kisi-Kisi

Fauna juga membagikan hasil penelitiannya di tahun 2020 tentang hubungan antara pengetahuan dan keyakinan terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan antibiotik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masyarakat sudah mengetahui adanya bakteri kebal antibiotik. Namun, masyarakat tetap mengonsumsi antibiotik secara sembarangan karena persepsi tentang bakteri resisten dapat menyebabkan kematian rendah. “Pasien yang merasa pusing, demam, atau reaksi inflamasi lainnya seringkali merasa pulih akibat konsumsi antibiotik. Jadi mereka merasa disembuhkan antibiotik. Padahal bukan karena antibiotiknya tetapi memang karena sudah waktunya sembuh. Seolah antibiotik yang menyelamatkan,” tuturnya.

Jika penggunaan antibiotik terus dilakukan tanpa pengawasan tenaga kesehatan, resistensi antibiotik dikhawatirkan dapat menyebabkan ketersediaan pilihan antibiotik berkurang. “Yang ditakutkan, penyakit infeksi bakteri tertentu menjadi sulit disembuhkan karena tidak ada antibiotik yang bisa mengatasi,” pungkas Fauna.(tok)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News