Kepala Balai Gakkum Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Jabalnusra), Aswin Bangun, menjelaskan penangkapan ini pada Minggu (22/6/2025). Berawal dari patroli rutin Polisi Kehutanan (Polhut) Taman Nasional Meru Betiri, petugas mencurigai gerak-gerik seorang pengendara motor yang melintas di jalur tidak resmi di dalam kawasan hutan.
“Setelah dihentikan dan diperiksa, ditemukan daging satwa liar dalam kantong plastik yang diduga berasal dari perburuan ilegal,” ungkap Aswin.
Setelah mengamankan pelaku, tim patroli melanjutkan penyisiran dan menemukan beberapa jerat aktif di jalur lintasan satwa, memperkuat dugaan bahwa area tersebut merupakan titik rawan perburuan liar. Tim penyidik Balai Gakkum segera dikirim ke Taman Nasional Meru Betiri untuk menangani pelaku dan barang bukti, serta memeriksa saksi-saksi di sekitar lokasi kejadian.
Dari hasil pemeriksaan, petugas berhasil mengamankan 53 kilogram daging satwa liar yang kuat dugaan merupakan hasil perburuan ilegal. Jenis satwa buruan ini masih dalam proses identifikasi melalui uji DNA oleh tim ahli. “Dugaan sementara mengarah pada daging banteng, rusa, babi hutan, dan satwa endemik lainnya,” kata Aswin. Hewan-hewan tersebut termasuk kategori satwa dilindungi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
SI telah ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini ditahan di Rumah Tahanan Polda Jawa Timur. Ia didakwa melanggar Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Menurut Aswin, praktik perburuan liar di kawasan taman nasional bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan juga sinyal adanya tekanan sistemik terhadap kawasan yang menjadi pusat keanekaragaman hayati nasional. “Penegakan hukum tidak hanya berorientasi pada aspek hukum pidana, tetapi juga bagian dari upaya menjaga kedaulatan kawasan konservasi,” tegasnya, merujuk pada Taman Nasional Meru Betiri sebagai ruang hidup satwa liar dan simbol kehormatan ekologis bangsa.(eka)