Bulan Bung Karno, Cak Awi: Kita Warisi Api Perjuangan, Jangan Abunya

oleh -744 Dilihat
Istimewa

KILASJATIM.COM, Surabaya: Juni adalah bulan Bung Karno. Bulan ini menjadi istimewa bagi Sang Putra Fajar, sebutan Bung Karno. Ada tiga peristiwa penting bagi Sang Proklamator Kemerdekaan dan Presiden RI pertama itu, yang hingga sekarang ini dikenang dan diperingati masyarakat luas.

Pertama, 1 Juni 1945. Bung Karno menyampaikan pidato tentang Pancasila di depan sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Ketika itu di masa penjajahan Jepang, Sehingga pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.

“Kedua, 1 Juni 1901. Bung Karno lahir di Surabaya ketika fajar merekah. Diberi nama Koesno. Kemudian diubah menjadi Soekarno. Bung Karno lahir di rumah kecil dan sederhana, di kampung Pandean Gang 4 nomor 40. Bung Karno adalah arek Suroboyo. Beliau lahir dan tumbuh di kota yang kultur masyarakatnya egaliter, blak-blakan, penuh persaudaraan. Karakter ini ikut membentuk dirinya, pikiran dan gagasan-gagasannya,” kata Cak Awi, sapaan akrab Adi Sutarwijono, Ketua DPRD Kota Surabaya.

Tepat HUT ke-75 Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2020, rumah lahir Bung Karno dibeli Pemerintah Kota Surabaya. Menjelang berakhirnya pemerintahan Walikota Ibu Risma. Kemudian, pada pemerintahan Walikota Eri Cahyadi membenahi rumah itu, dan dijadikan museum.

Sebagai destinasi wisata, rumah itu satu rangkaian kunjungan wisatawan dengan rumah indekos Bung Karno sewaktu sekolah menengah di Surabaya, milik Haji Oemar Said Tjokroaminoto.

Sedang Rumah Pak Tjokro telah lebih dulu dijadikan museum, yang kerap dikunjungi masyarakat luas. Rumah indekos itu ditempati Bung Karno sebelum meneruskan sekolah di Bandung, kini bernama ITB, hingga lulus meraih gelar insinyur.

Peristiwa ketiga, tanggal 21 Juni 1970, Bung Karno wafat sekaligus mewariskan gagasan-gagasan besar bagi generasi penerus Indonesia, bahkan diwarisi internasional yakni kemerdekaan adalah hak setiap bangsa. “Itu sebabnya, bulan Juni dikenang sebagai Bulan Bung Karno. Mengutip pesan Bung Karno, kita warisi apinya! Jangan abunya,” kata Adi.

Baca Juga :  Laila Mufidah Desak Pemkot Maksimalkan Program Beasiswa Pemuda Tangguh

Surabaya tercatat dalam ingatan publik sebagai kota yang memainkan peran penting dalam pembentukan kesadaran sebagai bangsa merdeka, bebas dari belenggu penjajahan bangsa asing. Di Kota Surabaya berlangsung berbagai pergerakan dan perlawanan rakyat, sebelum dan pasca kemerdekaan.

“Ada sejumlah peristiwa besar di Surabaya. Salah satunya, pertempuran 10 Nopember 1945 di awal kemerdekaan Indonesia, yang diperingati sebagai Hari Pahlawan. Peristiwa heroik itu didahului dengan perobekan bendera Belanda di Hotel Majapahit dan dicetuskannya Resolusi Jihad oleh para ulama, yang membakar perlawanan hebat dari rakyat terhadap tentara sekutu,” kata Adi.

Api perjuangan Bung Karno itu, kata Adi, di era sekarang diwujudkan dalam berbagai kebijakan pemerintahan di Surabaya. Yakni, untuk menyejahterakan warga masyarakat, terutama lapisan orang kecil atau wong cilik. ”Orang tidak  dapat mengabdi kepada Tuhan, dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin,” dikutip dari Bung Karno tahun 1946.

Berbagai peristiwa di masa lalu masih bisa dikenali di sejumlah tempat atau menjadi tetenger hingga saat ini. Hal itu menjadi modal penting bagi pewarisan sejarah pada generasi selanjutnya dalam Menanamkan kesadaran nasionalisme dan pembentukan karakter.

“Surabaya menyimpan banyak kisah perjuangan, kepahlawanan dan narasi kebangsaan Indonesia. Ini menjadi modal penting untuk membangun kesadaran nasionalisme. Memperkuat wawasan kebangsaan bagi generasi penerus,” pungkas Adi Sutarwijono.(ADV/den)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

No More Posts Available.

No more pages to load.