Oleh M. Eri Irawan
Penikmat Studi Kebijakan Publik, Tinggal di Surabaya.
Data adalah masa depan bagi kota masa depan. Bill Gates, penulis buku “How to Avoid a Climate Disaster: The Solutions We Have and the Breakthroughs We Need” memberi perumpamaan yang pas soal bagaimana orang melihat masa depan. Bill Gates berpikir, orang selalu melebih-lebihkan perubahan dua-tiga tahun ke depan, tapi kadang meremehkan perubahan satu dasawarsa mendatang. Dengan kata lain, futuristik dan kemampuan untuk berpikir antisipatif dalam perspektif jangka menengah-panjang semestinya harus kita miliki bersama.
Kita melihat urgensi memiliki sebuah perspektif jangka menengah-panjang, apalagi bagi perencanaan dan pembangunan sebuah kota sebesar Surabaya, kota dengan besaran ekonomi senilai Rp715 triliun. Salah satu yang terpenting dalam perspektif masa depan itu adalah penguasaan dan pemutakhiran data, termasuk data kependudukan ihwal struktur dan distribusi penduduk—instrumen kita dalam melihat perubahan jumlah penduduk akibat migrasi, kelahiran, hingga kematian.
Data kependudukan itulah yang hari-hari ini menjadi isu hangat di Kota Surabaya setelah ramai-ramai ada perbincangan soal pemutakhiran data. Istilah “pemutakhiran data”inilah yang agak keliru disimplifikasi menjadi “pemblokiran kartu keluarga/KK”. Di media sosial ramai warga melayangkan protes keras karena namanya berpotensi diblokir/dinonaktifkan.
Laman disdukcapil.surabaya.go.id menyebut ada 42.804 KK dan 97.407 jiwa yang tidak diketahui keberadaannya berdasarkan hasil verifikasi keberadaan warga yang tidak sesuai dengan data KK pada aplikasi “Cekin Warga”, platform yang dikembangkan untuk menyempurnakan manajemen data kependudukan. Bahasa gampangnya: banyak warga berdomisili di luar kota tapi masih tercatat di data kependudukan Surabaya. Selain itu, banyak warga berdomisili di luar KK, baik itu di luar kecamatan maupun kelurahan, tetapi masih di dalam Surabaya. Pelik. Dan saya yakin ini menyulitkan pemerintah dalam mendesain program pembangunan.
Pentingnya Pemutakhiran Data dan Pemanfaatannya
Persoalan data adalah persoalan paling pelik di Indonesia. Pertama, aspek presisinya kerap jauh dari harapan. Kedua, pengelolanya bersifat sektoral—yang sering penuh ego, sehingga data sulit dibagipakaikan untuk perencanaan pembangunan yang terintegrasi. Dua faktor itulah yang membuat kita terheran-heran, karena seringkali data antarinstansi pemerintah bisa berbeda. Orang Surabaya bilang: “selegenje”. Maka kemudian pemerintah membikin skema kebijakan Satu Data Indonesia.
Data kependudukan jelaslah yang paling pelik, karena migrasi maupun pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Ini membuat pemutakhiran data harus senantiasa dilakukan untuk memastikan ketepatannya sebagai instrumen penting perencanaan pembangunan.
Apa yang hangat di Surabaya akhir-akhir ini menunjukkan kepelikan tersebut. Begini ceritanya. Pemkot Surabaya melakukan pemutakhiran data kependudukan untuk dimanfaatkan sebagai dasar pemberian intervensi program pembangunan yang tepat sasaran. Pangkal masalahnya: ada warga di dalam 42.804 KK tidak tinggal sesuai domisili alamat di KK tersebut, berdasarkan verifikasi awal yang dilakukan petugas dan dibantu perangkat RT/RW. Data ini dikirimkan hingga ke perangkat RT/RW.
Sebagai contoh: Pak Rudi sudah bertahun-tahun tinggal di Jombang, tapi KK-nya masih tercatat di Surabaya. Ada pula Pak Budi yang sudah menetap puluhan tahun di Kelurahan Klampis Ngasem (Kecamatan Sukolilo), tapi KK-nya tercatat di Kelurahan Bendul Merisi (Kecamatan Wonocolo).
Ketidaktepatan data itu membuat perencanaan dan eksekusi program pembangunan menjadi kurang sempurna. Deviasi kebijakannya semakin lebar karena kualitas datanya tak optimal. Apalagi data kependudukan berkaitan erat dengan pengaturan jaminan sosial, pemilikan kendaraan, layanan pertanahan, layanan kesehatan, dan beragam jenis bantuan sosial.
Maka sebenarnya UU Administrasi Kependudukan sejak awal sudah mengingatkan pentingnya data kependudukan yang akan dimanfaatkan untuk pelayanan publik, perencanaan pembangunan, kebijakan alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, hingga penanganan masalah hukum. Nah, bila datanya tak tepatkah, bisakah pemanfaatan itu berjalan optimal? Tentu saja tidak.
Dalam hal ini, Pemkot Surabaya menempuh langkah berani pemutakhiran data untuk kebaikan bersama, meskipun itu tidak populis—apalagi menjelang Pilkada. Alih-alih memikirkan kepentingan elektoral jangka pendek, Wali Kota Eri Cahyadi justru berpikir untuk masa depan kota. Apa manfaatnya? Pemutakhiran data memastikan program intervensi ke masyarakat berjalan optimal. “Intervensi” ini bahasa teknokratis. Bahasa mudahnya: program pembangunan yang bisa dirasakan masyarakat.
Kemarin malam saya mencetak dan mempelajari Peraturan Wali Kota Nomor 16/2023 tentang Tata Cara Pemutakhiran Data Warga di Kota Surabaya serta Peraturan Walikota Surabaya Nomor 106 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pengumpulan, Pengolahan dan Pemanfaatan Data Keluarga Miskin (beserta perubahannya).
Dalam pertimbangan utamanya dan kemudian disebutkan pada Pasal 6, Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 16/2023 secara jelas menyebutkan bahwa “pemutakhiran data warga sebagai dasar untuk pemberian intervensi kepada masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan”, sehingga “perlu dilakukan validasi data administrasi kependudukan”.
Pemutakhiran data ini akan memudahkan pengaturan ketepatan bantuan pendidikan, jaminan kesehatan (berobat gratis), bantuan sosial, penanganan pengangguran, masalah sosial, dan sebagainya. Tertib administrasi kependudukan memang menjadi kunci bagi suksesnya program pembangunan.
Contoh mudahnya begini. Ada warga kurang mampu bernama Pak Budi yang sudah menetap puluhan tahun di Kelurahan Klampis Ngasem (Kecamatan Sukolilo), tapi KK-nya tercatat di Kelurahan Bendul Merisi (Kecamatan Wonocolo). Pak Budi tentu akan kesulitan mendapatkan intervensi pemerintah karena pemberian intervensi dapat dilakukan pada warga yang tinggal di alamat sesuai KTP/KK-nya.
Contoh mudah lainnya. Bila ada perusahaan yang beroperasi di Kelurahan Manyar Sabrangan, misalnya, hendak menyalurkan bantuan tanggung jawab sosialnya (CSR); tentu prioritas pertama adalah warga ber-KTP kelurahan tersebut dan pasti berkoordinasi dengan kelurahan setempat. Ternyata di sana tinggal warga bernama Pak Edi (sekadar contoh), warga miskin yang layak mendapat bantuan tetapi ber-KTP Kelurahan Menur Pumpungan, yang akhirnya tak memperoleh bantuan tersebut. Dengan pemutakhiran data, maka Pak Edi pada fase pemberian bantuan berikutnya bisa mendapatkan haknya.
Dan tentu masih banyak contoh lainnya soal manfaat pemutakhiran data ini, termasuk mengurai dan terus memperbaiki pelaksanaan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru, penyempurnaan program Jaminan Kesehatan Semesta (berobat gratis), penanganan stunting, dan sebagainya.
Diiringi Solusi
Pemutakhiran data tersebut juga tidak serta-merta diberlakukan tanpa solusi. Pemkot Surabaya memberikan waktu klarifikasi bila memang warga tersebut berdomisili sesuai KK, sehingga datanya bisa dihapus dari usulan penonaktifan oleh Kementerian Dalam Negeri. Tidak ada hak individu yang dihilangkan, karena pada dasarnya Pemkot Surabaya mengembalikan hak publik dengan kemudahan untuk memperbaiki data.
Warga yang disebut berdomisili tak sesuai KK juga difasilitasi sejumlah cara. Bagi penduduk berdomisili di luar kota, maka bisa mengurus permohonan pindah kabupaten/kota. Bagi warga berdomisili di Surabaya namun alamat tidak sesuai KK, diarahkan untuk proses pindah dalam kota. Penduduk ada dan berdomisili sesuai KK, maka membuat surat penyataan bahwa yang bersangkutan memang tinggal sesuai KK mengetahui RT/RW.
Tetapi memang kebijakan ini harus benar-benar dijaga deviasinya agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Bahwa ada beberapa kekurangsempurnaan dalam pelaksanaan (misalnya ada sejumlah human error dari petugas), semoga itu tak mengurangi makna strategis dari tujuan besar kebijakan ini untuk kebaikan perencanaan dan eksekusi program pembangunan ke depan.
Data dan Masa Depan
Pemutakhiran data ini, menurut saya, menjadi salah satu indikator Wali Kota Eri Cahyadi dan Wakil Wali Kota Armuji menempatkan data sebagai instrumen penting masa depan kota dan kota masa depan. Ini bagian dari service dan surveillance terhadap masyarakat. Service atau pelayanan publik yang menggunakan anggaran negara membutuhkan akurasi data agar semua kegiatan dan program, termasuk program subsidi, bisa berjalan dengan benar dan tepat sasaran. Tanpa data yang akurat, sebuah program pelayanan publik hanya seperti membakar uang.
Adapun surveillance bertujuan melindungi masyarakat dari potensi kejahatan atau tindakan yang merugikan. Ketepatan data kependudukan menjadi bekal bagi penentu kebijakan untuk mengatasi masalah sosial dan kriminalitas.
Inilah yang hendak ditegakkan oleh Pemkot Surabaya. Adanya warga Kota Surabaya yang tidak benar-benar menetap sesuai KTP/KK-nya menyebabkan pemerintah berpotensi tak optimal dalam merancang program dan mengeksekusinya dengan baik.
Maka pembangunan harus diawali dengan data yang benar, dan pemutakhiran data penduduk di Surabaya adalah bagian dari langkah itu. Pemutakhiran data bukan tindakan semena-mena melainkan sebuah kebijakan terukur yang mempertimbangkan banyak hal, terutama aspek kesinambungan pembangunan.
Ke depan, dengan data kependudukan yang lebih presisi, tentu bukan hanya soal ketepatan intervensi program bantuan yang bisa dibereskan, tapi juga soal integrasi program pendidikan, kesehatan, bahkan transportasi publik.
Tentu tidak perlu menjadi Bill Gates untuk memahami alasan di balik kebijakan pemutakhiran data ini. (*)